Udara Ibu Kota Terburuk Di Dunia
Polisi, Satpol PP, Dishub Rawan Terinfeksi ISPA

JAKARTA - Petugas kepolisian, Dinas Perhubungan (Dishub) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas di lapangan rentan terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat memburuknya udara di Ibu Kota. Untuk mencegahnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta didorong memberikan vitamin dan asupan gizi tambahan untuk para petugas tersebut.
Beberapa hari belakangan, IQ Air selalu menempatkan Jakarta di posisi teratas daftar kota dengan tingkat polusi terburuk di dunia. Indeks kualitas polusi udara Jakarta selalu berada di atas 120 dengan kategori tidak sehat.
IQ Air menyebut, polusi udara di Jakarta pada 2023 diperkirakan telah menyebabkan 8 ribu orang meninggal dunia dan telah merugikan sekitar 2,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 32 triliun. Tak hanya itu, untuk jangka panjang, warga yang biasa menghirup udara kotor akan rentan sakit.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengusulkan petugas yang rawan terpapar polutan karena bekerja di lapangan agar diberikan insentif.
“Sekarang sehat, tapi dalam jangka waktu panjang paparan, polusi udara bisa membuat mereka sakit. Kami akan usulkan agar petugas diberikan insentif,” kata Pras dalam keterangannya, kemarin.
Pras bilang, intensif bisa dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2024. Insentif ini dapat digunakan untuk menambah asupan makanan, vitamin hingga obat-obatan para petugas di lapangan.
“Kita harus berusaha mencegah paparan polusi supaya petugas-petugas kita tetap prima,” ujarnya.
Pras mengatakan, sejauh ini Pemprov DKI terus berupaya mereduksi tingkat polusi udara di Jakarta dengan berkomunikasi intensif dengan kepala daerah penyangga dan instansi terkait.
“Nanti kita tunggu hasilnya dan kebijakan seperti apa yang akan diambil,” tandasnya.
Sementara, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak mengusulkan agar Pemprov DKI mengambil langkah-langkah cepat untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Salah satunya melakukan pembatasan kendaraan pribadi berbahan bakar fosil yang menjadi penyumbang besar polusi udara.
“Kendaraan dengan bahan bakar fosil harus dibatasi dan diarahkan untuk menggunakan sumber energi berbasis baterai atau listrik,” kata Gilbert, Senin (14/8).
Jika tidak dibatasi, lanjut Gilbert, polusi udara di Jakarta semakin meningkat.
Untuk mendorong warga agar beralih ke kendaraan listrik, Gilbert meminta Pemerintah memberikan kemudahan dan insentif bagi para pengguna kendaraan listrik.
“Perbanyak SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum), termasuk di perkantoran-perkantoran atau lokasi parkir kendaraan,” ucapnya.
Selain itu, menurutnya, upaya peningkatan kualitas udara bisa dilakukan dengan optimalisasi layanan transportasi umum. Untuk itu, perluasan trayek hingga percepatan penyelesaian moda transportasi massal Light Rail Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT) harus menjadi fokus.
“Saya berharap LRT Jabodebek bisa segera dioperasikan agar commuter dari daerah sekitar Jakarta bisa menggunakan transportasi umum ini. Semoga tarifnya nanti tidak terlalu mahal agar bisa menjadi daya tarik masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi umum dan beralih ke kendaraan listrik perlu terus dilakukan secara masif. Kemudian, Pemprov DKI bersama instansi terkait harus melakukan secara masif uji emisi kendaraan. Untuk kendaraan yang tidak lolos uji emisi harus diberikan sanksi tegas.
Kualitas udara yang tidak baik bisa menyebabkan gangguan kesehatan. Kemudian, kemacetan yang terjadi bisa menimbulkan kerugian secara ekonomi,” tandasnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengakui pencemaran udara di Jakarta mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir.
Pencemaran udara dan debu ada korelasinya. Artinya, faktor debu memberikan kontribusi terhadap indeks kualitas udara di Jakarta,” kata Sigit saat media briefing di Kantor KLHK, Jakarta Pusat, Minggu (13/8).
Sigit meminta, rujukan untuk mengukur kualitas udara tidak hanya IQ Air, namun sumber informasi lainnya.
Dia menyoroti soal metodologi pengukuran kualitas udara di perkotaan. Menurut Sigit, sensor pengukuran kualitas di udara semestinya tidak boleh terpengaruh dengan gedung-gedung dan pohon-pohon yang berada di sekitarnya. Dijelaskannya, keadaan sensor pengukuran yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan salah data akibat street canyon. Street canyon adalah kondisi di mana angin hanya berputar di sekitar gedung-gedung yang ada di perkotaan.
“Angin tidak bergerak ke mana-mana, ini yang disebut dengan pencemaran dari apitan gedung, yang meningkat sekian kali dari base-nya,” jelas Sigit.
Kondisi tersebut, papar Sigit, diperparah dengan efek kendaraan bermotor yang menyumbang emisi. Sehingga konsentrasi pencemaran udara bisa meningkat 10 kali lipat.
“Itulah kenapa di Jakarta terjadi konsentrasi yang cukup tinggi karena ada fenomena street canyon tadi,” ucap dia.
Untuk mengatasi polusi udara di Jakarta, KLHK telah memberikan delapan rekomendasi. Yakni, pengadaan kendaraan operasional listrik, pengetatan standar emisi menjadi Euro 4, pengadaan bus listrik Transjakarta, uji emisi, peralihan dari angkutan pribadi ke angkutan umum, konversi ke kompor listrik, pengendalian debu dari konstruksi dan larangan pembakaran sampah terbuka.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak menampik kualitas udara Jakarta semakin memburuk. Ditegaskannya, pihaknya sudah berupaya keras untuk menangani masalah tersebut.
“Pemda DKI sudah maksimum ya. Tapi ini nggak bisa (ditangani sendiri). Harus semua (Pemerintah Daerah) Jabodetabek sama-sama menekan polusi,” kata Heru di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/8).
Heru mengaku secara rutin, pihaknya melakukan pemantauan kualitas udara. Dari kegiatan itu terpantau bahwa kualitas udara memburuk pada kurun waktu tertentu dan terjadi di sebagian wilayah saja.
Dia mencontohkan pada Sabtu (12/8/) pukul 15.00 WIB Jakarta sempat menduduki peringkat sembilan dengan nilai 119.
“Namun berselang satu jam setelah 15.00 WIB berada di urutan ke-27, terus negara kita juga hilang dari urutan (daftar),” ujarnya.
Heru bilang, berbagai upaya sudah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk memperbaiki kualitas udara. Salah satunya, mengimbau masyarakat untuk beralih ke transportasi publik.
“Kami menggalakkan transportasi moda umum, kereta umum, LRT, dan lainnya. Namun, ini juga harus sama-sama dengan kebijakan pemerintah pusat untuk kebijakan mengatasi polusi udara,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Pemprov DKI juga terus menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan melakukan penanaman pohon. “Kita tiap minggu ada penambahan RTH di setiap kelurahan.,” tandasnya.
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 22 jam yang lalu
Pos Tangerang | 23 jam yang lalu