TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Evaluasi Total Sistem PPDB, Ini Kata DPR

Hilangkan Sekolah Favorit

Laporan: AY
Minggu, 30 Juli 2023 | 11:26 WIB
Wakil Komosi X DPR Hetifah Saifudian. Foto : Ist
Wakil Komosi X DPR Hetifah Saifudian. Foto : Ist

JAKARTA - Komisi X DPR turut mengevaluasi sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 dengan melibatkan kementerian terkait. Evaluasi ini menyusul munculnya berbagai kecurangan yang dilakukan orang tua siswa melibatkan oknum tenaga pendidik.

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, sebagai tahap awal, pihaknya akan menginventarisir lebih dahulu setiap problem yang ditemukan pada PPDB tahun 2023. “Barulah proses evaluasi dilakukan dengan melibatkan instansi terkait,” terang Hetifah, kemarin.

Hetifah menuturkan, sejatinya sistem zonasi ataupun jalur prestasi dalam sistem ­PPDB ini bertujuan agar terjadi peme­rataan sekolah di seluruh wilayah. Sehingga tidak muncul lagi sekolah unggulan atau sekolah favorit di tengah-tengah masyarakat.

Sayangnya, istilah sekolah favorit ini tetap muncul. Ini pula yang membuat sistem PPDB masih diwarnai kecurangan di lingkungan sekolah. “Inilah mengapa evaluasi harus dilakukan sebagai proses pembenahan,” tuturnya.

Evaluasi ini, lanjutnya, terkait dengan penerapan sistem zonasi maupun sistem prestasi yang menjadi aspek utama dalam sistem PPDB. “Intinya penerapan PPDB itu selalu di evaluasi, kami akan segera membicarakan hal itu dengan lembaga terkait di pusat,” jelas politisi Fraksi Golkar ini.

Dia bilang, problem yang muncul dalam sistem PPDB ini hampir terjadi di semua wilayah, termasuk di daerah  pemilihannya, Kalimantan Timur (Kaltim). Problem umum yang muncul dalam PPDB ini seperti adanya manipulasi data untuk meloloskan peserta didik dan lainnya. “Inilah yang akan kami sikapi dengan melakukan evaluasi ­untuk penyempurnaan,” terangnya

Karena itu, Hetifah mendorong agar ada kebijakan signifikan menghadirkan pemerataan pendidikan di seluruh kawasan. Pemerataan pendidikan ini tidak hanya dari sarana dan prasarana sekolah, tapi juga menyangkut kualitas sumber daya manusia tenaga pendidik.

Keterbatasan kapasitas sekolah negeri mengharuskan menyebabkan tidak semua yang mendaftar bisa mendapatkan tempat,” tambah dia.

Hal senada dilontarkan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede ­Yusuf. Dede menilai, Kemen­terian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus melakukan ­eva­luasi total sistem PPDB. Laporan dari evaluasi harus ­diserahkan kepada Komisi X DPR paling lambat akhir Okto­ber 2023.

“Sebab persoalan PPDB terkait zonasi ini selalu muncul di setiap tahun ­ajaran baru sejak sistem tersebut ­diberlakukan,” kata Dede Yusuf.

Dia juga mendorong Kemendikbudristek mengubah sistem PPDB zonasi jika masalah PPDB ini tak kunjung tuntas. “Kalau setiap tahun permasalahan ini selalu terjadi, perlu ada perbaikan. Dan kami beri waktu sampai Oktober ini, jika masih belum ketemu solusi, maka ubah sistemnya,” tegas Dede.

Politisi Fraksi Demokrat ini memahami, sistem zonasi pada PPDB ini bertujuan baik, sebagai upaya menghadirkan peme­rataan kualitas pendidikan di Indonesia. Sayangnya, sistem ini malah menimbulkan persoalan baru mengingat tidak semua sekolah memiliki fasilitas ­pendidikan dan kualitas pendidik yang merata. Sehingga akhirnya, banyak orang tua atau wali yang terus berupaya memasukkan anaknya pada sekolah favorit.

Berdasarkan data Kemendikbudristek, jelas Dede Yusuf, permasalahan yang paling banyak dilaporkan yakni jumlah daya tampung atau kuota siswa. Ini menunjukkan bahwa masih terjadi ketimpangan antara jumlah sekolah dengan jumlah siswa yang mendaftar.

“Belum lagi kalau kita berbicara soal dampak sistem agar sekolah mendahulukan siswa dengan batas usia tertentu,” lanjut Dede.

Dia usul agar penerimaan siswa baru dikembalikan ­seperti sistem pendaftaran sekolah terdahulu, yakni seleksi berdasarkan nilai hasil ujian akhir sekolah seperti saat masih ada NEM (Nilai EBTANAS Murni). Namun sistem seperti ini di­seleraskan dengan kebutuhan di masing-masing daerah.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo