TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Putusan MK Bolehkan Kampanye Di Sekolah Dan Kampus Picu Polemik

Retno Listyarti: Seharusnya Dilarang Mutlak Tanpa Syarat

Oleh: Farhan
Rabu, 23 Agustus 2023 | 09:15 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan peserta Pemilu berkampanye di fasilitas Pemerintah dan pendidikan, di sekolah dan kampus, sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye. Putusan ini menimbulkan kekhawatiran praktisi pendidikan.

Putusan MK bernomor 65/PUU-XXI/2023 telah dibacakan pada Selasa (15/8). Putusan itu menguji Pasal 280 ayat (1) huruf h, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait larangan penggunaan fasilitas Pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk kampanye oleh pelaksana, peserta, dan tim kampanye.

Merespons putusan tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu, bakal merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. Kepastian itu disampaikan Anggota KPU Idham Holik.

“Rencananya, KPU segera melakukan revisi terhadap PKPU Nomor 15 Tahun 2023, sebagai tindak lanjut dari putusan MK tersebut,” ujarnya, Selasa (22/8).

Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaos mengapresiasi putusan MK tersebut. Menurut dia, kampanye di lembaga pendidikan, justru dibutuhkan, sebagai sarana pendidikan politik.

“Lembaga pendidikan bisa memaksimalkan upaya mencari tahu visi misi partai politik maupun Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Sehingga, bisa tahu bangsa ini mau dibawa kemana,” ujar Guspardi kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Grup) kemarin.

Namun, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyayangkan dibolehkannya kampanye di lembaga pendidikan. Karena, menurut dia, lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang netral.

“Padahal, selama ini tempat pendidikan dan fasilitas Pemerintah, merupakan ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang untuk dijadikan tempat kampanye,” ujar Retno.

Untuk membahas topik tersebut lebih lanjut, berikut wawancara dengan Retno Listyarti.

Apa alasan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyay­angkan putusan MK itu?

Pertama, menjadi pertanyaan bagi FSGI, apakah kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD dan SMP dibolehkan? Seharusnya tidak, karena siswa TK hingga SMP, belum memiliki hak pilih.

Kedua, di SMA dan SMK pun hanya sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun. Mereka adalah pemilih pemula, yang jum­lahnya cukup besar dan menjadi target banyak calon anggota legis­latif, calon bupati atau calon wali kota, calon gubernur dan calon presiden.

Ada alasan lain?

Selain itu, tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas Pemerintah, seharusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik.

Dengan kata lain, tempat-tempat itu tidak dipakai untuk kepentingan elektoral tertentu. Larangan peng­gunaan tiga jenis sarana tersebut, se­harusnya bersifat mutlak tanpa syarat.

Apakah tempat pendidikan seperti tempat ibadah yang seha­rusnya netral?

Apabila MK berdalil bahwa tem­pat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye, demi politik ideal sesuai Pancasila, begitu pun tempat pendidikan dan fasilitas Pemerintah yang seharusnya netral.

Bukankah kampanye di lembaga pendidikan bisa memberikan pen­didikan politik?

Tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun demikian, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu. Fasilitas Pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepenting­an elektoral tertentu.

Kan dalam putusan MK itu, kampanye dilakukan tanpa atribut?

Itu tidak menghilangkan relasi kua­sa dan uang. Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan. Kondisi tersebut jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya.

Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, ada relasi kuasa. Bahkan, bisa mengguna­kan fasilitas sekolah tanpa mengelu­arkan biaya. Jika menggunakan aula yang berpendingin udara misalnya, maka beban listrik menjadi beban sekolah. 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo