TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bawaslu Petakan Daerah Rawan Politik Uang

Penyelenggara Pemilu Kudu Diingatkan Tak Ikutan Nakal

Laporan: AY
Selasa, 15 Agustus 2023 | 09:43 WIB
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty. Foto: Ist
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty. Foto: Ist

JAKARTA - Hasil pemetaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) ditemukan banyak daerah yang masuk dalam kategori rawan politik uang. Nah, salah satu solusi untuk meminimalisir praktik politik uang, yakni dengan memasifkan gerakan moral.

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, pemetaan kerawanan isu politik uang menjadi kebutuhan dalam menghadapi Pemilu 2024. Sebab, potret pelanggaran politik uang relatif tinggi jika berkaca pada pemilu sebelumnya.

“Situasi kekinian, sekarang modus operandinya banyak. Makanya dilakukan pemetaan,” kata Lolly, kemarin.

Pemetaan daerah yang rawan politik uang dikategorikan menjadi daerah dengan kerawanan sangat tinggi dan sedang.

Daerah dengan kerawanan sangat ting­gi adalah Maluku Utara, Lampung, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Utara.

Daerah dengan kerawanan sedang adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pemetaan daerah yang rawan politik uang dikategorikan menjadi daerah dengan kerawanan sangat tinggi dan sedang.

Daerah dengan kerawanan sangat ting­gi adalah Maluku Utara, Lampung, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Utara.

Daerah dengan kerawanan sedang adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Semua orang bertanggung jawab un­tuk tahu soal mitigasi dan pemetaan ini, lalu punya upaya sama yang tepat untuk mencegahnya,” ajak Lolly.

Lolly juga menyoroti pelaku politik uang yang satu di antaranya penyeleng­gara ad hoc. Temuan tersebut terjadi pada rentang 2019 hingga 2020, dan sudah ada putusan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Apa warning-nya buat Bawaslu? Tidak hanya buat Bawaslu, karena kalau penyelenggara berarti dia juga menyang­kut KPU. Warning-nya, kami harus lebih ketat dan kuat lagi memastikan jajaran tak ada yang nakal,” tuturnya.

Lolly mengatakan, masa kerja yang sebentar, dekat dengan kepentingan dan dekat dengan konflik, menjadi alasan ba­dan ad hoc rawan politik uang. Ditambah lagi, gaji penyelenggara ad hoc yang tidak terlalu tinggi.

Dalam posisi seperti itu, maka penye­lenggara ad hoc menjadi sangat rentan se­bagai pelaku politik uang,” tandasnya.

Anggota KPU Parsadaan Harahap mengatakan, pemetaan daerah rawan politik yang dilakukan Bawaslu ini da­pat menjadi peringatan bagi penyeleng­gara pemilu, lembaga negara, maupun masyarakat. Karena itu, semua pihak diharapkan dapat bekerja sama mencegah terjadinya politik uang.

Dia juga berharap, pemetaan ini selaras dengan strategi pencegahan yang konkret dari Bawaslu. Sebab, variasi jenis dan pelaku politik uang semakin beragam.

“Apa mungkin pelakunya melakukan pengkaderan, atau aktor di tingkat lokal yang terlatih, maka bentuknya variatif, dari mulai konvensional sampai sifatnya mengarah kejahatan kera putih,” tutur Parsadaan.

Parsadaan berharap, hukuman bagi pelaku politik uang bisa menimbulkan efek kepada status kekuasaan. Dia menilai, hukuman yang ada seperti kurungan, tidak mampu menimbulkan efek jera.

Ditambah lagi, kata dia, terdapat pan­dangan di kalangan peserta pemilu bahwa lebih baik menang bermasalah daripada kalah terhormat.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2012-2017 Ida Budhiati mengusulkan gerakan moral sebagai salah satu solusi untuk mengakhiri praktik politik uang pada pemilu.

Sebab, menurutnya, masyarakat tidak dapat berharap banyak kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk penanganan politik uang, baik secara administrasi maupun pidana pemilu.

“Saya belum menemukan ada satu putusan yang mendiskualifikasi peserta pemilu dalam Pemilu 2019, sebagai aki­bat politik uang yang kemudian diberi sanksi administrasi,” katanya.

Ida mengatakan, ketiadaan putusan diskualifikasi karena politik uang bukan kesalahan aparat penegak hukum mau­pun Bawaslu. Sebab, regulasi memberi persyaratan yang rumit untuk menjang­kau pelaku dalam isu ini Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).

“Ditambah lagi, undang-undang juga tidak memberi penjelasan yang gamblang terkait TSM tersebut,” kata Ida.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo