TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kualitas Udara Jakarta Memburuk

10 Ribu Warga Diduga Meninggal Akibat Polusi

Oleh: Farhan
Minggu, 30 Juli 2023 | 12:15 WIB
Kondisi Jakarta pada seminggu terakhir. Foto : Ist
Kondisi Jakarta pada seminggu terakhir. Foto : Ist

JAKARTA - Polusi udara di Jakarta kembali memburuk dalam sepekan terakhir. Situs pencatat kualitas udara di kota besar dunia IQAir mencatat Index United States (AQI US) kualitas udara Ibu Kota kerap berada di atas 150 atau berada di zona merah, yang berarti tidak sehat.

Rinciannya, Selasa (25/7), AQI US Jakarta mencapai 164. Lalu, Rabu (26/7) dan Kamis (27/7) mencapai 161 poin. Jumat (28/7) berada di 158.

IQAir menyebut, polutan uta­ma udara Jakarta adalah PM2,5 dengan konsentrasi 47 mikro­gram per meter kubik. Nilai ini 9,4 kali lebih tinggi dari panduan kualitas udara tahunan Orga­nisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Justin Adrian ikut me­nyoroti kondisi ini. Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indo­nesia (PSI) ini mencecar Di­nas Lingkungan Hidup (DLH) dalam rapat kerja membahas dan mengevaluasi laporan Per­tanggungjawaban Pelaksanaan APBD (P2APBD) Tahun Ang­garan 2022 pada Rabu (26/7).

“Bapak tahu nggak berapa jumlah penduduk Jakarta me­ninggal dunia karena polusi udara? Nggak tahu? Ini saya kasih tahu,” kata Justin.

Berdasarkan penelitian Envi­ronmental, Climate and Urban Health Division Vital Strategies Singapura dan tim di jurnal En­vironmental Research and Pub­lic Health Februari 2023, lanjut Justin, sedikitnya ada 111 ribu kematian per tahun di Jakarta.

“Dari 111 ribu kematian yang terjadi di Jakarta, 10 persen atau 10 ribu kematian per tahun itu diduga akibat polusi udara,” jelasnya.

Karena itu, Justin meminta DLH berperan aktif dalam pe­nanganan dan perbaikan kualitas udara.

“Dengan anggaran 5 tahun terakhir Rp 12 triliun, paling tidak (DLH) bisa menjadi pelo­por pengendalian kendaraan bermotor di Jakarta. Tidak hanya sebatas melakukan uji emisi dan lain sebagainya,” katanya.

Sebelumnya, dalam Paripurna Pertanggungjawaban Pelaksa­naan APBD (P2APBD) Tahun Anggaran 2022, Fraksi PSI juga menyoroti polusi udara dan pencemaran lingkungan di Jakarta.

PSI menyebut, akibat kualitas udara yang buruk ini, hampir setiap hari warga Jakarta baik orang dewasa, anak, sampai janin, terpapar polusi secara intens dan berada pada risiko tinggi terpapar penyakit kronis gangguan pernapasan.

“Salah satu penyebab po­lusi udara tersebut disinyalir berasal dari tingginya emisi gas buang kendaraan bermotor serta emisi pembangkit listrik di sekitar Jakarta,” kata Eneng Melianasari yang membacakan Pemandangan Fraksi PSI.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta saat ini, lanjut dia, terdapat 26,4 juta kendaraan bermotor di Jakarta. Angka tersebut belum mema­sukkan kendaraan dari luar Jakarta yang masuk ke Jakarta setiap harinya.

Selain itu, polusi udara juga berasal dari pembakaran ter­buka, terutama sampah dan juga berasal dari hasil buangan industri.

Hal ini menunjukkan ada­nya urgensi khusus terkait pe­nanganan polusi udara dengan kebijakan yang dapat berfokus kepada penanganan emisi dari sumber kendaraan bermotor, penanganan sampah, dan penga­wasan aktivitas industri.

Namun Fraksi PSI meni­lai, hingga saat ini belum ada kebijakan yang komprehensif mengenai penanganan polusi udara dari sumber-sumber po­lutan tersebut.

“Sebagai contoh, kebijakan uji emisi yang telah ditetapkan sejak awal 2021 belum berdam­pak luas pada penekanan polusi udara. Karena belum ada pen­egakan hukum yang berarti un­tuk kendaraan yang tidak sesuai standar emisi,” jelas dia.

Fraksi PSI menyayangkan kurangnya peran DLH, yang memiliki anggaran mencapai Rp 4 triliun setiap tahunnya, dalam mengatasi pencemaran dalam skala lebih luas, tidak hanya terkait pencemaran udara saja.

Seperti kasus pencemaran teluk Jakarta akibat tingginya konsentrasi paracetamol yang justru ditemukan oleh peneliti BRIN bersama University of Brighton.

“Ini menunjukkan luputnya peran Dinas Lingkungan Hidup yang seharusnya bertanggung jawab pada pemantauan kualitas lingkungan yang ada di Jakarta,” tandasnya

Belum Optimal

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono me­ngakui pihaknya belum optimal menanggulangi polusi udara.

“Strategi penanggulangan polusi udara sepanjang 2022 hingga saat ini di Jakarta masih belum optimal,” kata Heru di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (24/7).

Namun, Heru mengatakan, Pemprov telah melakukan ber­bagai upaya intervensi aktivitas dari sumber bergerak maupun ti­dak bergerak. Seperti penerapan kebijakan ganjil genap, uji emisi kendaraan, penerapan disinsentif tarif parkir terhadap kendaraan yang belum dan tidak lulus uji emisi.

Kemudian, pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) serta penyediaan bus listrik Transjakarta. Lalu, pe­mantauan industri melalui Con­tinuous Emission Monitoring System (CEMS) dan pemantauan kualitas udara periodik melalui Stasiun Pemantau Kualitas Uda­ra (SPKU) stasioner dan mobile.

Menurut Heru, upaya tersebut efektif untuk meminimalisir polusi udara.

Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto mengungkap­kan, sektor transportasi menjadi penyebab utama buruknya kuali­tas udara Jakarta.

“(Setidaknya) 70 persen pencetus kualitas udara buruk di Jakarta itu dari transportasi. Jadi, kalau ingin memperbaiki kualitas udara, maka kurangi mobilitas menggunakan mobil pribadi,” kata Asep di Jakarta, Rabu (26/7).

Asep menyebut, tingkat mo­bilitas masyarakat yang mulai menguat juga berpengaruh pada tingkat kualitas udara.

“Mobilitas masyarakat meng­gunakan transportasi juga se­makin tinggi. Hal itu sangat berpengaruh terhadap kualitas udara Jakarta,” tutur dia.

Selain itu, aktivitas pem­bangunan infrastruktur dan konstruksi di Jakarta juga turut mempengaruhi kualitas udara.

“Pembangunan Jakarta bi­asanya tengah tahun hingga akhir sedang tinggi-tingginya, sehingga pembangunan kon­struksi pun sangat berpengaruh terhadap kualitas udara,” ucap­nya.

Memburuknya kualitas udara ini, lanjut Asep, juga disebabkan cuaca yang memasuki musim kemarau.

“Sekarang sampai September musim kemarau, sehingga polusi semakin tinggi,” tandasnya

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo