Ada Yang Benci Santri Karena Kekerasan Di Ponpes
Menag: Lawan Dengan Prestasi Yang Gemilang
JAKARTA - Banyaknya kasus kekerasan di pondok pesantren (ponpes) memunculkan kebencian masyarakat terhadap santri. Kondisi itu harus dijawab oleh santri dengan menuntut ilmu sungguh-sungguh dan meraih prestasi.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengakui, ada masyarakat yang megeneralisasi kebencian terhadap santri, lantaran kasus kekerasan dan pelecehan di ponpes. Padahal, masih banyak ponpes berkualitas Bagus.
Karena itu, dia berpesan agar santri melawan dengan menuntut ilmu sungguh-sungguh dan meraih prestasi selama masa pendidikan.
“Kebencian dan ketidaksukaan terhadap para santri harus dilawan dengan prestasi. Belajar sungguh-sungguh, sehingga apa yang dituduhkan oleh orang yang tidak suka dengan gemilangnya para santri itu terjawab. Karena para santri bisa diandalkan,” ujar Yaqut.
Hal itu disampaikan Yaqut saat peringatan Hari Santri 2022 di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Jawa Tengah.
Yaqut kemudian memberi contoh ketika ada satu atau dua santri diduga melakukan kekerasan. Hal itu kerap disimpulkan sebagai potret hal lazim di kalangan santri.
Untuk menangkal stigma itu, dia mengimbau para santri tidak ikut tersulut amarah atau membalas dengan kebencian.
“Saya yakin para santri mampu menunjukkan prestasinya,” tegasnya.
Mantan anggota DPR ini juga berpesan agar santri tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Seperti halnya ketika menjunjung nilai agama.
Diingatkan Yaqut, meski bisa menjadi apa saja, santri tidak melupakan tugas utamanya menjaga agama. Menjaga martabat kemanusiaan adalah salah satu tujuan diturunkannya agama.
Sebagai insan yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama, santri harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meminta kekerasan dalam dunia pendidikan, baik di sekolah maupun pesantren segera dihentikan.
Ma’ruf meminta pengawasan di ponpes ditingkatkan, karena praktik kekerasan itu telah mencoreng dunia pesantren.
“Di beberapa tempat ada kekerasan, ini harus betul-betul diawasi lagi. ini mencoreng dunia pesantren, terjadi kekerasan di pesantren,” ujarnya.
Ma’ruf menegaskan, praktik kekerasan tidak boleh terjadi di sekolah-sekolah islam yang seharusnya mencetak generasi toleran.
Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MU) ini mengingatkan, agama islam mengajarkan kaum Muslim bertindak lembut dan santun.
“Kalau masih kecil sudah diajarkan kekerasan, ini akan membawa sikap tidak baik,” tegas dia.
Dia berharap, para santri menjadi generasi wasathiyah, yaitu generasi Muslim yang moderat, toleran, bisa menghargai perbedaan dan tidak memaksakan kehendak.
Dalam pandangannya, generasi yang diperlukan saat ini adalah generasi muttaqin, mu’ammiriin dan wasathiyah.
Muttaqina adalah generasi yang mematuhi perintah Allah SWt dan rasulnya tanpa menunda-nunda.
Mu’ammiriin adalah generasi yang memakmurkan bumi dengan membangun perekonomian dan sumber daya manusia. Serta generasi wasathiyah yang moderat dan toleransi. (rm.id)
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu