TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Mau Tiru Sistem Pendidikan Negara Lain

Calon Dokter Spesialis Mestinya Nggak Bayar

Laporan: AY
Kamis, 30 Maret 2023 | 12:42 WIB
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (Ist)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (Ist)

JAKARTA - Kemenkes membandingkan sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Di negara lain, para calon dokter itu dibayar. Sebaliknya, di sini, para calon dokter itu justru membayar.

Mereka harus membayar uang kuliah ke Fakultas Ke­dokteran (FK) di universitas masing-masing.

“Kalau di negara-negara lain pendidikan dokter spesialis adalah dokternya mendapatkan bayaran dan tidak bayar uang kuliah ke FK,” ujar Menteri Ke­sehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, kemarin.

Sepengetahuan Budi, negara-negara lain tidak mewajibkan calon dokter spesialis untuk membayar ke perguruan tinggi.

Namun, Indonesia satu-satunya negara di dunia yang dokter spesialisnya membayar uang kuliah ke FK.

"Tidak ada di dunia yang dok­ter spesialis itu harus bayar uang kuliah ke FK. Itu yang selalu saya kejar,” cetusnya.

Diingatkan eks Direktur Utama Bank Mandiri ini, sistem pendidikan seperti ini akan ber­dampak secara sistemik.

“Itu yang menyebabkan ini (pendidikan dokter spesialis) jadi mahal dan kurang,” tuturnya.

Eks Direktur Utama PT Inalum (Persero) ini mengatakan, satu solusi yang ingin diterapkan Budi adalah pendidikan dokter spesialis yang tadinya university based berubah menjadi college based (atau berbasis hospital based) atau kombinasi keduanya.

"Saya minta sekarang coba ambil best practice (praktik ter­baik). Please do understand the reason behind (tolong mengerti alasan di baliknya) dan saya boleh di-challenge,” imbuhnya.

Dari informasi yang didapat, pendidikan dokter spesialis sekarang sangat mahal dan su­lit. Hal ini didengarnya dengan menanyakan kepada para dokter spesialis.

“Nggak pernah ada dokter yang bilang masuk jadi dokter spesialis itu murah dan gam­pang, nggak ada. Saya tanya 100 dokter, 200 dokter yang jawab malah bilang sulit dan mahal,” selorohnya.

Budi mencontohkan jumlah lulusan dokter spesialis di Indo­nesia. Rata-rata 10 tahun terakhir 2.900. Kalau rata-rata 4 tahun jalan di saat yang sama maka ada 12.000 dokter untuk 270 juta populasi.

Dia membandingkan dengan jumlah dokter di Inggris. Data Royal College London mencatat, ada 60.000 dokter untuk 60 juta orang.

“Kita 270 juta penduduk, running-nya tuh cuman 12.000 dokter spesialis, kita enggak bisa kejar,” tegasnya.

Sebaliknya, kalau tetap dibuat university based, menu­rut Budi, Indonesia tidak akan bisa mengejar kebutuhan dokter spesialis.

Meski demikian, untuk saat ini Kemenkes berupaya meningkatkan ketersediaan dokter spesialis. Pemenuhan ini di­lakukan karena jumlah dokter spesialis masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dokter umum.

Salah satu negara yang ingin ditiru Budi dalam mengejar jumlah dokter adalah Inggris. Inggris mempunyai rencana ke­butuhan dokter dalam 10 tahun ke depan.

Artinya, terdapat target berapa jumlah dokter yang harus di­penuhi tiap tahunnya selama 10 tahun ke depan dan jenis dokter apa yang dibutuhkan pada tahun-tahun mendatang.

“Soal rencana kebutuhan dok­ter dan rencana produksinya, saya setuju sekali itu. Itu bagus. Saya sekarang sudah lihat, kami jalan (berkunjung) ke Royale College London, kami minta mereka jadi konsultan,” pung­kasnya. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo