Memelihara Akhlak Berpolemik
CIPUTAT - Meskipun Pemilu masih lama, tetapi polemik politik di berbagai media sudah mulai ramai.
Polemik adalah sesuatu yang wajar dalam sebuah negara demokrasi, tetapi sebagai bangsa yang beradab, yang menyepakati “Kemanusiaan yang adil dan beradab” sebagai salahsatu sila dari Pancasila, seharusnya juga kita mengindahkan tata krama di dalam berpolemik. Polemik yang destruktif bisa melemahkan persatuan dan kesatuan umat dan warga bangsa.
Polemik tentu saja berbeda dengan diskusi, dialog, dan musyawarah yang dianggap positif di dalam Islam. Polemik yang tidak dikehendaki ialah yang saling menjatuhkan dan melemahkan satu sama lain dan berakibat “kalah jadi abu menang jadi arang”.
Menarik untuk kita perhatikan apa yang diperingatkan di dalam Al-Qur’an: “Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata, seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (Q.S. Al-Anfal/8:6).
Dlam ayat lain dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. Gafir/40:56).
Dalam hadis Nabi juga ditegaskan: “Tidaklah sesat suatu kaum setelah diberi petunjuk oleh Allah kecuali mendatangi perdebatan”.
Maksud ayat dan hadis di atas jelas bahwa kita sebaiknya menghindari polemik yang tidak produktif. Contoh polemik yang tidak produktif ialah kebiasaan seseorang untuk selalu mengkritisi, memojokkan, melemahkan, dan menyalahkan setiap gagasan yang muncul dari orang lain.
Sungguhpun itu nyata-nyata sudah benar, tetapi kebenaran itu bukan muncul dari dirinya, maka ia berusaha mencarikan celah untuk melemahkannya. Seolah-olah tidak boleh kebenaran itu muncul dari orang lain.
Mengkritisi sah-sah saja, tetapi kalau sudah menjadi semacam kebiasaan atau sudah menjadi karakter, setiap gagasan kreatif muncul dari orang lain pasti salah atau mengandung banyak kelemahan, maka ini yang tidak terpuji.
Di dalam kehidupan berpartai dan kajian-kajian keilmuan, sering kali dijumpai orang-orang yang tidak bisa mengendalikan diri. Ia selalu menampilkan syahwat berpolemik sehingga orang lain selalu salah. Dirinya sendiri yang selalu merasa benar.
Sekalipun nyata-nyata salah dan pendapatnya menderita kelemahan logika, kasih tetap saja memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan pengakuan kebenaran dari orang lain, minimal dikatakan sama-sama mempunyai kelemahan.
Cukup satu saja orang seperti ini di dalam sebuah komunitas sudah sangat merepotkan, apalagi jika sudah banyak. Orang-orang seperti ini cenderung menyedot energi, waktu terbuang mubazir, dan seringkali menimbulkan percekcokan dan perpecahan.
Polemik tentu saja berbeda dengan diskusi, dialog, dan musyawarah yang dianggap positif di dalam Islam. Menarik untuk disimak hadis Nabi:
"Orang yang paling dibenci Allah ialah pengadudomba, perusak hubungan antara sesama dan org yang mencuri cacat orang lain yang tidak bersalah” (H.R. Ahmad).
Olahraga | 18 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu