TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Kisah Pengantin Terjebak Banjir Jalan Kaki Ratusan Kilometer, Sehari Tanpa Makan

Reporter: Farhan
Editor: AY
Kamis, 04 Desember 2025 | 10:52 WIB
Banjir di Aceh Selatan. Foto : Ist
Banjir di Aceh Selatan. Foto : Ist

ACEH – Kamis pagi yang dingin, (27/11/2025), hujan semalam belum benar-benar reda ketika Fitri (26) sudah berdandan cantik dengan gaun pengantin putih. Ditemani keluarga dan warga, ia berjalan menuju Musala Al-Muhajirin di Desa Kuta Buloh II, Meukek, Aceh Selatan. Hari itu, ia dijadwalkan menikah dengan pujaan hatinya, Wahyu (26), pria asal Nagan Raya. Penghulu KUA setempat bahkan menempatkan akad mereka sebagai agenda pertama pada pukul 08.00 WIB.

 

Namun waktu terus berjalan. Wahyu tak kunjung muncul. Wajah Fitri yang sebelumnya berseri, perlahan berubah cemas. Orang-orang yang mencoba menghubungi Wahyu dan keluarga mendapati sambungan mati total. Listrik padam, sinyal hilang. Hingga akhirnya penghulu memutuskan beralih menikahkan pasangan lain yang sudah menunggu.

 

Menjelang siang, satu per satu warga dan kerabat mulai meninggalkan musala. Fitri bertahan, meyakini Wahyu—teman seperjuangannya semasa mondok di sebuah pesantren di Aceh Barat Daya—pasti akan datang. Namun hingga azan Dzuhur berkumandang, harapan itu belum juga tiba. Fitri pulang dengan hati gundah, tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

 

Malam harinya, rumah Fitri justru semakin ramai. Saudara dan teman-temannya datang bergantian, menghibur mempelai perempuan yang sempat terkulai lemas dalam ruang gelap akibat listrik padam. Makanan yang sedianya disajikan untuk besan dan rombongan linto—sebutan pengantin pria di Aceh—akhirnya dibagikan ke seluruh tetangga.

Di tengah suasana itu, kabar datang: jalan di Lamie, Nagan Raya, terputus total akibat banjir besar. Jalur utama yang menghubungkan Banda Aceh–Medan itu menjadi satu-satunya akses Wahyu untuk menuju Meukek. Fitri semakin khawatir.

 

Padahal di sisi lain, Wahyu dan rombongan sedang berjuang sekuat tenaga. Puluhan mobil yang membawa mereka mencoba menerobos banjir. Namun air sudah selengan jendela. Satu per satu kendaraan mogok, termasuk mobil double cabin 4x4 yang biasa dipakai menembus hutan sawit.

Sebagian rombongan memilih bertahan. Namun Wahyu, kedua orang tuanya, dan puluhan anggota rombongan lain tidak menyerah.

 

"Kami keluar dari mobil, lalu berenang," kenang Wahyu. Beruntung mereka tidak terseret arus.

 

Sempat menumpang truk besar yang nekat menerobos banjir, perjalanan mereka kembali terhenti karena truk pun mogok. Sekitar 50 orang tersisa, termasuk seorang keuchik. Mereka melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

 

Jarak menuju rumah Fitri masih sekitar 116 kilometer. Perbekalan habis. Mereka hampir sehari penuh tidak makan. Bahkan malam terpaksa dilalui dengan tubuh basah dan lelah. Dua hari berjalan dalam kondisi darurat itu, mereka akhirnya bertemu bus dari Bireuen yang juga terjebak banjir, dan mendapat tumpangan.

 

Wahyu dan keluarga tiba di rumah Fitri pada Jumat (28/11/2025), pukul 14.00 WIB. Kedatangan mereka membuat warga terperanjat. Banyak yang menangis haru melihat kondisi rombongan: baju penuh lumpur, tubuh lemas, wajah pucat.

"Kami belum makan seharian," ujar Wahyu lirih.

 

Keluarga segera menyiapkan makanan dari sisa hidangan resepsi. Warga pun membantu memasak tambahan. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, penghulu langsung datang ke rumah. Tanpa menunda lagi, akad nikah digelar pukul 16.00 WIB dengan penuh keharuan.

 

Tangis pecah. Rasa lega dan bahagia menyelimuti semua yang hadir. Perjuangan panjang Wahyu seakan terbayar lunas saat ia melihat Fitri tersenyum di hadapannya.

 

Selamat menempuh hidup baru, Wahyu dan Fitri — kisah kalian menjadi saksi bahwa cinta kadang menempuh jalan paling berat sebelum sampai pada takdirnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit