Menteri PU Bikin Gebrakan
Operator Tol Tidak Standar Siap-siap Dikenakan Sanksi

JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menegaskan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol harus segera diperbarui agar sesuai kebutuhan pengguna. Aturan baru yang ditargetkan terbit akhir tahun ini akan disertai sanksi bagi operator yang tidak memenuhi kewajibannya.
Hal itu disampaikan Dody dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Dody menegaskan, SPM jalan tol bakal diperbarui akhir tahun ini. Aturan baru tersebut nantinya tidak hanya mengatur kenyamanan pengguna jalan, tapi juga menyertakan sanksi bagi operator yang abai.
Menurutnya, SPM yang berlaku sekarang sudah terlalu lama dipakai, karena masih mengacu pada Peraturan Menteri PU Nomor 16 Tahun 2014. Padahal, kondisi lapangan sudah jauh berbeda.
Politisi Partai Demokrat itu menilai, pembaruan aturan menjadi keharusan agar pelayanan jalan tol tetap sesuai perkembangan zaman. Saat ini, aturan turunan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2024 sudah masuk tahap prakarsa sejak Februari lalu.
“Evaluasi SPM masih menggunakan peraturan lama, padahal kebutuhan di lapangan sudah berubah. Aturan baru ini ditargetkan selesai Desember 2025 dan bisa langsung dipakai,” jelas Dody.
Aturan baru ini tidak hanya memperbarui standar pelayanan, tapi juga mempertegas sanksi bagi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang tidak memenuhi kewajiban.
Dody menegaskan, sanksi itu sudah tercantum di Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2024. Mulai dari teguran tertulis, penundaan penyesuaian tarif, denda administratif, sampai pencabutan perjanjian pengusahaan jalan tol.
Meski begitu, tidak dirinci jenis pelanggaran yang akan langsung kena sanksi berat. Dia hanya menegaskan semangatnya adalah memperkuat disiplin pengelola tol agar masyarakat lebih terjamin kenyamanannya.
Masalah di lapangan memang cukup banyak. Salah satu yang cukup bikin pusing adalah maraknya kendaraan dengan muatan berlebih atau dikenal dengan istilah Over Dimension Over Loading (ODOL). Menurut data Jasa Marga, sekitar 19,27 persen kendaraan Golongan I terbukti kelebihan muatan.
Sementara, data Hutama Karya menunjukkan lebih parah lagi. Selama 2023 sampai 2024, ada 5,5 persen kendaraan Golongan II yang kelebihan muatan, 41,8 persen Golongan III dan 28,5 persen Golongan IV.
Angka itu bikin kondisi jalan cepat rusak, antrean makin panjang dan biaya perawatan melonjak tinggi.
Kondisi ini jelas membuat pemeliharaan jalan terganggu dan berimbas pada standar pelayanan minimal,” ujar Dody.
Masalah lain muncul dari sisi lalu lintas. Dody menyebut, masih ada banyak ruas tol yang trafiknya jauh di bawah perkiraan awal. Kondisi itu membuat pemasukan BUJT tidak sesuai harapan, sementara biaya pemeliharaan tetap harus keluar.
Masih ada ruas tol yang realisasi lalu lintasnya di bawah 50 persen dari asumsi dalam perjanjian. Akibatnya, BUJT kesulitan membiayai pemeliharaan,” kata Dody.
Berdasarkan catatannya, ada 21 ruas tol dengan trafik rendah. Beberapa di antaranya cukup besar, seperti Tol Manado-Bitung, Tol Sigli-Banda Aceh, Tol Semarang-Demak, hingga Tol Yogyakarta-Solo-Kulonprogo. Jalan tol dalam kota Jakarta pun ikut masuk daftar karena trafiknya di bawah ekspektasi.
Kondisi ini berpotensi membuat pendapatan tol tidak sebanding dengan biaya operasional dan pemeliharaan. Jika dibiarkan, standar pelayanan bisa makin turun. Pemerintah pun terus memantau agar ada solusi, baik lewat evaluasi konsesi maupun skema dukungan lain.
Selain dua masalah tadi, dia juga menyinggung sistem bayar tol nirsentuh atau Multi Lane Free Flow (MLFF). Sistem berbasis Global Navigation Satellite System (GNSS) ini untuk pelayanan lebih baik kepada masyarakat.
Sistem tersebut sebenarnya digadang bisa bikin transaksi tol lebih praktis. Tapi hingga sekarang, penerapannya masih tersendat.
Dody menanggapi singkat soal MLFF. Dia bilang, sistem itu masih dalam tahap kajian dan belum ada pembicaraan lanjut dengan DPR maupun pengelola tol.
Sudah lama temuan BPK itu. Nggak ada, nggak ngomong MLFF,” ucapnya, singkat.
Yang dimaksud Dody adalah temuan BPK yang menilai sistem MLFF belum siap. Dalam laporan hasil pemeriksaan, BPK menyebut studi kelayakan sistem itu tidak memadai. Teknologi GNSS dinilai berpotensi gagal jika dipaksakan masuk ke ekosistem jalan tol Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Marga Roy Rizali Anwar mengatakan, penyusunan parameter sanksi administratif sudah disiapkan.
Intinya, sanksi akan lebih tegas,” jelas Roy.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 19 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu