Sri Mulyani Coba Lunakkan Amerika Soal Tarif, Tetap Jaga Perasaan China

AS - Menteri Keuangan Sri Mulyani masih berada di Amerika Serikat untuk menggoda Presiden Donald Trump agar melunak soal tarif resiprokal. Di sisi yang lain, Sri Mulyani tetap jaga perasaan China yang merupakan sahabat baik bagi Indonesia. Bahkan, Sri Mulyani diundang ke Beijing untuk mempererat hubungan Indonesia-China.
Sri Mulyani menjadi bagian dari tim yang ditugaskan Presiden Prabowo Subianto untuk negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika. Bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Sri Mulyani terbang ke Washington DC untuk bertemu dengan pejabat Amerika.
Selain untuk negosiasi, keberadaan Sri Mulyani di Ibu Kota Amerika itu, untuk mengikuti rangkaian kegiatan IMF-World Bank Spring Meeting yang berlangsung 16-23 April lalu. Di tengah kegiatan itulah, Sri Mulyani sempat bertemu dengan Menkeu China Lan Fo’an.
Dalam pertemuan bilateral itu, Sri Mulyani menjelaskan ke China soal upaya Indonesia nego tarif dengan Amerika. Meskipun sedang negosiasi dengan Amerika, Sri Mulyani menegaskan komitmen Indonesia mempererat hubungan dengan China.
Kita juga menyampaikan untuk terus mempererat hubungan. Beliau (Lan Fo’an) mengundang saya untuk pergi ke Beijing,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK secara virtual, dikutip Sabtu (26/4/2025).
Bendahara Negara memastikan posisi tawar Indonesia tetap netral di tengah ketegangan AS dan China imbas tarif resiprokal. “Ini merupakan daya tawar yang baik yang harus kita jaga,” tegas Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan, progres negosiasi dengan Amerika berjalan lancar. Sri Mulyani menyebut pihak Washington merespons positif proposal yang ditawarkan Indonesia. Mereka bahkan memuji respons cepat Indonesia soal tarif yang diterbitkan Presiden Amerika Donald Trump.
Khususnya, upaya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang terus melakukan reformasi dan deregulasi. Kata Sri Mulyani, deregulasi akan berdampak positif bagi Indonesia maupun dalam pemecahan masalah bilateral dan global.
Ini adalah sebuah pengakuan dari Amerika terhadap langkah-langkah Indonesia. Dengan status sebagai beberapa negara yang pertama membuka jalur, itu dianggap akan memberikan advantage dalam posisi Indonesia dalam proses perundingan,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menyarankan Pemerintah Indonesia untuk juga bernegosiasi dengan China dalam merespons kebijakan tarif AS. “Kita perlu melakukan diplomasi dan forward looking engagement tidak hanya dengan AS, tetapi juga dengan China,” kata Mari Elka.
Menurutnya, China akan menghadapi AS dan pada saat yang sama, akan berusaha membangun hubungan dengan ASEAN. “Menurut saya, kita harus bernegosiasi dengan itikad baik,” ujar Menteri Perdagangan era Presiden ke-5 Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, posisi Indonesia memang serba dilematis. Di satu sisi, pemerintah punya kepentingan untuk menjaga hubungan dagang yang baik dengan AS dan kalau bisa diperluas. Langkah ini bisa dianggap menjadi cara strategis untuk menghindari tarif tambahan atau bahkan membuka pasar ekspor lebih luas.
Namun, di sisi lain, langkah seperti itu bisa diendus oleh China sebagai strategi berpihak secara tidak langsung kepada AS. Apalagi kalau konsesinya terlalu besar dan terlihat menggerus relasi dagang dengan Beijing, sehingga sangat berbahaya bagi Indonesia.
Ini bukan spekulasi kosong, karena China memang punya rekam jejak menggunakan kebijakan ekonomi sebagai alat tekanan geopolitik,” kata Rendy.
Menurutnya, Indonesia harus hari-hati dalam menghadapi pertikaian kedua mitra dagang utama dan perekonomian terbesar di dunia ini. Salah-salah langkah, Indonesia bisa terkena dampak besar.
“Jangan buru-buru menganggap bahwa membuka pasar untuk produk AS atau memberikan insentif ke perusahaan mereka itu murni win-win. Perlu kalkulasi yang matang soal potensi dampaknya ke hubungan kita dengan China,” jelasnya.
Dia menyarankan, Indonesia justru harus mengambil posisi sebagai penjaga keseimbangan, bukan sekadar ikut arus salah satu blok. “Apalagi, kalau kita bicara soal hubungan investasi, China selama ini punya posisi yang sangat strategis di Indonesia,” tegasnya.
Rendy mengingatkan, dalam situasi perang datang AS-China, manuver Indonesia harus mencerminkan kepentingan nasional yang otonom. “Asal kita pandai membaca momentum dan tidak terjebak dalam jebakan zero-sum game antara dua raksasa dunia,” pungkasnya
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengingatkan agar Pemerintah tetap mengedepankan kedaulatan ekonomi nasional dalam menghadapi perang dagang global. Apalagi, Indonesia masih memegang penuh prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.
Dalam perundingan tarif dengan Amerika, Indonesia harus mengutamakan keadilan serta melindungi industri dalam negeri. “Negosiasi tarif harus berpihak pada kepentingan nasional, bukan sekadar menyenangkan pihak luar,” pungkasnya.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan, China dan AS merupakan mitra dagang utama bagi Indonesia. Pemerintah harus hati-hati dalam mengambil keputusan dan memastikan tidak memihak.
Menurutnya, pemerintah harus pintar memilih mana yang memang produk yang sangat dibutuhkan dari China, AS dan negara lain. Bila pun ada pergeseran perdagangan, maka tak boleh mengganggu produk yang berkaitan dengan kedua negara.
“Ini harus memang sangat-sangat dipertimbangkan oleh pemerintah, karena kita tahu kedua-duanya adalah mitra dagang terbesar Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, ada kabar positif dari negosiasi yang dilakukan Indonesia dengan AS. Kata dia, proposal yang diajukan Indonesia berhasil mendapat sambutan positif dari pihak AS.
Airlangga menginformasikan bahwa Indonesia sudah memasuki tahap awal negosiasi dengan AS, yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerahasiaan (non-disclosure agreement) bersama dengan United States Trade Representative (USTR).
“Kita sudah masuk dalam fase negosiasi, dan Indonesia adalah salah satu dari 20 negara yang sudah memulai proses negosiasi awal,” ujar Airlangga dalam siaran virtual, Jumat (25/4/2025).
TangselCity | 23 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu