Petani Penggarap Di Cibaliung Rebutan Tanah Negara
Terdeteksi Rawan Konflik Berdarah

PANDEGLANG - Para petani penggarap di wilayah Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, terdeteksi rawan konflik berdarah dan berkepanjangan, karena saat telah terjadi rebutan tanah milik negara yang dikelola oleh PT. Perhutani.
Adapun luas lahan yang menjadi rebutan petani itu, kurang lebih seluas 5.700 hektar tersebar di Desa Cibingbin, Mahendra, Mendung dan Desa Cihanjuang, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang.
Hal itu terungkap, saat Ketua LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Provinsi Banten, Empud Nahrawi saat melakukan audiensi konflik agraria atau lahan Perhutani di Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, dengan Wakil Bupati (Wabup) Pandeglang Iing Andri Supriadi, dan para pihak terkait lainnya di Kantor Wabup Pandeglang, Rabu (14/5).
Ketua LMDH Provinsi Banten, Empud Nahrawi mengatakan, saat ini situasi di Cibaliung rawan terjadi konflik berdarah karena terjadi rebutan garapan lahan Perhutani.
“Rebutan hak garap tanah itu salah satunya oleh SPI (Serikat Petani Indonesia) yang notabennya orang-orang dari luar wilayah Cibaliung yang masuk ke Perhutani wilayah Cibaliung. Dengan seenaknya mengukur dan mematok lahan secara ilegal,” ungkap Empud, kepada wartawan.
Katanya, sekelompok orang melakukan pematokan itu difasilitasi menggarap lahan Perhutani dengan mengatasnamakan SPI.
“Nah, ini terjadi konflik sosial yang berpotensi menjadi konflik berdarah. Karena upaya mereka melakukan penguasaan lahan dengan menggarap secara ilegal, bahkan menggunakan obat rumput saat melakukan bukaan lahan,” jelasnya.
Penggunaan obat rumput itu lanjut Empud, tentunya bertentangan dengan masyarakat peternak kerbau warga setempat. Sebab penggunaan obat mengancam kerbau milik peternak.
“Bahkan sampai ada mau cabut golok, namun kami lakukan pencegahan. Dan kami harap Pak Wabup dapat menindaklanjutinya dengan dilakukan penertiban, karena kalau dibiarkan akan terjadi benturan antar masyarakat,” katanya.
Sementara, Wabup Pandeglang, Iing Andri Supriadi mengatakan, konflik ini sudah lama terjadi. “Ini kan konfliknya sudah cukup lama, sehingga kami mengembalikan kepada pihak kehutanan karena ini kewenangan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banten dan Kementerian Kehutanan,” katanya.
Posisi Pemkab Pandeglang saat ini tak memiliki kewenangan, sehingga pihaknya hanya menjadi fasilitator untuk mencari solusi agar konflik tersebut tak berkepanjangan.
“Kami sifatnya hanya menjembatani, hanya memfasilitasi untuk bersama-sama mencari solusi terbaik karena ini persoalannya sudah akut sudah puluhan tahun lalu, sehingga ini tidak mungkin bisa diselesaikan secara cepat,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, ratusan petani dari Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, yang didampingi para mahasiswa ngadu ke anggota dewan, melalui aksi unjuk rasa di halaman Kantor DPRD Pandeglang, Kamis (8/5) siang.
Para petani itu melakukan unjuk rasa, karena merasa tidak pernah dibantu oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD Pandeglang, untuk menyelesaikan persoalan agraria antara masyarakat dengan PT. Perhutani yang berlangsung sejak tahun 1980 atau zaman Presiden Soeharto.
Untuk diketahui, Konflik tersebut diawali atas klaim sepihak Perhutani atas tanah seluas 5.000 hektare yang berlokasi di Desa Cibingbin, Mahendra, Mendung dan Desa Cihanjuang, Kabupaten Pandeglang.
Puncak konflik agraria terjadi pada 1999, ketika para petani mendapatkan intimidasi dari oknum yang diduga anggota Brimob dan preman bayaran utusan Perhutani. Kemudian pada 2001, sebanyak 49 petani ditangkap dengan perlakuan seperti binatang. Dari total 49 orang, sebanyak 40 petani dipulangkan dan 9 orang ditahan.
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Selebritis | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 14 jam yang lalu