TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Diungkap Kepala BMKG

Hampir Seluruh Wilayah Terancam Kekeringan

Laporan: AY
Senin, 07 Agustus 2023 | 10:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA - Bencana kelaparan di Papua Tengah akibat cuaca ekstrem, berpotensi merembet ke daerah-daerah lain. Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, hampir seluruh wilayah Indonesia terancam kekeringan. Waspadalah...waspadalah..., bila tidak segera diantisipasi, ancaman kelaparan bisa terjadi di banyak tempat.

Dwikorita menegaskan, pihaknya tidak sedang menakut-nakuti masyarakat. Sejak Februari 2023, pihaknya sudah mengeluarkan warning soal El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) Positif yang dapat mengakibatkan curah hujan bulanan makin rendah dan menimbulkan kekeringan

“Sudah disampaikan ke Pemerintah Daerah yang berpotensi terdampak dan dikoordinasikan langkah-langkah atau aksi antisipasinya dengan pihak-pihak terkait sejak bulan Februari,” ujar Dwikorita, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Wilayah mana saja? Kata dia, wilayah pertama yang diprediksi mengalami kenaikan suhu adalah Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain itu, paparan suhu panas juga meliputi wilayah lainnya seperti di Pulau Sumatera bagian Tengah dan Barat, hingga ke Pulau Kalimantan. “Jadi hampir merata,” ungkapnya.

Memasuki pertengahan Juli, kata Dwikorita, cuaca panas mulai bergeser ke wilayah Indonesia Tengah, Lampung, sampai ke Papua. Namun, tidak seluruh Papua akan terkena dampaknya. “Hanya sebagian, termasuk daerah Puncak (Papua Tengah) itu, sudah diprediksi sejak Juli bakal kekeringan,” jelasnya.

Dwikorita menambahkan, wilayah Kalimantan dan Sulawesi juga bisa mengalami fenomena cuaca ekstrim pada akhir bulan Agustus. Dia pun mengingatkan, jika tidak ada rencana penanggulangan yang tepat, bisa membuat lahan pertanian kering yang berujung bencana kelaparan.

“Jika kekeringan yang tidak diantisipasi atau dimitigasi dengan tepat, dapat mengakibatkan gagal panen,” ungkapnya.

Sebagai antisipasi bencana kekeringan, pada bulan Februari, Dwikorita mengaku sudah mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo yang ditembuskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Kementerian PUPR sebagai bentuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan.

Waktu itu, Kementerian PUPR diminta menyiapkan sejumlah infrastruktur sumber daya air untuk menyimpan dan menampung curah hujan di danau atau waduk. Kemudian, mendata sumur bor mana saja yang bisa digunakan untuk mencari persediaan air bersih. Jika ada daerah-daerah yang mengalami kekeringan.

“Karena diprediksi tahun ini lebih kering dari tiga tahun terakhir,” ujarnya.

Selain itu, ada juga penerapan teknologi cuaca, untuk menggeser turunnya hujan di lahan yang berpotensi mengalami kekeringan. Seperti di lahan gambut di Riau, Kalimantan, Sumatera Selatan, hingga Jambi.

Jadi ada persiapan, bahkan dalam rapat terbatas, Presiden monitoring langsung dengan Menko terkait, untuk melihat seberapa jauh kesiapan dan penanganannya,” ungkapnya.

Dwikorita menjelaskan, suhu panas ekstrim yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, tidak hanya disebabkan oleh El Nino.

Namun, ada faktor IOD Positif. Yakni, fenomena iklim di Samudra Hindia yang menyebabkan daerah di sekitarnya mengalami anomali cuaca.

Dijelaskan, suhu permukaan air laut di wilayah Samudra Hindia dan Pasifik, Ekuator Tengah, dan Timur punya suhu air lebih hangat ketimbang wilayah Indonesia. Sehingga, bentukan awan hujan jauh lebih masif terjadi di Samudra Pasifik.

Hal serupa juga terjadi di Samudra Hindia yang membuat uap air di Indonesia tersedot, dan menyulitkan pembentukan awan hujan. Dengan demikian, curah hujan di Indonesia makin sedikit. “Itu yang bikin kering sampai ada kebakaran hutan dan lahan,” ungkapnya.

Sampai kapan El Nino ini jadi ancaman? Berdasarkan prediksi BMKG, lanjut dia, gelombang El Nino akan terus berlangsung hingga akhir tahun. Namun, ada juga kemungkinan Indonesia sudah mulai diguyur hujan pada bulan November. “Diharapkan dampak El Nino akan kalah,” harapnya.

Seperti diketahui, cuaca ekstrem akibat El Nino membuat dua distrik di Papua Tengah, yakni Distrik Agandugume dan Lambewi terjadi bencana kekeringan yang menimbulkan masyarakatnya kelaparan. Ribuan orang mengungsi akibat musibah ini. Bahkan, ada 6 orang warga setempat meninggal dunia karena sakit yang disebabkan dehidrasi dan kekurangan pasokan makanan akibat cuaca yang ektrem yang terjadi beberapa bulan terakhir.

Di tanah Papua, bukan kali ini saja warganya terkena bencana kelaparan. Pada 1982, ratusan warga Jayawijaya, Kabupaten Puncak Jaya, juga mengalami hal yang sama. Lalu, pada 1984 dan 1986, kelaparan kembali berulang dengan jumlah kematian yang juga tak sedikit.

Selain kejadian di 2023, bencana terkini terjadi pada 2022, saat empat orang di Lanny Jaya meninggal akibat kelaparan. Di Kabupaten Puncak sendiri, bencana kelaparan hampir setiap tahunnya terjadi.

Pemerintah di bawah komando Wakil Presiden Ma’ruf Amin sudah bergerak menanggulang bencana kelaparan yang terjadi. Kementerian Sosial dan BNPB sudah mengirimkan bantuan kepada warga yang tinggal di sana. Namun, pengiriman makanan tak bisa dilakukan secara maksimal.

“Cuacanya itu kadang kala berubah secara mendadak, sementara pesawat yang bisa masuk ke sana pesawat kecil, karena landasannya hanya 600 meter,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Hal ini dibenarkah oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini. Menurutnya, bantuan yang dikirimkan Pemerintah tidak bisa langsung ke 2 Distrik yang alami bencana kelaparan paling parah. Bantuan tersebut hanya bisa diletakkan di Lapangan Terbang Sinak. Selanjutnya, bantuan itu baru dikirim ke warga dengan berjalan kaki selama 2 hari 1 malam.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo