TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Diungkap Mantan Ketum Dan Eks Wapres, Harga Kursi Ketum Golkar 600 M

Laporan: AY
Selasa, 01 Agustus 2023 | 08:58 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Ditengah rame berita Luhut Pandjaitan dan Bahlil Lahadalia siap jadi Ketum Golkar, mantan Ketum Golkar yang juga mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) membocorkan syarat untuk bisa menakhodai partai berlambang beringin itu. Kata JK, politisi kere akan sulit jadi Ketum Golkar. Sebab, biaya untuk jadi Ketum Golkar itu, sangat mahal: antara Rp 500-Rp 600 miliar. Wow fantastis!!!

JK berbagi pengalaman soal dirinya yang pernah menjabat sebagai Ketum Golkar periode 2004-2009. Pengalaman itu, disampaikan JK saat menjadi pembicara dalam sebuah seminar yang  bertajuk "Pemuda untuk Politik" yang digelar Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Awalnya, JK menceritakan prosesnya terjun ke dunia politik, dan meninggalkan dunia usaha untuk menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Hingga akhirnya, dia terpilih sebagai Ketum Golkar setelah memenangi Pilpres 2004 sebagai Wakil Presiden bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut JK, posisi Ketum Golkar biasanya diisi oleh pimpinan negara. Jabatannya sebagai Wapres, diakui JK, jadi salah satu faktor dirinya bisa melenggang menduduki kursi orang nomor 1 di Partai Golkar.

Tak hanya latar belakang jabatan, kata JK, ongkos politik untuk maju sebagai Ketum Golkar juga penting. Meskipun sebagai Wapres, JK mengaku tidak gratis bisa terpilih sebagai Ketum Golkar. Namun, biaya yang dikeluarkan saat itu, tentu tidak sebesar saat ini.

Waktu itu, ongkosnya hampir kecil sekali. Kalau sekarang Anda mau jadi ketua Golkar, jangan harap kalau anda tidak punya modal Rp 500-600 miliar," ungkap JK.

Namun, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) menuturkan, biaya politik untuk menjadi ketua umum tidak hanya terjadi di Golkar saja. Menurutnya, fenomena seperti ini juga terjadi di partai lain. Kecuali, di partai yang pendirinya masih hidup, seperti PDIP dan NasDem.

Kenapa biayanya besar banget? Menurut JK, ongkos politik dibutuhkan untuk kepentingan konsolidasi kader. Mengumpulkan ribuan kader dari berbagai daerah, kata dia, memerlukan biaya yang besar..

Tapi (berlaku untuk) partai yang sudah go public, artinya pemilihannya itu butuh biaya besar,” pungkasnya.

Untuk diketahui, pasca JK lengser, nakhoda yang berhasil menduduki kursi Ketum Golkar berasal dari orang-orang berduit. Mulai dari Aburizal Bakrie, Setya Novanto dan kini Airlangga Hartarto. Ketiganya selain dikenal sebagai politisi senior Golkar, juga berasal dari kalangan pengusaha kakap. 

Kini, ada 3 nama yang siap menggantikan posisi Airlangga. Mereka adalah Luhut, Bahlil dan Bambang Soesatyo. Saat ini, ketiga nama itu memiliki jabatan yang strategis di pemerintahan dan lembaga. Selain itu, ketiganya juga dikenal memiliki harta kekayaan yang tidak sedikit.

Benarkah jadi Ketum Golkar harus dari kalangan konglomerat? Ketua DPP Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno Laksono enggan menjawabnya. Dia tidak mau berkomentar banyak soal pernyataan JK, karena yang bersangkutan sudah dianggap sebagai mentor oleh seluruh kader Golkar.

“Pak JK kami doakan sehat selalu, karena beliau menjadi panutan kita semua,” ungkapnya, semalam.

Sementara itu, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta membenarkan omongan JK. Kata dia, hal yang umum di dunia politik, untuk menjadi Ketum Parpol harus sediakan modal yang besar.

“Ini sangat miris, tapi benar terjadi. Harusnya praktek politik seperti ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus," kata Kaka.

Hal senada disampaikan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil. Dia bilang, pernyataan JK mengonfirmasi bahwa ada tantangan yang sangat berat untuk mewujudkan demokrasi di internal partai politik. Hanya yang berkantong tebal saja yang bisa menduduki posisi puncak di partai politik.

“Itu yang menghambat jalannya demokrasi di internal partai,” kritik Fadli. 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo