TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Penghapusan Honorer Ditolak Kepala Daerah

Ayo, Siapa Lagi Yang Ikut Nolak

Oleh: ASI/AY
Minggu, 26 Juni 2022 | 12:40 WIB
Ilustrasi Aksi demo tenaga honorer. (Ist)
Ilustrasi Aksi demo tenaga honorer. (Ist)

JAKARTA - Keputusan Pemerintah menghapus status tenaga kerja honorer pada November 2023 ditolak dua Kepala Daerah; Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi. Ada lagi yang mau ikut nolak.

Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) merevisi kembali kebijakan penghapusan status tenaga kerja honorer. Dia menegaskan, keberadaan tenaga honorer di lingkungan pemerintahannya masih dibutuhkan.

“Kami Pemerintah Kabupaten Tangerang menyampaikan ke­pada Pj Gubernur Banten untuk merevisi kembali peraturan dari KemenPAN-RB terkait penghapusan tenaga honorer itu,” kata Zaki di Tangerang, Kamis (23/6).

Dia mengatakan, penghapusan tenaga honorer akan berdampak besar terhadap pelayanan publik. Apalagi di sektor pendidikan yang masih banyak membutuh­kan guru.

“Jadi, biar bagaimanapun tenaga honorer ini dibutuhkan di daerah,” kata Zaki.

Zaki mengaku menerima ban­yak masukkan dari berbagai pihak. Termasuk dari Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) untuk menyampaikan agar rencana penghapusan ten­aga honorer dikaji kembali.

“Pemkab Tangerang sejauh ini belum punya langkah apa pun terkait penghapusan honorer karena butuh dukungan banyak pihak. Jadi, harus bersama-sama agar dilakukan peninjauan kembali aturan penghapusan honorer,” ujarnya.

Sebagai kepala daerah, Zaki akan segera menyampaikan permohonan pengkajian ulang penghapusan honorer kepada Pemerintah Pusat. Sehingga, pros­esnya bisa dipertimbangkan lagi.

“Insya Allah kami akan me­nyampaikan ini langsung,” ungkap Zaki.

Gubernur seluruh Indonesia juga meminta Pemerintah Pusat meninjau kembali kebijakan menghentikan tenaga honorer pada 2023 mendatang. Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi men­gatakan, permintaan itu berdasarkan hasil kesepakatan dalam rapat koordinasi yang digelar April 2022 lalu di Bali.

“Jadi gubernur se-Indonesia memang berharap kebijakan ini ditinjau ulang, karena ini akan berdampak pada kehidupan tenaga honorer yang selama ini menggantungkan hidupnya di pekerjaan ini,” kata Mahyeldi.

Diketahui, rencana menyetop tenaga honorer di lingkungan Pemerintah mulai 2023 diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kemudian dilanjutkan dengan ter­bitnya Surat Edaran (SE) Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 yang di teken oleh MenPAN-RB Tjahjo Kumolo.

“Bakal terganggu jika tenaga honorer dihapus di lingkungan pemerintahan. Ada 12.417 tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat,” tandas Mahyeldi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta publik tidak perlu mencari siapa yang salah dalam polemik penghapusan honorer. Saat ini, pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai non-aparatur sipil negara (non-ASN) di instansi Pemerintah untuk percepatan transformasi sumber daya manusia.

“Tentunya, tanpa menghilang­kan sisi kemanusiaan dan meri­tokrasinya,” tegas Mahfud MD yang menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) ad interim.

Mahfud menerangkan, PP Nomor 49 Tahun 2018 telah mem­berikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi ASN maupun PPPK. Tentu, dengan syarat atau ketentuan yang sudah diatur berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.

“Instansi Pemerintah Pusat dan daerah harus melakukan pemetaan terkait pegawai non-ASN yang bisa diikutsertakan dalam seleksi CPNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Namun, pegawai non-ASN ju­ga bisa diatur melalui skema alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasi tidak memenuhi syarat sebagai ASN. Pegawai yang bisa masuk dalam tenaga alih daya ini di antaranya kata Mahfud adalah pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan.

Skema ini, lanjutnya, dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan. “Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi CPNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu 28 November 2023,” ungkap Mahfud.

Netizen setuju jika penghapu­san tenaga honorer dikaji ulang. Selain itu, Pemerintah diminta memperbaiki kinerja PNS yang saat ini belum bisa melayani masyarakat dengan baik.

Akun @VIPNetizen mengatakan, penghapusan tenaga honorer perlu dikaji ulang karena akan ber­dampak negatif terhadap pelayan­an masyarakat. Dia menyarankan Pemerintah Pusat sekali-kali tu­run ke bawah, datangi instansi-instansi garda terdepan pelayanan masyarakat seperti sekolah, kelu­rahan, desa, dan lain-lainBanyak di sana tenaga honorer.

“Sebaiknya sebelum mem­buat kebijakan dikaji terlebih dahulu secara komprehensif. Kalau tenaga honorer dihapus, nasib pelayanan kesehatan dan pendidikan bakal terancam,” kata @kardi13659148.

Akun @syariefhasan mengatakan, tenaga honorer telah banyak mengabdi untuk negara, khusus­nya dalam bidang pendidikan. Menurut dia, soal tenaga honorer merupakan tentang keberpihakan suatu kebijakan. Penghapusan tenaga honorer berdampak pada angka pengangguran.

“Di daerah ada ribuan pekerja yang statusnya masih honorer dari dulu. Honorer boleh diha­puskan, namun tetap dipekerja­kan bukan dijadikan pengang­guran,” kata @upiksibuyung.

Akun @ArifSupriyanto me­minta Pemerintah memperbaiki kinerja PNS sebelum menghapus tenaga honorer. Kata dia, banyak PNS yang kerjanya tidak jelas. Datang ke kantor, baca koran, ngopi, duduk depan laptop, jalan keluar kantor, balik kantor, ngo­brol ngalor ngidul, pulang. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo