Banteng Jakarta Bingung, Mau Dukung Siapa
JAKARTA - Posisi PDIP di Pilgub Jakarta tahun ini sangat dilematis. Mau maju sendiri tidak bisa karena raihan kursi di DPRD tidak memenuhi syarat. Mau gabung ke Anies Baswedan juga sulit, karena dianggap ada perbedaan ideologi yang sangat kental. Mau bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) juga tidak mudah, karena ada unsur Presiden Jokowi yang saat ini hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri sedang tidak harmonis. Lalu, ke mana sikap Banteng?
Peta Pilkada Jakarta sudah hampir terbentuk. Anies Baswedan akan maju kembali menjadi Calon Gubernur Jakarta. Sejauh ini, Anies sudah didukung PKS, NasDem, dan PKB. Tinggal pemilihan Calon Wakil Gubernur saja. PKS sudah menunjuk Sohibul Iman, namun belum deal dengan NasDem dan PKB.
Sedangkan untuk partai-partai KIM, mereka menjagokan Ridwan Kamil. Gerindra, PAN, dan Demokrat sudah satu suara. Tinggal Golkar yang belum memberikan sikap.
Dengan kondisi ini, PDIP menjadi serba bingung. Gabung dengan kubu Anies, sulit. Gabung dengan KIM lebih sulit. Mau maju sendiri juga sulit, karena di Jakarta, PDIP cuma punya 15 kursi. Kurang 7 kursi dari syarat minimal mencalonkan gubernur dan wakil gubernur.
Menghadapi kondisi ini, PDIP berusaha tak panik. Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menyatakan, pihaknya tidak terburu-buru memutus dukungan calon di Pilkada Jakarta. "Masih dalam pembahasan," kata Basarah, di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Wakil Ketua MPR ini bilang, masih ada tempo dua bulan bagi partai politik untuk berkoalisi mendukung Calon Gubernur Jakarta. KPU baru membuka pendaftaran, akhir Agustus 2024.
"Masih kita kaji. Waktunya juga masih lama," imbuhnya.
Dari sisi koalisi Anies, PKS berusaha membukakan pintu untuk PDIP. Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri menyatakan, pihaknya mungkin saja berkoalisi dengan PDIP. Sebab, politik itu cair. Asalkan ada komunikasi.
"Pak Prabowo saja yang dua kali lawan Jokowi akhirnya bergabung," ungkap Mabruri, saat dihubungi Redaksi, Jumat (28/6/2024).
Selama ini, klaim dia, hubungan PKS dan PDIP juga baik. Tidak ada sekat perbedaan ideologi. Pertemuan-pertemuan sesama kader juga sering terjadi.
"Secara informal mungkin sudah ya (pertemuan antar-kader PDIP dan PKS). Namun, kalau formal bertemu Pak Syaikhu (Presiden PKS Ahmad Syaikhu) dengan Bu Mega, belum," imbuh Mabruri.
PKB juga memberikan angin segar kepada PDIP jika ingin berkoalisi di Pilkada Jakarta. Jika tidak gabung dengan koalisi Anies, PDIP bisa membuat koalisi sendiri dengan PKB. "Dari sisi koalisi, PKB dengan PDIP juga cukup," jelas Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, Jumat (28/6/2024).
Meski begitu, Jazilul mendorong PDIP bergabung dalam koalisi besar. "PKB, PDIP dan PKS lebih dari cukup. Artinya, kami tidak mem-bypass (memotong) satu dengan yang lain. Karena PKB dan PKS itu masih kecil," ucapnya.
Meski ada tawaran seperti itu, PDIP dianggap masih sulit untuk menentukan sikap. “PDIP dalam situasi gamang,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, Jumat (28/6/2024).
Dedi mengakui, PDIP memang sudah memuji-muji Anies dan memberikan sinyal mau mendukungnya. Namun, hal tersebut tetap sulit menjadi kenyataan. Selain karena faktor Anies, juga karena faktor partai pendukung. Selama ini, hubungan PDIP dengan PKS seperti minyak dan air yang sulit menyatu, karena perbedaan ideologi yang sangat jauh.
Untuk gabung dengan KIM, kata Dedi, juga sulit. Sebab, KIM identik dengan Presiden Jokowi. Sementara, hubungan PDIP dengan Jokowi sedang retak seperti Pilpres 2024.
“Apalagi ada kemungkinan KIM akan mengusung Kaesang Pangarep (putra bungsu Jokowi) sebagai Cawagub. Bagi PDIP, ini akan jadi alasan mereka melawan," ucap Dedi.
TangselCity | 16 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 20 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 9 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu