TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Si Raja Minyak “MRC” Resmi Jadi DPO

Reporter: Farhan
Editor: AY
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 08:19 WIB
Raja minyak M. Riza Chalid. Foto ; Ist
Raja minyak M. Riza Chalid. Foto ; Ist

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi memasukkan nama taipan minyak MRC ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Meski belum mengetahui keberadaannya, penerbitan ini diharapkan bisa mempersempit ruang geraknya.

 

Langkah ini diambil Kejagung lantaran tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang itu tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.

 

“Terhadap MRC, penyidik pada Gedung Bundar telah menetapkan DPO per tanggal 19 Agustus 2025,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).

 

Penetapan DPO ini disertai upaya pengajuan red notice ke Interpol. Kejagung juga menjerat MRC dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sejak 11 Juli 2025.

 

Jeratan TPPU itu berasal dari tindak pidana asal kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.

 

“Perkara TPPU ditetapkan sejak 11 Juli 2025. Penyidik tengah melengkapi berkas dan menelusuri aset-aset yang terkait,” kata Anang.

 

Sebagai bagian dari penindakan, Kejagung telah menyita sejumlah aset mewah milik MRC. Teranyar, empat unit mobil mewah disita dari pihak-pihak yang terafiliasi dengan MRC.

 

Mobil-mobil itu terdiri dari berbagai merek papan atas. Sebelumnya, penyidik juga sudah menyita lima unit mobil lain, termasuk Mercy Maybach S500, Mercy S450, Mercy V8 Biturbo, MINI Cooper Countryman, dan Toyota Alphard.

 

Selain kendaraan, penyidik menyita sejumlah dokumen serta uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Ameriksa Serikat (AS), meski jumlahnya belum diungkap ke publik.

 

“Seluruh barang bukti ini diduga terkait dengan kasus TPPU dari tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang serta KKKS,” jelas Anang.

 

Langkah penegakan hukum terhadap MRC dilakukan setelah yang bersangkutan mangkir dari tiga kali panggilan penyidik. Pemanggilan pertama dijadwalkan pada 24 Juli 2025, kemudian 28 Juli 2025, dan panggilan ketiga diagendakan awal Agustus. Namun, MRC tak pernah memenuhi panggilan tersebut.

 

Saat ditanya soal kabar keberadaan MRC di Malaysia, Anang mengtakan, Kejagung belum bisa memastikan kebenaran informasi tersebut. “Kita belum tahu pasti,” kata Anang.

 

Anang menegaskan, penyidik masih berupaya melacak keberadaan MRC, termasuk mendalami kabar yang menyebut dia berada di negeri jiran.

 

Ia menambahkan, penyidikan memiliki batas kerahasiaan sehingga tidak semua informasi bisa dibuka ke publik. Meski begitu, Kejagung memastikan tidak akan bersikap pasif menunggu MRC menyerahkan diri.

 

Menurut Anang, upaya penangkapan akan dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian terkait dan kerja sama dengan negara tempat MRC diduga berada. “Yang jelas penyidik akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk negara tetangga yang diduga menjadi lokasi keberadaan yang bersangkutan,” tegasnya.

 

Di sisi lain, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimip) mencatat, MRC telah meninggalkan Indonesia sejak 6 Februari 2025 melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan Malaysia. Sejak itu, dia belum pernah kembali.

 

“Perlintasannya terekam. Sejak Februari belum kembali,” kata Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, Rabu (30/7/2025).

 

Untuk mempersempit ruang gerak MRC, paspor taipan minyak itu telah dicabut pada 10 Juli 2025, berbarengan dengan surat cegah tangkal (cekal) dari Kejagung. Pencabutan paspor dilakukan agar status MRC dapat terpantau bila mencoba keluar dari Malaysia atau masuk ke negara lain.

 

Paspornya sudah kami cabut, biar tidak bisa ke mana-mana. Kalau dipakai pasti ketahuan,” tegas Agus.

 

Pihak imigrasi juga berkoordinasi dengan Kejagung dan imigrasi Malaysia. “Kami berharap ada niat baik dari Pemerintah Malaysia untuk membantu proses pengembalian MRC,” ujarnya.

 

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, dengan status DPO dan pencabutan paspor, MRC kini makin terjepit. Meski Kejagung belum mengungkap secara pasti keberadaannya saat ini, tapi seluruh jalur hukum dan diplomatik tengah diupayakan untuk memulangkannya ke Indonesia.

 

"Langkah Kejagung memasukkan MRC ke DPO dan mengajukan red notice ke Interpol diharapkan mempercepat proses penangkapan," kata Fickar saat dikontak Tangselpos.id, Jumat (22/8/2025).

Komentar:
Dprd
ePaper Edisi 22 Agustus 2025
Berita Populer
02
Pajak Saeutikna

Opini | 2 hari yang lalu

04
07
Semen Padang Imbang 1-1 Lawan PSM Makassar

Olahraga | 21 jam yang lalu

10
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit