Aturan Pengetatan Penjualan Pertalite Dan Solar Masih Digodok
JAKARTA - Pemerintah bakal memperketat penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar. Langkah ini dilakukan agar subsidi tepat sasaran, sekaligus mengurangi pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari impor minyak.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, finalisasi pengetatan BBM bersubsidi dikebut agar selesai pada Oktober 2024. Bersama kementerian dan lembaga terkait, pembahasannya juga masih dimatangkan.
“Kami rapatkan, segera itu. Kita harapkan Oktober (sudah bisa berjalan). Sekarang kan sosialisasinya sudah jalan,” kata Luhut usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna terakhir di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim), Jumat (13/9/2024).
Senada, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, aturan pengetatan BBM subsidi masih perlu digodok.
“Masyarakat jangan dulu berspekulasi apa-apa karena aturannya masih dibahas,” pinta Bahlil usai Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Bahlil juga belum mengungkap soal spesifikasi kendaraan yang berhak menerima BBM bersubsidi. Dia akan mengumumkan kalau aturannya nanti sudah selesai dan siap dilaksanakan.
“Yang jelas BBM bersubsidi akan diberikan kepada yang berhak. Orang seperti saya jangan dikasih BBM bersubsidi dong, tidak fair. Kita harus kasih kepada saudara-saudara kita yang layak mendapatkan,” kata Bahlil.
Mantan Menteri Investasi itu menjelaskan, pengetatan BBM bersubsidi akan dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen). Meski awalnya Pemerintah berencana mengatur pembelian BBM bersubsidi melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014.
Ya memang ada rencana begitu. Karena begitu aturannya keluar, Permen-nya keluar, ada waktu untuk sosialisasi. Nah, waktu sosialisasi ini yang sekarang dibahas,” kata Bahlil.
Sebelumnya, Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendistribusikan BBM bersubsidi, sudah melakukan pendataan pemakai BBM subsidi jenis solar dan pertalite melalui QR code di aplikasi MyPertamina.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan, pengetatan BBM bersubsidi dilakukan agar penyalurannya tepat sasaran.
Kita ingin BBM subsidi digunakan oleh pengguna yang wajar. Aturan baru ini bukan berarti kita mau naikkan harga BBM, bukan mau menghilangkan BBM bersubsidi. Justru akan kita tingkatkan kualitasnya,” kata Rachmat di Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Sejalan dengan kebijakan pengetatan BBM bersubsidi, Pemerintah juga akan mematangkan penyaluran BBM solar rendah sulfur sesuai standar EURO 4. Hal ini berkaca pada buruknya kualitas udara Jakarta yang disebabkan oleh gas buang kendaraan.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kualitas udara di Jakarta pada 2019 buruk. Meski membaik pada 2021 dan kembali memburuk pada 2022 hingga 2024. Bahkan, buruknya kualitas udara 2024 sama seperti 2019.
“Kualitas udara yang buruk ini berdampak pada kesehatan masyarakat dan keuangan negara. Klaim BPJS Kesehatan soal sakit akibat polusi udara sudah Rp 12 triliun dan bisa terus meningkat,” Rachmat.
Atas dasar itu, kata Rachmat, penggunaan BBM berkualitas sudah menjadi keharusan. Kemudian, subsidi BBM yang diberikan Pemerintah juga harus tepat sasaran agar benar-benar dinikmati masyarakat yang membutuhkan.
“Selama ini, 80-95 persen BBM bersubsidi dipakai oleh masyarakat yang sudah mampu. Lebih banyak dinikmati orang kaya dibandingkan masyarakat bawah. Ini akan dibenahi,” ujarnya.
Rachmat juga menerangkan, jumlah subsidi yang dikeluarkan Pemerintah sejak 2019 rata-rata mencapai Rp 119 triliun per tahun. Subsidi terbesar dikucurkan pada 2022 yang menyentuh angka Rp 292 triliun.
“Pemerintah tak bisa terus menerus memberikan subsidi kepada masyarakat yang mampu. Karena itu, pembatasan BBM dan subsidi tepat sasaran harus dilakukan,” katanya.
Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, program subsidi tepat sasaran harus dilakukan untuk mencegah APBN membengkak akibat subsidi bahan bakar yang tidak tepat.
“Apabila program ini berhasil dilaksanakan, tentu akan sangat menghemat APBN. Dari penghematan ini, anggarannya bisa dialokasikan ke program lain,” kata Fahmy kepada Redaksi, Kamis (12/9/2024).
Dia mencontohkan, dari hasil penghematan subsidi atau impor BBM, anggarannya bisa dialihkan ke program-program yang lebih strategis untuk kepentingan rakyat, seperti pendidikan, pengentasan kemiskinan hingga bantalan sosial.
Fahmy mengatakan, hal yang juga harus menjadi perhatian dalam mematangkan aturan pembatasan BBM bersubsidi, yakni kriteria kelompok masyarakat dan kendaraan yang berhak mengkonsumsi BBM bersubsidi.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 6 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 10 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu