TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Gaya Hidup Hedonisme: Sebatas Formalitas atau Menuntaskan Kebutuhan?

Oleh: Dwi Rahmawati
Minggu, 21 Mei 2023 | 07:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

DI masa sekarang ataupun di masa yang akan datang nantinya pasti masyarakat akan selalu dihadapkan oleh berbagai perubahan sosial, mulai dari struktur sosial, tatanan sosial, kebijakan, hingga gaya hidup. Perubahan sosial akan semakin terasa dengan diiringi adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta derasnya arus globalisasi. Satu hal mungkin yang tidak akan bisa kita hindari adalah adanya perubahan gaya hidup, seperti gaya berbahasa, gaya berbicara, gaya berpakaian maupun gaya hidup hedonisme.
Fenomena perubahan gaya hidup dapat terjadi oleh siapapun tanpa pandang bulu, entah itu kalangan remaja, dewasa hingga orang tua dan yang paling sering kita jumpai gaya hidup hedonisme ini telah menyeruak pada masyarakat perkotaan.

Gaya hidup sendiri merupakan cerminan dari kegiatan interaksi manusia secara keseluruhan dengan lingkungan sekitarnya, atau secara lebih gampangnya gaya hidup dapat kita lihat melalui apa yang mereka konsumsi, bagaimana mereka berpakaian, bagaimana tingkah laku atau perilaku mereka terutama dalam hal belanja. Hedonisme mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan material sebagai tujuan dari hidup. Sehingga gaya hidup hedonisme ialah berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas, istilah gampangnya gaya hidup yang suka berfoya-foya dengan membelanjakan sesuatu tidak sesuai kebutuhan.

Gaya hidup hedonisme berkaitan dengan perilaku berbelanja setiap individu, hal ini didukung dengan semakin canggihnya teknologi sekarang ini. Jika dahulu orang-orang akan berbelanja secara langsung di pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, sekarang ini sudah banyak sekali muncul pasar-pasar modern dengan bangunan-bangunan yang lebih kekinian juga produk-produk yang dijual lebih lengkap. Akan tetapi dengan harga yang lebih mahal daripada di pasar tradisional. Dalam hal ini karena pasar modern menyediakan fasilitas yang memadai juga dari segi kebersihan yang terjaga. Pasar-pasar modern yang kita ketahui seperti, Indomaret, Alfamart, Fresh Mart, Carrefour, Superindo dsb. 
Berbelanja di pasar modern untuk memenuhi kebutuhan primer atau kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan memang wajar adanya, tetapi tidak dapat dipungkiri pula kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi pula oleh seseorang yang memiliki gaya hidup cenderung hedonisme karena kebutuhan ini disebut sebagai pelengkap, seperti membeli kendaraan pribadi, barang bermerek, jam tangan mewah dan lainnya.

Sebenarnya kebutuhan sekunder masih wajar untuk dipenuhi apabila untuk menuntaskan kebutuhan di kehidupan sehari-hari. Namun, berbeda ceritanya apabila dibelanjakan hanya untuk gaya hidup baru sebagai sebuah formalitas yang dapat menunjukkan simbol status. Para pelaku yang berbelanja di pasar modern ini biasanya terdiri dari ibu-ibu yang ditemani oleh para suaminya, sedangkan kalangan remaja menginjak pasar lain, seperti pasar online. 

Pasar online yang dimaksud merupakan hasil dari perkembangan zaman yang membawa arus teknologi semakin terdepan. Tidak perlu datang langsung ke tokonya, tinggal pesan dari gadget yang kita punya dan tunggu di rumah barang yang kita beli akan diantar kurir sampai di rumah. Bahkan barang yang tersedia di toko online pun tidak hanya hasil buatan dalam negeri melainkan dapat membeli barang dari luar negeri. Barang yang berasal dari luar negeri cenderung lebih murah dengan kualitas yang bagus maka dari itu siapapun pasti akan tertarik untuk membelinya. 
Sangat praktis memang, tetapi dengan adanya pasar online tidak selamanya membawa dampak positif dari perkembangan teknologi karena dapat membawa gaya hidup hedonisme yang buruk bagi siapapun.

Saking praktisnya kita dapat memesan barang yang kita mau kapan saja dan dimana saja, dalam hal ini membuat kita yang sedang tidak berniat membeli kebutuhan akhirnya membeli karena melihat barang-barang yang unik padahal tidak dibutuhkan sama sekali. Sekarang ini kejadian seperti itu sangat sering kita temui bahkan kita bisa rasakan dampak positif dan negatifnya. Dampak positifnya seperti memudahkan kita dalam berbelanja memenuhi kebutuhan hidup, pilihan barang bervariasi, banyak promo menarik, dan sistem pembayaran yang mudah. Dampak negatifnya, yaitu menjadi konsumtif, boros, menjadi pemalas bahkan bisa menghalalkan berbagai cara yang tidak benar untuk mendapatkan uang agar bisa memenuhi kepuasan diri sendiri dengan berfoya-foya dan pastinya membuat seseorang berperilaku hedonisme. 

Selain dalam konteks berbelanja, gaya hidup hedonisme juga menjangkiti remaja seperti anak sekolah maupun mahasiswa yang sekarang-sekarang ini sering menghabiskan waktunya untuk pergi nongkrong ke coffe shop. Tidak hanya pada malam minggu saja, sepertinya hampir setiap hari jika mereka memiliki waktu luang akan pergi ke kedai makan dengan harga yang cukup mahal bagi kantong para remaja yang belum memiliki penghasilan. Tak jarang mereka membeli sesuatu karena ajakan teman bukan karena kebutuhan jika tidak membeli maka akan timbul perasaan malu sehingga membeli pun menjadi sebatas formalitas belaka bukan untuk menuntaskan kebutuhan hidup. 

Gaya hidup hedonisme ini bisa muncul karena faktor dari dalam diri sendiri ataupun dari luar. Faktor dari dalam diri sendiri (internal) diantara, yaitu karena adanya rasa gengsi untuk tidak berpakaian sesuai dengan status kehidupannya di masyarakat, ingin menyombongkan diri karena memiliki harta yang berlebih, atau sekadar ingin mencapai kepuasan tersendiri bagi dirinya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri (eksternal), adanya lingkungan yang mendorong sikap seseorang untuk bergaya hidup hedonisme (misalnya seorang ibu mengikuti grup arisan yang terdiri dari ibu-ibu sosialita sehingga mau tidak mau ia harus mengikuti gaya hidup yang mewah dari ibu-ibu tersebut). 

Gaya hidup merupakan sebuah dunia yang modern, jadi siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan ideologi tentang gaya hidup untuk mengekspresikan perilaku atau tindakannya sendiri. Seperti kita ketahui di negara-negara berkembang, termasuk negara kita terutama dalam masyarakat perkotaan kebutuhan hidup sehari-hari atas produk material terus meningkat, berangkat dari hal tersebut sebagian masyarakat akan termakan oleh iklan-iklan promosi dari suatu produk yang di iklankan melalui media sosial hingga secara langsung di toko fisik.

Menurut kaum hedonis membeli barang-barang tersebut dapat menunjang kebutuhan akan tren baru untuk perbedaan status sosial. Biasanya juga hedonisme ini kebanyakan terjadi pada kalangan sosial kelas menengah ke atas, karena dalam mengekpresikan keinginannya pasti harus mengeluarkan banyak biaya apalagi dengan adanya rasa gengsi yang hadir setiap saat.  
Dalam masyarakat perkotaan cenderung lebih memiliki sikap hedonisme dibanding masyarakat pedesaan yang lebih memiliki sikap sederhana dalam konteks membeli keperluan. masyarakat perkotaan seperti kita ketahui mereka merupakan masyarakat yang telah lebih dulu maju dalam hal pemikirannya (rasional) ataupun dalam hal akses penerimaan informasi secara cepat. Berangkat dari hal tersebut berkaitan dengan teori modernisasi menurut Rogers (1976) bahwa modernisasi merupakan proses perubahan yang terjadi secara cepat dimana individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup yang lebih kompleks dan maju secara teknologis. 

