TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Diaspora Pelajar Indonesia, Tantangan Dan Peluang Bagi Kemajuan Bangsa

Oleh: Siti Amaliah
Sabtu, 07 Oktober 2023 | 07:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

WARGA Negara Indonesia yang bermukim sementara di negara asing atau memilih hidup selamanya di sana disebut juga sebagai diaspora Indonesia. Motif mereka menjadi diaspora beragam, mulai dari melanjutkan pendidikan hingga menemukan peluang karier.

Diaspora Indonesia yang beragam latar belakang itu memiliki potensi dan keunggulan yang bervariasi. Bagi diaspora yang melanjutkan pendidikan di luar negeri, pada dasarnya mereka membawa misi intelektual untuk meningkatkan kemampuan menembus cakrawala berpikir di tingkat global, atau sekedar mendapat sensasi belajar baru dengan pergaulan lintas negara.

Diaspora Indonesia yang berstatus pelajar di sana tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI). PPI dunia terdiri atas 62 negara yang tersebar dalam tiga kawasan, yakni Asia-Oseania, Amerika-Eropa, dan Timur Tengah-Afrika. PPI pada masing-masing negara yang dihuni diaspora Indonesia memiliki kultur dan visi yang berbeda sesuai dengan kondisi sosio-intelektual di sana.

Apabila ditinjau secara historis, diaspora Indonesia dari kalangan pelajar ini mirip atau bahkan cerminan dari perkumpulan pemuda pada Kongres Pemuda Kedua tahun 1928 yang kemudian menghasilkan Sumpah Pemuda. Kongres itu berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan para pelajar dari penjuru Indonesia.

Kongres Pemuda saat itu memiliki tujuan untuk memupuk rasa persatuan dan solidaritas kebangsaan Indonesia yang tertanam di dalam benak pemuda-pemudi Indonesia. Anggota Kongres Pemuda berasal dari ragam daerah dan etnis. Ada yang berasal dari pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, hingga Ambon.

Kumpulan berbagai daerah dan etnis yang berlatar belakang kaum terpelajar dalam Kongres Pemuda kemudian berkembang menjadi diaspora pelajar Indonesia saat ini. Belakangan, fenomena pelajar Indonesia yang berbondonng-bondong belajar ke luar negeri bak demam K-Pop yang membludak.

Keberangkatan mereka ke negara tujuan belajar tentu tidak membawa misi kosong. Dalam tingkat universal mereka membawa misi untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengalaman sosial dan intelektual yang mereka lakukan selama di sana menjadi bekal ketika kembali ke Indonesia untuk membangun peradaban masyarakat di sana.

Tantangan Kemajuan

Persoalan besar muncul ketika para diaspora pelajar Indonesia terlanjur nyaman dan tidak ingin pulang ke Indonesia. Lebih parah lagi ketika diaspora yang mendapat kesempatan belajar itu melalui beasiswa LPDP enggan kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Sampai-sampai mereka harus diancam  dengan menerima sanksi apabila tidak mau pulang ke Indonesia setelah studi.

Menurut data mutakhir dari UNESCO Institute for Statistics, pelajar asal Indonesia yang memilih melanjutkan studi di luar negeri sebanyak 53.604 orang selama tahun 2021. Adapun melansir data riset World’s Most Litarate Nations Ranked pada tahun 2016, Indonesia menduduki posisi ke-60 dari 61 negara dalam statistik minat baca. Mungkin saat ini telah mengalami sedikit kenaikan.

Apabila kita membandingkan kedua data sebelumnya, tentu kita dapati adanya kesenjangan (gap) antara kuantitas sumber daya manusia dan kualitasnya. Tantangan selanjutnya untuk membangun peradaban Indonesia adalah cara berpikir sebagian masyarakat Indonesia yang pragmatis. Semuanya dipertimbangkan untuk nilai manfaat yang instan.

Salah satu bentuk cara pandang pragmatis adalah menganggap pendidikan kalah dalam segi finansial ketimbang berdagang atau memainkan peran di bidang teknologi. Sebenarnya ada pola pikir yang harus kita ubah, yaitu baik bergerak dalam bidang teknologi atau bisnis, semua faktor untuk mengembangkan sektor itu ialah dengan belajar.

Tantangan berikutnya ialah corak keilmuan diaspora pelajar Indonesia yang variatif. Sebagaimana PPI Dunia terdiri atas tiga wilayah, yaitu Asia-Oseania, Amerika-Eropa, dan Timur Tengah-Afrika, maka bisa kita istilahkan corak keilmuan para pelajar Indonesia terbagi menjadi Barat dan Timur. Amerika-Eropa sebagai representasi keilmuan Barat, sedangkan Asia-Oseania dan Timur Tengah-Afrika sebagai simbol keilmuan Timur.

Proses pembelajaran di sana tentu berbeda dengan iklim pendidikan di Indonesia. Meski demikian, Indonesia masih bisa beradaptasi dengan keilmuan Barat atau Timur, karena secara antropologis, masyarakat Indonesia pernah dijajah oleh negara Timur (Jepang) dan Barat (Belanda, Portugis, dan lain-lain). Karakteristik mereka tentu lebih fleksibel saat menerima perbedaan.

Peluang Kemajuan

Diaspora pelajar Indonesia sebenarnya memiliki nilai lebih yang tidak dimiliki oleh pelajar Indonesia yang mengenyam pendidikan di dalam negeri. Secara pengalaman empiris, diaspora Indonesia menyerap lebih banyak fenomena warga dunia yang lebih inklusif. Pola pengalaman yang mereka dapatkan bisa diadopsi untuk memajukan peradaban bangsa.

Selain itu, peran diaspora pelajar Indonesia yang  memilih berjuang memajukan kehidupan bangsa di kancah internasional bisa dengan mengampanyekan  tradisi dan budaya Indonesia. Gaya mereka dalam menyebarkan tradisi dan budaya asli Indonesia untuk dikenal dunia menjadi kans Indonesia dipandang lebih bermartabat dan semakin berdaulat.

Peluang untuk memajukan kehidupan bangsa dalam konteks perkembangan zaman saat ini terbilang tidak sulit. Peradaban metaverse, saya menyebutnya demikian. Penggabungan aktivitas antara dunia nyata dengan dunia maya atau digital menjadi peluang untuk mendorong kemajuan bangsa saat ini.

Diaspora pelajar Indonesia masih tetap bisa berkontribusi dalam membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan peradabannya meski jauh di negeri lain. Pertanyaan terbesar bagi diaspora pelajar Indonesia sekarang yaitu, apakah hati mereka terpanggil untuk membangun negeri?

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo