Tsunami Pokir
SERPONG - Awalnya KPK mengumumkan: telah menetapkan 12 tersangka baru dari kasus pokir di Jatim. Tidak sampai seminggu kemudian diumumkan lagi oleh KPK: tersangka barunya 21 orang.
Mungkin masih akan bertambah lagi. "Akan terjadi tsunami di Jatim," ujar Heru Satriyo, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jatim.
MAKI memang terus membongkar dan mengawali hal itu. Sejak dua tahun lalu.
MAKI Jatim adalah lembaga independen. Tidak ada hubungan organisasi dengan MAKI Jakarta yang dipegang pengacara Boyamin.
"Menurut hitungan saya, tersangkanya akan mencapai 124 orang," ujar Satriyo. Tentu Satriyo mendasarkan perhitungannya pada usulan proyek dari anggota DPRD yang begitu masif.
Pokok pikiran adalah singkatan dari pokok pikiran. Yang punya pokok pikiran adalah anggota DPRD Jatim.
Setiap anggota dapat mengajukan pokok pikiran. Satu pokok pikiran bisa mendapat anggaran APBD sebesar Rp 100 juta sampai Rp 400 juta.
Satu anggota dapat mengajukan banyak pokok pikiran. Plafonnya: satu anggota Rp 8 miliar. Anggaran satu tahun.
Pokir itu dikirim ke pecahan masing-masing. Fraksi itulah yang mengirimkan semua poin anggota DPRD itu ke gubernur Jatim. Gubernur lalu menyediakan anggarannya.
Maaf, saya salah. Terhitung baru 21 orang itu tidak ada hubungannya dengan pokir. Mereka menjadi tersangka dalam kaitan dengan pokmas –akronim dari kelompok masyarakat.
Apa beda pokir dan pokmas? Beda nama. Esensinya sama.
Setiap anggota DPRD Jatim dapat menerima usulan proyek dari kelompok-kelompok masyarakat.
Satu usulan bernilai antara Rp 100 sampai Rp 400 juta.
Satu anggota dapat menerima banyak proposal, total Rp 8 miliar/anggota.
Beda tipisnya: di kelompok anggota DPRD yang menentukan kontraktornya. Di sinilah Pemprov Jatim menentukan pelaksanaan proyeknya.
Proses usulan masyarakat dan kelompok masyarakat yang sama: sama-sama lahir dari kunjungan jaring aspirasi ke masyarakat di daerah masing-masing.
Pokmas melahirkan banyak tersangka. Maka kuenya berubah. Jadi pokir. Secara hukum lebih aman bagi para anggota DPRD Jatim.
Peraturannya begitu.
Dulu juga begitu.
Yang pertama kali ditangkap KPK adalah Sahat Tua Simanjuntak, wakil ketua DPRD Jatim. Sahat adalah tokoh Golkar Jatim yang sangat populer. Ia sudah ditempatkan di pengadilan sejak jauh sebelum Pemilu. Telah dijatuhi hukuman 9 tahun penjara ditambah pembayaran Rp 39,5 miliar.
Banyak nama yang disebut dalam persidangan Sahat. Maka ketegangan para anggota DPRD sangat tinggi. Banyak yang merasa akan menyusul jadi tersangka menjelang masa pencalonan Pemilu 2024. Lalu muncul spekulasi: mereka tidak akan bisa masuk daftar calon anggota legislatif di Pileg 2024.
Ternyata setelah Sahat dijatuhi hukuman lanjutan perkara ini seperti ditelan bumi. Pun ketika proses Pemilu dimulai. Seperti tidak akan kelanjutannya. Mereka pun aman semuanya. Dapat mendaftar kembali sebagai caleg. Lolos dari KPU. Banyak juga yang terpilih kembali.
Tampaknya semuanya berjalan normal. Sampai dua hari yang lalu –ketika KPK mengumumkan tersangka baru.
Maka banyak caleg yang selama ini sudah putus asa akibat kalah suara kini bisa penuh harap: bisa jadi peraih suara terbanyak kedualah yang akan dilantik jadi wakil rakyat.
Pokmas, pokir atau apa pun adalah cara. Yang penting uangnya.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu