Pelemahan Rupiah Sejak Juni, Berdampak Ke APBN
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak awal Juni lalu, cukup berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dampak paling terasa adalah bengkaknya belanja subsidi energi, seperti subsidi listrik, LPG, dan bahan bakar minyak (BBM).
Sepekan terakhir, kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan. Dalam perdagangan di pekan kemarin, rupiah sempat terperosok ke level Rp 16.400 per dolar AS. Pelemahan mata uang Garuda ini, antara lain disebabkan banyaknya investor asing yang kabur dari pasar keuangan Indonesia. Mereka khawatir dengan berbagai isu liar soal kondisi APBN di masa transisi.
Pemerintah sigap menanggapi isu-isu liar tersebut. Senin (24/6/2024), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Thomas Djiwandono atau Tommy Djiwandono menggelar keterangan pers untuk meredam isu liar pelemahan rupiah. Setelah itu, Presiden Jokowi menggelar sidang kabinet khusus membahas pelemahan rupiah.
Kepada wartawan, Sri Mul memastikan, APBN tetap solid di tengah pelemahan nilai tukar rupiah. Dalam kesempatan itu, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengungkapkan sejumlah dampak negatif pelemahan rupiah kepada APBN. Kata dia, pengaruh paling terasa adalah terhadap belanja pemerintah yang memakai mata uang asing seperti untuk subsidi listrik, BBM, dan LPG.
Ketiga subsidi tersebut saat ini mengalami deviasi atau penyimpangan dari asumsi makro tahun ini. Sri Mul mengatakan, selisih subsidi akibat pelemahan rupiah akan ditagihkan Pertamina dan PLN kepada pemerintah.
"Setiap kuartal, kami meminta BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk mengaudit dan kami membayar sesuai kemampuan negara," katanya.
Sri Mul menambahkan, besaran belanja subsidi energi saat ini masih sesuai Undang-Undang APBN 2024, yaitu sebesar Rp 300 triliun. "Nanti kami akan lihat alokasi itu memenuhi berapa banyak volume yang sudah ditetapkan," ujarnya.
Sri Mul menjelaskan, penyebab pelemahan nilai tukar rupiah. Kata dia, pasar saat ini masih melakukan penyesuaian terhadap ekspektasi yang meleset. Pasalnya, bank sentral AS atau The Fed kemungkinan besar mempertahankan suku bunga tinggi hingga akhir tahun.
Padahal, pelaku pasar berharap The Fed akan menurunkan suku bunga empat hingga enam kali pada 2024. Kondisi ini yang membuat pasar negara-negara berkembang semakin tidak stabil (volatile). Termasuk mata uang rupiah yang mengalami depresiasi 6,51 persen secara year-to-date. Sementara negara-negara di Amerika Latin mengalami pelemahan mata uang lebih dalam.
Kata dia, emerging market atau pasar negara berkembang mengalami tekanan berat karena pengaruh pelemahan rupiah, naiknya imbal hasil (yield) surat utang negara, turunnya pasar modal, suku bunga tinggi, dan harga komoditas yang turun.
Indonesia, menurut Sri Mul, masih relatif resilient atau tahan guncangan. "Depresiasi rupiah lebih rendah dibandingkan negara lain. Ini disebabkan kebijakan fiskal kita cukup hati-hati dan prudent," ujarnya.
Sementara, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan, pelemahan rupiah belum berdampak pada sektor riil. Hal tersebut terlihat dari angka inflasi yang masih terjaga. Hingga Mei lalu, inflasi masih di kisaran 2,8 persen.
Apakah pemerintah akan menaikkan harga BBM terkait loyonya rupiah? Airlangga mengatakan, dampak penguatan dolar AS ke subsidi energi pun belum terlalu besar. Pasalnya, saat ini harga minyak tidak terlalu tinggi. Airlangga menambahkan, soal subsidi BBM pemerintah akan melakukan pembahasan tersendiri.
“Jadi, masih terus dimonitor," kata Airlangga, di Istana, usai Sidang Kabinet, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Ketum Partai Golkar ini mengungkapkan, ada peluang besar yang bisa dimanfaatkan Indonesia di tengah pelemahan nilai tukar rupiah. Salah satunya adalah meningkatkan daya saing barang ekspor. Kata dia, pemerintah akan menggenjot komoditas-komoditas potensi ekspor untuk memaksimalkan peluang tersebut.
Di tempat terpisah, Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mengungkapkan, konferensi pers yang dilakukan Airlangga, Sri Mulyani dan Tommy Djiwandono berdampak signifikan terhadap pasar. Dalam perdagangan per hari Senin, mata uang garuda ditutup menguat.
"Konferensi pers antara wakil pemerintah sekarang dan yang akan datang dampaknya kami lihat cukup signifikan. Market lebih quiet dan rupiah hari ini menguat," kata Destry, dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (24/6/2024).
Destry mengatakan, penjelasan dari pemerintah membuat para investor lebih tenang mengenai keberlanjutan pengelolaan fiskal Indonesia ke depannya. Dia mengatakan, kepercayaan pasar itu membawa rupiah menguat dibandingkan negara-negara tetangga.
Dalam sidang kabinet, Presiden Jokowi mengingatkan para menteri dan pimpinan lembaga agar waspada terhadap dinamika kondisi global dan menjaga perekonomian dan politik dalam negeri kondusif. Kondisi global, kata Jokowi berkaitan dengan ketidakpastian kebijakan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik di berbagai kawasan. Sementara di dalam negeri adalah mata uang dan stabilitas politik.
Ketidakmampuan pemerintah di sebuah negara menjaga kedua hal domestik tersebut membuat peringkat daya saing turun. Jokowi mencontohkan Jepang dan Malaysia.
"Jepang kenapa turun 3 peringkat karena pelemahan mata uang dan juga karena penurunan produktifitas, Malaysia turun juga karena pelemahan mata uang dan masalah stabilitas politik," jelasnya.
"Artinya apa? stabilitas politik itu penting, artinya stabilitas mata uang itu penting, artinya peningkatan produktivitas itu penting," tegas Jokowi.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 15 jam yang lalu