Selain itu gaya hidup hedonisme ini lebih cenderung kepada budaya barat sebab hedonisme juga merupakan turunan dari liberalisme yang lahir di barat dengan konsep menitikberatkan pada kebebasan berperilaku individu. Secara sadar hedonisme ini selain merupakan hasil dari modernisasi juga pengaruh dari adanya arus globalisasi, dimana jalannya globalisasi ini bentuk dari perluasan modal negara maju ke negara berkembang secara cepat sehingga terjadinya penyeragaman dunia.

Dapat kita lihat setiap produk dari berbagai negara bebas keluar masuk di setiap negara yang mengakibatkan terbentuknya perilaku individu yang konsumtif akibat dari ekspansi pasar yang sangat besar dan luas. Gaya hidup yang hanya memikirkan gengsi sebatas formalitas belaka membawa kondisi dimana kesenjangan sosial terlihat jelas karena mereka akan mendominasi untuk mempengaruhi individu lain, tak dapat dipungkiri pula kalangan ke atas yang hedonis ini menindas kalangan menengah kebawah sehingga akan terjadi interaksi komunikasi yang negatif.  
Setelah kita mengetahui bahwa gaya hidup hedonisme merupakan sikap buruk yang kebanyakan membawa dampak negatif, kita perlu mengetahui bagaimana mengatasi gaya hidup ini. Banyak cara yang dapat kita coba terapkan, seperti membentuk pola pikir kita untuk tidak konsumtif dengan mengubahnya menjadi kegiatan yang lebih produktif, kemudian membuat susunan belanjaan sesuai dengan urutan kebutuhan yang prioritas, membatasi diri untuk tidak terus-menerus melakukan self reward, mencatat pengeluaran dan menyusun rencana keuangan jangka panjang, selektif memilih circle pertemanan.

Cara yang terakhir ini bukan bermaksud untuk berteman secara pilih-pilih melainkan selektif untuk mencari teman yang tidak bergaya hidup hedonisme supaya diri kita sendiri mendapat sugesti yang positif seperti gaya hidup yang sederhana saja membeli sesuatu memang untuk menuntaskan kebutuhan hidup sehari-hari.
Gaya hidup hedonisme merupakan hasil dari perubahan sosial dengan derasnya arus modernisasi dan globalisasi. Gaya hidup ini cenderung sebatas formalitas dengan berbelanja serta berfoya-foya tidak untuk menuntaskan kebutuhan pokok hingga kebutuhan hidup sehari-hari. Hanya berfokus untuk mencari kesenangan sebagai tujuan dari hidup, penganut hedonisme dapat kita lihat cenderung lebih mementingkan penampilan fisik dibandingkan hal lain yang sebenarnya lebih penting. Dengan penampilan fisik yang menonjol mereka berharap dapat membuat orang lain kagum dan terlihat glamor hingga mendapat kesan fancy yang modern dimana tidak bisa di ikuti oleh semua orang. 

Maka berbelanjalah sesuai kebutuhan, bukan sebatas formalitas memenuhi gengsi. Jika kita sudah dalam lingkaran hedonisme segeralah mencoba keluar dari lingkaran tersebut. Kita dapat mengubah gaya hidup tersebut dengan lebih bersikap sederhana membeli sesuatu sesuai kebutuhan jangan terlalu konsumtif, atur juga masalah keuangan yang kita miliki agar dapat mengetahui jumlah pengeluaran dan pemasukan mengingat jalan hidup kita sebagai seorang remaja masih panjang untuk menyiapkan masa depan yang belum dapat kita pastikan terjamin aman secara material atau tidak. Jangan sampai dengan mengikuti gaya hidup ini dapat merusak perencanaan keuangan sesuai kebutuhan menjadi tidak seimbang sehingga membawa dampak buruk bagi kehidupan.

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Datuk ITB
Sabtu, 23 November 2024
Foto : Ist
Jangan Ada Lagi Makelar Proyek
Sabtu, 23 November 2024
Dahlan Iskan
Kokkang Ibunda
Jumat, 22 November 2024
Dahlan Iskan
Critical Parah
Rabu, 20 November 2024
Dahlan Iskan
Tafsir Iqra
Selasa, 19 November 2024
Dahlan Iskan
Medali Debat
Senin, 18 November 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo