TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Tapos
Dewan Pers

Sikat 920 Kapal Pencuri Ikan, Selamatkan Negara Rp 13,6 Triliun

Reporter: Farhan
Editor: Redaksi
Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:23 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono tak main-main memerangi pencurian ikan di laut Indonesia. Sejak 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menindak 920 kapal pencuri ikan. Terdiri dari 736 kapal asing dan 184 kapal dalam negeri. Dari operasi penindakan ini, negara berhasil diselamatkan dari potensi kerugian sebesar Rp 13,6 triliun.

 

Hal tersebut disampaikan Trenggono dalam peringatan Hari Internasional untuk Memerangi Penangkapan Ikan Ilegal atau International Day for the Fight Against Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing di kantornya, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

 

Trenggono menegaskan, praktik pencurian ikan atau illegal fishing tak cuma datang dari kapal asing yang berbendera Vietnam atau Malaysia, tapi juga dari kapal dalam negeri yang bandel. Modusnya macam-macam. Mulai dari pelanggaran alat tangkap, pemindahan hasil tangkap ikan atau transhipment ilegal, sampai main serobot wilayah tangkap.

 

Setiap tahun, bahkan setiap bulan, pasti ada saja yang tertangkap. Bukan hanya dari luar, dari dalam negeri pun banyak yang melanggar,” tegas mantan Wakil Menteri Pertahanan itu.

 

Trenggono menegaskan, untuk menghadapi hak ini perlu pengawasan dan pemeriksaan yang ketat terhadap pelaku usaha penangkapan ikan di Indonesia. Karena itu, dia mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa badan hukum pelaku usaha, termasuk kepatuhan dalam pembayaran pajak.

 

“Kita selalu didemo soal harga dan kebijakan, padahal pendapatan negara dari sektor ini kecil. Coba BPK periksa badan hukumnya, bayar pajaknya benar atau nggak,” cetusnya.

 

Trenggono menilai, sektor kelautan dan perikanan memainkan peran strategis. Baik dalam penyediaan pangan biru maupun dalam mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis Ekonomi Biru.

 

Adapun, data KKP menyebutkan rata-rata produksi perikanan tangkap pada tahun 2020-2024 mencapai 7,39 juta ton.

 

Seharusnya dengan angka produksi tersebut, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa lebih besar tanpa praktik IUU fishing.

 

Salah satu implementasi kebijakan ekonomi biru yang terus digencarkan adalah Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota.

 

“Kebijakan ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah serta memutus mata rantai praktik IUU Fishing,” kata jebolan Institut Teknologi Bandung ini.

 

Tercatat, KKP sejak 2020-2025 dibawah komando Sakti Wahyu Trenggono berhasil melakukan total penangkapan kapal mencapai 920 kapal yang terdiri dari 736 kapal asing dan 184 kapal dalam negeri.

 

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Pung Nugroho Saksono menilai, tantangan menangani illegal fishing ke depan tidak mudah. Apalagi saat ini sudah terjadi over fishing dari negara tetangga dan laut Indonesia yang sifatnya terbuka.

 

“Memberantas IUU Fishing tidak bisa diselesaikan oleh KKP sendiri tapi membutuhkan dukungan dan peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan. Itulah pentingnya sinergi dan kolaborasi,” katanya

 

Terpisah, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, walaupun penangkapan kapal-kapal ikan asing ilegal oleh aparat cenderung menurun, masuknya kapal-kapal ilegal itu masih menjadi ancaman utama di wilayah perairan perbatasan.

 

Ancaman itu, antara lain oleh kapal berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara dan kapal berbendera Malaysia di Selat Malaka.

 

Apalagi, kata Abdi, pelanggaran oleh kapal-kapal ikan Indonesia juga terus marak, antara lain berupa pelanggaran penggunaan alat tangkap dan pelanggaran wilayah tangkap.

 

Namun, upaya menekan pelanggaran oleh kapal-kapal dalam negeri memerlukan koordinasi Pemerintah Pusat dan daerah serta dukungan teknis dan anggaran Pemerintah provinsi.

 

“Saat ini, alokasi dana Pemerintah provinsi untuk pengawasan sangat rendah, yakni Rp 50-100 juta per tahun,” katanya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit