Ingin Pilpres 2-3 Pasang, Banteng Ternyata Butuh Temen
JAKARTA - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kini sudah tidak ngebet lagi mendorong koalisi tunggal di Pilpres 2024. Hasto ingin Pilpres nanti diikuti 2 sampai 3 pasangan calon. Terkait koalisi, PDIP juga ingin menjajaki kerja sama dengan parpol lain. Meskipun sudah punya boarding pass untuk mengusung capres, banteng ternyata butuh teman juga.
Pernyataan itu muncul saat Hasto ditanya apakah PDIP akan maju sendiri tanpa koalisi di Pilpres 2024. Mengingat, PDIP merupakan parpol yang telah memenuhi syarat ambang batas presiden dengan mengantongi 20 persen kursi legislatif.
"Mengingat syarat-syarat menang Pemilu tidak mudah, paling ideal itu 2 paslon atau 3 paslon paling banyak," kata Hasto, di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, kemarin.
Namun soal koalisi, lanjut Hasto, PDIP tidak mau terburu-buru. Alasannya, pembentukan koalisi memerlukan tahapan-tahapan yang tidak sebentar. “Yang jelas kita ingin pemilu itu efisien, efektif, dan mampu melahirkan sosok pemimpin nasional yang hebat," katanya.
Seperti diketahui, Hasto sempat menggegerkan dunia politik dengan melemparkan wacana pembentukan koalisi tunggal. Sebagai partai pemenang pemilu yang punya pengaruh kuat, usulan Hasto itu, tentu saja bikin peta politik berubah. Koalisi maupun penjajakan kerjasama yang sedang dibangun partai-partai, bisa bubar dengan wacana koalisi tunggal.
Memang gagasan ini cukup masuk akal. Hitungannya, koalisi Pemerintah saat ini sudah memiliki 452 kursi di DPR. Alhasil, menyisakan Demokrat dan PKS yang jika digabung hanya berjumlah 104 kursi. Mau tidak mau, PKS dan Demokrat bisa saja bergabung. Atau tidak bisa ngusung calon karena tidak memenuhi syarat presidential threshold. Namun, usulan Hasto soal calon tunggal itu menuai banyak protes.
Kini, dengan mengusulkan pilpres diikuti 2-3 pasang, pendapat Hasto ini disambut baik oleh partai-partai lain. Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, setelah terbentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), terjadi perubahan dinamika politik kontemporer. Menurutnya, saat ini masih ada dua poros yang dapat mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.
Siapa saja? "Yaitu KIB dan PDI Perjuangan," kata Viva.
Menurutnya, saat ini, belum ada koalisi di luar KIB yang digagas Golkar, PAN dan PPP. Kalaupun ada, masih sebatas mengunjungi, komunikasi, dan pendekatan. Belum sampai ke pelaminan politik.
Deputi Bappilu DPP Demokrat Kamhar Lakumani memandang, memang idealnya ada lebih dari dua paslon. Tujuannya, guna menghindari polarisasi di masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada dua Pilpres terakhir.
Menurut Kamhar, Hasto paham hal ini, sehingga PDIP butuh teman. "Jika kemudian masih ada keinginan untuk menghadirkan dua paslon saja demi melayani kepentingan pragmatisme politik untuk berkuasa, tentunya sangat disayangkan dan patut dipertanyakan komitmen kebangsaannya," cetus Kamhar.
Kamhar meminta elit parpol saling menghormati independensi parpol yang tengah berikhtiar membangun komunikasi politik dan koalisi agar Pilpres 2024 lebih demokratis dan berkualitas. Tak elok jika mengatur-ngatur partai lain berkoalisi atau tidak, atau menilai partai lain terlalu cepat bermanuver menuju Pemilu 2024.
"PDIP bisa mengusung sendiri sementara partai lain mesti membangun koalisi. Jadi, skala prioritasnya saat ini berbeda, partai-partai lain mesti bergerak lebih awal untuk memastikan memperoleh tiket," tegasnya.
Ketua DPP PKB Daniel Johan menilai, secara undang-undang, calon tunggal memang tidak memungkinkan. Itulah sebabnya PDIP butuh teman. Bahkan, sesuai persyaratan yang ada, setidaknya ada empat paslon yang bisa berkontestasi.
"Saya rasa itu hal yang baik sehingga rakyat mempunyai pilihan. Dan partai manapun untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil tentu butuh kawan koalisi, dan kita yakini PDIP pun nanti akan membentuk poros koalisi," kata Daniel.
Ketua PP PKS Mardani Ali Sera sepakat dengan pernyataan Hasto. Mengingat, lebih dari dua paslon akan baik untuk demokrasi. "Monggo saja jika PDIP ingin bergabung dengan partai lain. Kenapa berubah? Monggo tanyakan ke Mas Hasto. Tapi kebijakan dan suara yang berubah-ubah tidak baik bagi persepsi publik," ujarnya.
Kenapa Hasto berubah haluan? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menganggap wajar karena ada tokoh potensial selain Puan Maharani. Sehingga sulit bagi PDIP mewujudkan koalisi tunggal. Meski PDIP potensial utamakan Puan karena catatan politiknya yang saat ini sedang baik.
Tiga poros untuk saat ini cukup rasional jika dilihat pembagian presidential threshold. Pertama, koalisi PDIP memungkinkan menarik KIB, atau partai anggota KIB utamanya Golkar dan PPP. Ini bisa mengusung Puan Maharani-Airlangga Hartarto.
Kedua, koalisi Gerindra-PKB. Poros ini masih terbuka ada mitra baru, salah satunya PAN. Tokoh yang diusung bisa Prabowo Subianto-Muhaimin Iskandar. Ketiga, Demokrat, Nasdem dan PKS, dengan konsekuensi tokoh terusung Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono.
"Tiga poros ini potensial mengemuka. Jika terjadi, maka ketiganya seimbang. Puan dengan kekuatan mesin politik PDIP. Lalu Prabowo juga terbukti masih cukup kuat. Dan Anies sejauh ini semakin mengemuka," pungkas Dedi. (rm.id)
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Ekonomi Bisnis | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu