TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Pembahasan Dan Pengesahan RUU PPRT Sudah Mendesak

PRT Disiksa Hingga Dipaksa Makan Kotoran Anjing

Reporter: Farhan
Editor: AY
Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:21 WIB
Rosalina (majikan korban) dan Marlin (rekan sesama PRT) kini berstatus tersangka. Foto : Ist
Rosalina (majikan korban) dan Marlin (rekan sesama PRT) kini berstatus tersangka. Foto : Ist

BATAM - Terungkapnya tindak penganiayaan yang menimpa seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), menuai banyak kecaman. Insiden tersebut juga membuat pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kembali menyeruak.

 

Peristiwa memilukan terha­dap seorang PRT bernama Intan di Batam, berawal dari viralnya video di media sosial Tiktok. Video tersebut memperlihatkan korban tengah dalam kondisi babak belur dan penuh luka.

 

Keluarga korban, langsung melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Polresta Barelang, Kepulauan Riau, telah menang­kap dan menetapkan dua orang tersangka penganiayaan ter­hadap Intan yakni, Rosalina (majikan korban) dan Marlin (rekan sesama PRT yang bekerja di rumah Rosalina).

 

Dari hasil pemeriksaan diketahui, Intan mengalami penyik­saan sejak pertama kali bekerja pada Juni 2024. Selain itu korban juga diperlakukan secara tidak manusiawi. Gaji korban sebesar Rp 1.8 juta per bulan belum dibayarkan selama seta­hun, dan korban pernah disuruh makan kotoran hewan anjing.

 

Komisioner Komnas Perem­puan, Sondang Frishka Simanjuntak menyatakan, kekerasan yang dialami Intan mencer­minkan rentannya posisi para PRT, yang belum memiliki perlindungan hukum memadai.

 

“PRT bekerja di ruang domes­tik, tersembunyi, dan jauh dari pengawasan publik. Sebab itu, menjadi lahan subur terjadinya berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia,” ujar Frish­ka dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (27/6/2025).

 

Menurut dia, selalu ada re­lasi kuasa yang besar dalam hubungan antara majikan dan PRT. Sebab itu, negara sebagai pembentuk kebijakan, harus mengambil intervensi dengan menetapkan regulasi yang bisa meminimalisir kasus serupa.

 

“Komnas Perempuan kembali menekankan urgensi pengesa­han RUU Perlindungan Pe­kerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai langkah penting dalam mencegah kekerasan serupa,” tegasnya.

 

Senada, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Gavriel Putranto Novanto juga mengecam keras insiden penyik­saan PRT yang terjadi di Batam. Bahkan, dia menyebut masalah tersebut sebagai bentuk keja­hatan terhadap kemanusiaan.

 

“Ini penyiksaan keji yang mencederai martabat manusia. Bukan sekadar tindak kekerasan, tapi bentuk perbudakan,” ce­tusnya.

 

Sebagai tindak lanjut, Gavriel menegaskan pentingnya penge­sahan RUU PPRT yang hingga kini masih tertahan di parlemen. Menurutnya, kasus Intan harus menjadi momentum untuk men­dorong hadirnya payung hukum yang jelas dan tegas bagi pekerja rumah tangga.

 

“RUU PPRT sudah terlalu lama ditunda. Kasus ini jadi alarm keras, negara harus hadir dalam melindungi warga yang paling rentan,” imbuhnya.

 

LBH Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perda­maian (Padma) Indonesia juga mengutuk keras tindakan penganiayaan sadis dan tidak ma­nusiawi yang dialami oleh Intan. Menurut Kepala Advokasi LBH Padma Indonesia, Greg Retas Daeng, tragedi yang menimpa Intan adalah pengingat pahit, usaha melindungi PRT melalui sebuah aturan hukum sudah sangat urgent.

 

Sudah terlalu banyak Intan-Intan lain di luar sana yang men­derita dalam senyap. Kekoson­gan hukum ini terus memakan korban,” ujarnya.

 

Sebab itu, kata Greg, Padma Indonesia mendesak Pemerintah dan DPR berhenti menunda, segera mengesahkan RUU PPRT yang sudah puluhan tahun mang­krak.

 

“Ini adalah utang konstitu­sional negara kepada jutaan warganya yang berprofesi sebagai PRT,” tegasnya.

 

Sementara, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ahmad Doli Kurnia Tanjung menjelaskan, pembahasan RUU PPRT masih mengkaji hubungan antara majikan dan PRT. Sebab, hubungan kerja kedua tidak bisa disamakan dengan hubungan kerja industrial antara buruh dan perusahaan.

 

“Urusan pekerja rumah tangga ini, lebih banyak pengalaman kita. Selama ini, hubungannya hubungan kekeluargaan,” im­buhnya.

 

Doli menambahkan, Baleg masih membahas hal-hal lain yang membutuhkan formula yang tepat. “Misalnya, pengaturan jam kerja, kemudian apa ada lembur dan segala macam,” urainya.

 

Tragedi yang menempa Intan juga ramai diperbincangkan ne­tizen di media sosial X. Mereka mendorong para peaku dihukum sesuai maksimal, dan meminta kepolisian segera menangkap tersangka lain yang masih buron.

 

“Kalau di Hongkong, Taiwan, dan Singapura, majikan yang lakukan penyiksaan terhadap PRT kena hukuman berat, plus denda yang sama beratnya dengan tindakannya. Bahkan, bebera­pa memblacklist alias melarang secara hukum si majikan untuk dapat pekerja baru. Kalau di Indonesia, hukumannya masih terlalu ringan bos. Harus ada aturan baru yang lebih berat,” tulis akun @Dyananjani89.

 

“Untuk mengangkat moril dan martabat pekerja yang kerja se­bagai pembantu, yuk kita mulai panggil mereka dengan sebutan PRT (Pekerja Rumah Tangga). Panggilan pembantu atau asisten terlalu merendahkan, jadinya bisa berlanjut ke kasus seperti Intan. Majikan jadi semena-mena, karena merasa lebih superior,” usul akun @jigulbogulz.

 

“Biar adil dan seimbang, bagaimana kalau hukuman un­tuk majikannya adalah disuapin juga dengan kotoran dan minum air kotor,” cuit akun @sub­ekti26219499. “Heran, terbuat dari apa sih hatinya, tuh majikan. Dajal banget,” timpal akun @sukmana_sa18408.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit