Klaim Pengelolaan Keuangan Daerah Terbaik
JAWA BARAT - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi berharap, Pemerintah Pusat tak menunda dan memangkas penyaluran dana Transfer Keuangan Daerah (TKD), bila Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki kinerja baik.
Dia menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar memiliki komitmen menjaga tata kelola keuangan daerah, serta berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Dedi mengungkapkan, Pemprov Jabar mengubah pola belanja rutin agar belanja pembangunan berdampak langsung pada masyarakat. Contohnya, pihaknya melakukan peningkatan signifikan terhadap alokasi anggaran pembangunan jalan dari sekitar Rp 400 miliar menjadi Rp 30 triliun.
“Kami hidup prihatin, tanpa pengawalan, tanpa mobil dinas, tanpa baju dinas, tanpa perjalanan dinas. Semua efisiensi itu dilakukan agar dana publik benar-benar kembali untuk rakyat,” ujar KDM, sapaan Dedi Mulyadi, dalam keterangannya, Minggu (26/10/2025).
KDM juga kembali menyinggung tentang informasi bahwa dana mengendap Pemprov Jabar mencapai Rp 4,1 triliun. Dia menegaskan, per 17 Oktober 2025, posisi kas daerah Provinsi Jabar tercatat Rp 2,4 triliun, dan itu merupakan dana berjalan untuk kebutuhan rutin layanan publik, seperti pembayaran kontrak-kontrak pembangunan, dan gaji pegawai.
“Kalau disebut mengendap, harusnya sampai tanggal 17 Oktober, uang itu tidak bergerak. Tapi, setiap hari ada arus masuk dan keluar. Jadi, itu bukan dana mengendap,” terang politisi Partai Gerindra itu.
Menurut KDM, pihaknya juga telah mendatangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta, Jumat (25/10/2025). Kedatangannya ke kantor auditor negara itu bertujuan untuk memastikan alur kas Pemprov Jabar berjalan sesuai ketentuan dan prinsip tata kelola yang baik.
“Secara politik, Pemprov bertanggung jawab kepada DPRD. Tapi, secara sosial dan faktual, tanggung jawab itu melekat kepada masyarakat, sebagai penerima manfaat dari setiap kebijakan dan program yang dijalankan,” cetusnya.
Lebih lanjut, KDM mengklaim, tata kelola keuangan Pemprov Jabar diakui secara nasional oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dia mengungkapkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menyebut, Jabar sebagai provinsi terbaik dalam realisasi pendapatan dan belanja daerah terbaik, dengan capaian pendapatan 73 persen dan belanja 66 persen.
“Hal itu disampaikan Mendagri di Jakarta, pada 20 Oktober 2025 lalu. Pengakuan itu memperkuat reputasi Jawa Barat sebagai daerah dengan tata kelola keuangan terbaik nasional, kami menjaga harkat dan martabat kepemimpinan daerah yang berkomitmen pada belanja pembangunan,” tuturnya.
Sebab itu, KDM mendesak, kebijakan pemangkasan TKD tidak diterapkan terhadap daerah yang telah menunjukkan kinerja baik. “TKD boleh dikurangi kalau kinerja kami buruk. Kalau kami sudah bekerja keras mengelolaan keuangan secara baik, jangan dong,” ucapnya.
KDM menambahkan, jika sampai akhir 2025 Pemprov Jabar tetap konsisten dalam pengelolaan keuangan dan realisasi pembangunan, pihaknya akan menagih hak dana transfer sesuai dengan kinerja.
Kalau kinerja kami baik, belanja baik, kemiskinan menurun, ekonomi tumbuh, dana transfer itu harus diberikan. Itu hak daerah,” tandasnya.
Sebelumnya, sebanyak 18 gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mendatangi kantor Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, di Jakarta, Selasa (7/10/2025). Mereka memprotes rencana pemotongan TKD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2026.
Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, termasuk di antara para pemimpin daerah yang menghadiri pertemuan. Para kepala daerah menilai, kebijakan pemotongan akan menambah beban daerah, terutama dalam hal pembiayaan pegawai dan pembangunan infrastruktur.
Dalam pertemuan dengan Menkeu Purbaya, Gubernur Maluku Utara (Malut), Sherly Tjoanda, didapuk sebagai juru bicara mewakili para gubernur. Sherly menegaskan, seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) menolak kebijakan pemotongan TKD yang dianggap terlalu besar dan berdampak luas pada pembangunan.
Semuanya tidak setuju, karena ada beban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), serta janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan, rata-rata setiap daerah sekitar 20–30 persen untuk level provinsi, itu berat,” ujarnya.
Dia menambahkan, banyak daerah kesulitan menjaga keseimbangan antara belanja pegawai dan pembangunan infrastruktur, lantaran pemotongan tersebut.
“Kalau transfernya dikurangi, mau tak mau daerah memotong program lain. Padahal, masyarakat menunggu janji-janji pembangunan yang kami sampaikan,” imbuhnya.
Senada, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf menyatakan, kebijakan pemotongan TKD berpotensi menghambat pemerataan pembangunan di daerah.
“Aceh punya kebutuhan khusus, terutama untuk pembangunan infrastruktur pasca rekonstruksi. Kalau anggaran dipotong, banyak program yang akan tertunda,” ujarnya.
Mualem, sapaan Muzakir Manaf mengungkapkan, anggaran daerahnya dipotong hingga 25 persen, dengan potongan terbesar berada pada Dana Bagi Hasil (DBH). “Dampak krusial lainnya, beban pembayaran gaji Aparatur Sipil Negara (ASN),” imbuhnya.
Sementara, Menteri Purbaya mengaku memahami aspirasi para gubernur. Namun, dia menegaskan, Pemerintah Pusat harus mempertimbangkan kondisi fiskal negara yang sedang ketat, di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi sepanjang tahun 2025.
Selain itu, Purbaya juga meminta para gubernur berbenah diri terlebih dahulu. Dia menyinggung adanya kelemahan dalam manajemen keuangan daerah, termasuk tingginya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) yang menganggur di bank.
“Kalau uangnya banyak tapi tidak dibelanjakan secara efektif, hasilnya tidak akan terasa bagi masyarakat,” imbuhnya.
TangselCity | 20 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu



