TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pemerintah Kudu All Out Tekan Backlog, Rakyat Miskin Tak Punya Rumah Naik Setiap Tahun

Oleh: HES/AY
Jumat, 12 Agustus 2022 | 12:06 WIB
Komplek Perumahan. (Ist)
Komplek Perumahan. (Ist)

JAKARTA - Pemerintah diharapkan meningkatkan subsidi perumahan rakyat. Sebab, angka backlog di Indonesia belakangan ini meningkat setiap tahun.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Haru Koesmahargyo menyebut, hampir 12 juta orang di Indonesia tidak memiliki rumah. Angka ini merujuk pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, yang menyebutkan angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta. Sebagai informasi, backlog merupakan kesenjangan antara rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat.

Menurut Haru, untuk memperkecil angka backlog perlu sinergi semua pihak terkait. Karena fakta di lapangan, industri yang bergelut di sektor perumahan, termasuk perbankan, saat ini hanya mampu menyediakan 200 ribu hingga 250 ribu unit rumah per tahun.

“Sementara, setiap tahun ada 400 ribu pasangan baru menikah. Mereka pasti membutuhkan rumah sehingga perlu ada perhatian khusus untuk persoalan ini,” tutur Haru kepada Rakyat Merdeka, Selasa (9/8).

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda sependapat dengan bos BTN. Menurutnya, setiap tahun angka backlog perumahan berpotensi semakin tinggi.

Hal itu terjadi tak lepas dari potensi penambahan sekitar 600 ribu penduduk Indonesia setiap tahunnya.

Dia menilai, backlog seharusnya tidak melulu diprioritaskan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Masyarakat kelas menengah yang tinggal ataupun bekerja di wilayah perkotaan, juga butuh hunian layak. Dan, jumlah kebutuhan itu cukup besar.

“Artinya, penyediaan hunian vertikal harus disediakan untuk masyarakat menengah dengan skema subsidi yang berjenjang. Dengan begitu, semua sektor bisa terpenuhi dan akhirnya backlog akan sedikit tertekan,” ujar Ali kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.

Ali mengklaim, dari keseluruhan rumah bersubsidi di Tanah Air, lebih dari 60 persennya dikontribusi oleh pengembang-pengembang anggota REI (Real Estate Indonesia). Apalagi saat ini Pemerintah belum memiliki land bank yang dapat digunakan untuk rumah subsidi.

“Ini mengakibatkan Program Sejuta Rumah masih didominasi oleh pihak swasta. Padahal, konsep public housing seharusnya digarap oleh Pemerintah, bukan swasta. Sehingga dukungan subsidi Pemerintah harus lebih digenjot lagi,” pintanya.

Ali mendorong Pemerintah menyiapkan bank tanah untuk mengatasi backlog. Solusi lainnya, menurutnya, Pemerintah mendorong percepatan hunian kaum pekerja industri. Semua kawasan industri harus didorong membangun hunian vertikal di kawasannya untuk para pekerja.

Ali menyebut, terus meningkatnya harga tanah menjadi kendala pengembang mengatasi backlog. Hal ini menyulitkan pengembang membangun rumah subsidi.

Sehingga, tambah Ali, Pemerintah mesti all out mengatasi masalah di sektor perumahan.

Menurut dia, Pemerintah saat ini kurang berpihak pada sektor perumahan. Hal itu bisa terlihat dari kecilnya subsidi Pemerintah untuk perumahan, mulai dari Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), hingga Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Subsidi itu belum sepadan dengan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang jumlahnya sangat besar.

“Subsidi BBM senilai Rpp 502 triliun dibandingkan dengan subsidi perumahan yang hanya Rp 28 triliun, jelas masih jauh. Minimal harus sebesar Rp 80 triliun per tahun dana yang disiapkan Pemerintah, untuk subsidi perumahan. Dengan asumsi 600 ribu unit per tahun kebutuhan rumah,” ungkap Ali.

Dia yakin, jika Pemerintah berkenan mengerek angka subsidi perumahan minimal Rp 80 triliun, maka angka backlog pasti akan tertutup. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo