TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Demo Sopir Mikrotrans Tak Boleh Ganggu Aktivitas Warga

Oleh: Farhan
Jumat, 02 Agustus 2024 | 11:46 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta kudu gerak cepat (gercep) mengatasi berbagai masalah di Mikrotrans. Jika berlarut-larut, dikhawatirkan mengganggu aktivitas masyarakat.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan memang­gil Dishub Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Direksi PT Transjakarta dan operator Mikrotrans. Kebon Sirih akan mendalami masalah di balik aksi demonstrasi ratusan sopir Mikro­trans, di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024).

Para sopir Mikrotrans yang melakukan demonstrasi ber­asal dari delapan koperasi mitra operator Program Jaklingko Pemprov DKI Jakarta yang tergabung dalam Komunikasi Laskar Biru (FKLB). Dalam un­juk rasa, mereka menyampaikan dua tuntutan. Pertama, mengenai status angkutan armada reguler yang belum terdaftar dalam Jaklingko Mikrotrans. Kedua, meminta penghasilan sopir tidak mengacu pada jarak tempuh atau per kilometer (km).

“Kami akan mengagenda­kan pemanggilan Direksi PT Transjakarta, operator dan sopir Mikrotrans pekan depan,” kata Ketua Komisi B DPRD DKI Ja­karta Ismail, Selasa (30/7/2024).

Anggota Komisi B Gilbert Simanjuntak menuturkan, pe­manggilan tersebut untuk mengetahui dan mendalami apa yang terjadi di Mikrotrans.

“Apakah tuntutan yang mereka sampaikan memang begitu adanya, atau hanya pengamatan sepihak. Kan kami nggak tahu,” ujarnya.

Gilbert memahami alasan tuntutan para sopir Mikrotrans terkait pembayaran upah per ki­lometer. Namun, pihaknya perlu mendalami apakah tuntutan tersebut bisa terpenuhi dengan nominal subsidi yang dianggar­kan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lewat Public Service Obliga­tion (PSO) kepada Transjakarta.

“Kita sudah memberikan PSO yang setiap tahun membengkak. Tetapi apakah kemudian kita mampu untuk mempertahankan itu? Kan nggak,” tegas Gilbert.

Anggota Komisi B lainnya, Desie Christyana Sari berharap, Pemprov DKI cepat menin­daklanjuti demo tersebut. Dia khawatir, jika tidak ditanggapi dengan cepat akan menghambat aktivitas masyarakat.

“Jangan sampai masyarakat dirugikan oleh aksi demonstrasi para pengemudi. Karena mayoritas masyarakat meng­gunakan Jaklingko untuk ber­aktivitas bekerja atau berseko­lah,” ingat Desie.

Tak hanya masyarakat, menu­rutnya, demo juga merugikan para sopir. Sebab, para sopir tak mendapatkan penghasilan.

“Apapun persoalan yang me­nyangkut hajat hidup orang banyak harus menjadi perhatian khusus,” imbuhnya.

Demo sopir Mikrotrans, kata Desie, bukti kinerja direksi Transjakarta jauh dari harapan. Ironis, karena Transjakarta selalu bagus dalam memberikan laporan.

“Tapi pada kenyataanya ada masalah. Sopir dan operatornya malah mengeluh,” pungkasnya.

Pemprov Beri Kelonggaran

Ketua FKLB Berman Lim­bong mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Kepala Dishub DKI Ja­karta Syafrin Liputo dan jajaran direksi Transjakarta. Pihaknya menyampaikan dua tuntutan. Pertama, mengenai status angkutan armada reguler yang belum terdaftar dalam Jaklingko Mikrotrans.

Diungkap Berman, Pemprov DKI memberikan kelonggaran. Armada yang saat ini boleh terus beroperasi hingga satu tahun ke depan selama syarat-syarat terpenuhi, seperti melakukan uji pemeriksaan kendaraan (KIR). Kedua, pihaknya menuntut penghasilan sopir tidak mengacu pada jarak tempuh atau per km.

“Artinya, fixed cost, jangan dibuat per kilometer, capaian kilometer,” ucap Berman.

Dibeberkan dia, selama ini para sopir Mikrotrans digaji sesuai kilometer. Jika ingin mendapat gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) Rp 5.068.000, sopir harus menempuh 100 km per hari selama 28 hari.

“Artinya dalam sebulan dia harus mencapai 2.800 km,” imbuh dia.

Berman bilang, target ca­paian jarak ini sulit dipenuhi karena sering muncul kendala di lapangan, salah satunya ke­macetan. Selain itu, sopir sering dikenakan denda karena dini­lai melakukan kesalahan oleh operator Transjakarta. Salah sa­tunya, tidak berhenti di bus stop.

“Denda ini terkesan mengada-ada karena jumlahnya yang variatif, berkisar antara Rp 25.000-150.000. Denda tersebut membuat para sopir semakin sulit mendapatkan pendapatan yang layak,” ucap dia.

Selain itu, pihaknya meminta seluruh direksi Transjakarta diganti. Karena, mereka sewenang-wenang.

“Jika 14 hari setelah aksi ini tidak ada jawaban terkait dengan tuntutan kami, maka kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi,” tegasnya.

Koordinator Lapangan FKLB Fahrul Fatah curiga ada kong­kalikong antara direksi Transjakarta dengan oknum Ang­gota DPRD DKI Jakarta terkait pembagian jatah kuota atas penyerapan angkot reguler ke dalam program Jaklingko.

“Direksi Transjakarta menga­nak-emaskan satu operator ter­tentu, karena ketua dari operator tersebut adalah Anggota DPRD Jakarta,” tuding Fahrul.

Karena itu, dia mendesak Pemprov DKI segera meng­hentikan politisasi program Jaklingko tersebut. Diungkap Fahrul, saat ini ada 11 opera­tor Mikrotrans yang bekerja sama dengan Transjakarta untuk menyuplai 2.795 armada Jak­lingko. Namun dari jumlah itu, sebanyak 1.435 unit dikuasai operator milik anggota DPRD. Sedangkan sisanya, 1.357 unit Jaklingko dibagi untuk sepuluh operator lainnya.

“Padahal anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau ber­gabung ke dalam program Jak­lingko, namun tak kunjung bisa karena kuotanya sangat-sangat terbatas,” curhatnya.

Kepala Dishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo menuturkan, operator dan sopir Mikrotrans unjuk rasa menuntut kelonggaran soal batas usia angkot. Karena Pemprov akan melaku­kan penertiban terhadap kenda­raan umum atau angkot yang sudah berusia 10 tahun.

“Kami sudah melakukan sosialisasi pembatasan usia kenda­raan sejak 2017,” kata Syafrin.

Permintaan sopir lainnya, papar Syafrin, soal penghasilan agar tidak mengacu ke perhitungan per km. Menurut dia, permintaan itu akan dibahas dan disepakati bersama.

Dalam tuntutannya, lanjut Syafrin, para sopir menuding ada praktik monopoli yang dilakukan oleh salah satu operator dengan melakukan kong­kalikong bersama Transjakarta dan anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta.

Soal ini, Syafrin menjelaskan, jumlah armada setiap operator berbeda-beda. Selain itu, ada masalah administrasi kerja sama.

Syafrin mengungkapkan, Dishub menemukan ada pemalsuan dokumen kartu pengawasan, yang menjadi salah satu syarat administrasi yang harus dipenuhi oleh operator yang bekerja sama dengan Transjakarta.

Beberapa operator terindikasi tidak melakukan pengurusan kartu pengawasan.

“Misalnya, mereka punya izin pengawasan hanya 5 kendaraan. Tapi kontrak dengan Transja­karta 20 kendaraan, maka 15 kendaraan lain kartunya palsu,” tuturnya.

Syafrin bilang, dari 2.795 unit Mikrotrans yang beroperasi, ada sekitar 160 kendaraan yang kartu pengawasannya dipalsukan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo