Bahaya 197.000 Anak Kecanduan Judol, Transaksinya Mencapai Rp 293 M
JAKARTA - Fenomena judi online alias judol semakin meresahkan dan bikin miris. Paparan judol tidak hanya menjangkiti orang dewasa, tapi anak-anak juga. Data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan, 197 ribu anak kecanduan judol, dengan nilai transaksi mencapai Rp 293 miliar.
Hal tersebut disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan anak-anak.
Dia menerangkan, dalam tujuh tahun terakhir (2017-2023) jumlah anak yang terpapar judi online terus meningkat pesat. Bahkan, peningkatan pada masa pandemi mencapai hingga 300 persen.
Ivan lalu membeberkan data anak yang terpapar judol dalam kurun waktu tersebut. Sebanyak 197.054 anak, mulai usia kurang dari 11 tahun hingga 19 tahun, terlibat judol. "Total deposit mereka mencapai Rp 293,4 miliar, dengan frekuensi transaksi sebanyak 2,2 juta," terangnya.
Ivan kemudian merinci data tersebut. Anak-anak usia 17-19 tahun merupakan kelompok yang paling banyak terpapar judol. Tercatat 191.380 anak di kelompok usia ini telah melakukan deposit sebesar Rp 282 miliar dengan frekuensi transaksi mencapai 2,1 juta kali.
Lalu, anak-anak usia 11-16 tahun tercatat sebanyak 4.514 orang dengan total deposit sebesar Rp 7,9 miliar dan frekuensi transaksi 45 ribu kali. Sementara, anak-anak rusia di bawah 11 tahun sebanyak 1.160 orang dengan total deposit Rp 3 miliar dan frekuensi transaksi 22 ribu kali.
Untuk wilayah, pemain judol dari kalangan anak paling banyak ditemukan di Jawa Barat. Perputaran uang dari permainan judol yang dilakukan anak-anak di Jawa Barat mencapai Rp 49,8 miliar. Jumlah transaksinya sampai 459 ribu kali.
Untuk tingkat kabupaten/kota, jumlah anak bermain judol terbanyak ada di Jakarta Barat. “Di Jakarta Barat, ada 4.300 anak terpapar judol dengan angka transaksinya Rp 9 miliar dan jumlah transaksinya 68 ribu kali,” papar Ivan.
Menurutnya, data-data ini mengejutkan dan sungguh bikin miris. Karena itu, harus segera diatasi. Dia juga berpesan agar anak-anak dijaga dan diawasi betul, agar data tersebut tidak sampai bertambah. "Bila tidak dijaga, maka magnitude-nya akan semakin besar," ujarnya.
Ivan khawatir, aktivitas judol ini dapat memicu anak-anak terjerumus pada tindak pidana lain seperti penipuan atau bahkan menjadi korban prostitusi daring. Karena itu, perlu ada mitigasi untuk mencegah anak-anak menjadi korban.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengelus dada mengetahui data tersebut. Kata dia, data ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk lebih serius dalam menangani permasalahan judi online di kalangan anak-anak. Kementerian/lembaga terkait harus bisa menindaklanjuti temuan PPATK ini.
Maryati juga berharap, kerja sama dengan PPATK ini menjadi langkah penting dalam melindungi anak-anak Indonesia dan manipulasi untuk keuntungan finansial. Menurutnya, MoU ini bakal menjadi landasan dan pedoman dalam pelaksanaan kerja sama sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenang KPAI maupun PPATK.
Maryati menjelaskan, pada periode 2021-2023 jumlah pengaduan anak korban pornografi dan kejahatan siber ke KPAI mencapai 481 kasus, sedangkan anak korban eksploitasi serta perdagangan anak berjumlah 431 kasus. Dari seluruh kasus tersebut, mayoritas terjadi karena menyalahgunakan media teknologi dan informasi, serta akibat dampak buruk internet dan penggunaan gawai yang tak sesuai fase tumbuh kembang anak.
Catatan KPAI, data yang paling tinggi dari dua situasi anak tersebut adalah mereka yang menjadi korban eksploitasi ekonomi dan seksual, serta anak sebagai korban kejahatan pornografi dari dunia maya. "Mereka banyak teradukan menjadi korban prostitusi online, eksploitasi ekonomi, serta anak korban pornografi," kata dia.
Langkah Kominfo
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus berupaya memberantas judol. Caranya dengan menutup situs judol. Dalam rentang 17 Juli 2023 sampai 23 Juli 2024, Kominfo telah menutup 2.625.000 situs judol.
Dengan penutupan tersebut, Kominfo berhasil menahan hingga 50 persen dari kemungkinan dampak judol. "Kalau dalam angka, kita mampu menyelamatkan atau menahan orang bermain judi hingga senilai Rp 45 triliun," ucap Menkominfo Budi Ari Setiadi
Budi Arie bahkan telah menutup akses internet dari Kamboja dan Filipina ke Indonesia. Hal ini berkenaan dengan maraknya situs judol dari kedua negara tersebut.
Sejauh ini, penutupan akses situs judol dari kedua negara tersebut masih dilakukan. Penutupan akses ini juga terus dievaluasi secara berkala.
"Paling nggak dua (negara) ini dulu. Nanti tempat lain kita analisis. Kita evaluasi terus," ucapnya.
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 21 jam yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu