TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kalau Tak Ada Partai Yang Oposisi, DPR Dikhawatirkan Cuma Jadi Tukang Stempel

Laporan: AY
Senin, 07 Oktober 2024 | 09:16 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Apabila PDIP masuk koalisi pendukung pemerintah, bakal berpengaruh pada dinamika politik di DPR. Sebab, kalau tak ada satu pun fraksi di Senayan yang jadi oposisi, dikhawatirkan DPR cuma jadi tukang stempel.

Saat ini, ada 8 partai politik yang memiliki kursi di DPR. Tujuh partai sudah masuk Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. 7 partai itu adalah Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, PKS, PAN, dan Demokrat.

Sementara PDIP yang sebelumnya diprediksi bakal berada di luar pemerintahan, kini mulai goyah. Kabar PDIP bakal masuk pemerintahan muncul seiring dengan wacana pertemuan Presiden terpilih, Prabowo Subianto dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno menyatakan, meskipun PDIP tidak bergabung dengan Prabowo, oposisi di parlemen sudah dapat dipastikan tamat. Sebab, kekuatan KIM di parlemen sudah sangat dominan. Dengan 7 parpol, KIM sudah menguasai 84 persen kursi di DPR.

“Apalagi jika PDIP benar-benar bergabung ke koalisi Prabowo, ini semakin memperkuat bahwa oposisi di parlemen akan berakhir, alias wassalam,” kata Adi, kepada Redaksi, Minggu (6/10/2024) malam.

Apa pengaruhnya pada fungsi DPR? Adi menjelaskan, proses pengambilan keputusan di parlemen melalui mekanisme voting. Bukan berdasarkan argumen yang disampaikan, tapi kekuatan politik.

Dalam situasi ini, kata Adi, tentunya potensi DPR akan jadi tukang stempel kebijakan pemerintah benar-benar akan terjadi. Menurutnya, ketika partai-partai koalisi pemerintah mendominasi, ada kecenderungan mereka segan untuk mengkritik kebijakan pemerintah, meskipun kebijakan tersebut tidak berpihak kepada rakyat. Adi menyebutnya sebagai tukang “ketok magic”.

“Semua kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat itu pastinya akan mudah diloloskan di DPR. Inilah realita politik kita,” ujarnya.

Adi menambahkan, di masa depan, harapan bagi oposisi justru terletak pada gerakan ekstra-parlementer, seperti mahasiswa, media, dosen, dan gerakan civil society. Kelompok-kelompok ini, menurutnya, akan memainkan peran penting sebagai kekuatan penyeimbang dalam mengawasi jalannya pemerintahan.

Peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Siti Zuhro, menyampaikan pandangan serupa. Menurutnya, setelah Pilpres usai, sering terjadi kecenderungan bagi pemenang Pilpres untuk membentuk koalisi besar tanpa adanya oposisi. Hal ini kembali terbukti pasca-Pilpres, di mana partai-partai pendukung calon presiden yang kalah turut bergabung dalam KIM.

NasDem, PKB, dan PKS sudah menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo. Dengan bergabungnya partai-partai ini, kondisi di parlemen nyaris tanpa oposisi yang efektif.

“Ke depan, tak tertutup kemungkinan PDIP bakal bergabung juga, mengingat hubungan Megawati dan Prabowo relatif baik,” kata Siti Zuhro.

Perempuan yang akrab disapa Wiwi ini menjelaskan, kerugian parlemen tanpa oposisi adalah aspirasi rakyat belum tentu terwadahi, dan kebijakan cenderung elitis. Sementara keuntungannya tidak sulit dalam menyetujui kebijakan pemerintah karena kompromi antara eksekutif dan legislatif mudah tercapai.

Menurutnya, pemerintahan tanpa oposisi merupakan kondisi yang tidak sehat dari perspektif demokrasi. Ia menjelaskan bahwa jika kebijakan pemerintah baik dan tidak merugikan rakyat, tentu tidak menjadi masalah. Namun, jika kebijakan tersebut merugikan, muncul pertanyaan penting, siapa yang akan melakukan pengawasan secara konstruktif jika fungsi kontrol DPR tidak berjalan?

Tanpa adanya oposisi, DPR berpotensi hanya menjadi ‘tukang stempel’ kebijakan pemerintah. “Ini dapat mengancam checks and balances yang vital dalam demokrasi,” kata Siti Zuhro.

Di tempat terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengabarkan perkembangan terbaru mengenai rencana pertemuan Prabowo dengan Megawati. Kata dia, keputusan soal pertemuan Mega dengan Prabowo merupakan kewenangan strategis Mega.

Namun demikian, Hasto memastikan Mega dan PDIP memiliki semangat persahabatan dengan tujuan membangun bangsa bersama pihak Prabowo. “Persoalan pangan, deflasi, penurunan daya beli kelas menengah perlu diperhatikan dan kami harapkan jadi concern (kekhawatiran) kabinet Pak Prabowo,” kata Hasto, dalam keterangan tertulis, Minggu (6/10/2024).

Hasto mengatakan, pertemuan antara Mega dan Prabowo merupakan hal yang baik. Hasto menyebut kerja sama di antara keduanya sudah terjalin sejak lama, terutama Megawati pernah menjadi calon presiden berpasangan dengan Prabowo pada tahun 2009.

“Sehingga untuk kepentingan bangsa dan negara, semua harus bekerja sama,” kata dia.

Di sisi lain, Hasto meyakini demokrasi tetap memerlukan penyeimbang dan PDIP pun memerlukan kritik. Akan tetapi, kata dia, PDIP akan mengedepankan kepentingan bangsa.

Juru Bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pertemuan antara Prabowo dan Mega dalam konteks membangun mutual understanding di tengah dinamika global yang tidak menentu. Artinya pentingnya menjaga kekompakan dan kerukunan seluruh elemen bangsa dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.

Dahnil menambahkan, tantangan geopolitik dan geostrategis global saat ini membutuhkan kesiapan dalam negeri yang solid. Menurutnya, ancaman dari luar semakin nyata. Hal ini menuntut semua pihak di Indonesia untuk bersatu.

“Tantangan ke depan tidak mudah. Oleh karena itu, Pak Prabowo terus mendorong kesadaran bahwa kekompakan dan kerukunan di dalam negeri sangat penting. Ini yang menjadi fokus utama beliau,” lanjutnya.

Terkait posisi politik PDIP, Dahnil menyatakan bahwa perbedaan pilihan politik tidak harus diartikan sebagai halangan dalam menjaga keutuhan bangsa. “Kami menghormati jika PDIP memilih berada di luar atau bersama dalam pemerintahan. Tanpa mengurangi proses check and balances di parlemen maupun di luar parlemen,” jelas Dahnil.

Dahnil juga menegaskan, kelompok masyarakat sipil tetap memiliki peran penting sebagai pengawas dan pengontrol jalannya pemerintahan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo