TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kinerja Pendidikan Era Nadiem Makarim

Senayan: Putus Sekolah Masih Sangat Tinggi

Oleh: Farhan
Senin, 21 Oktober 2024 | 11:25 WIB
Ketua Komite III DPD Filep Wamafma. Foto: Ist
Ketua Komite III DPD Filep Wamafma. Foto: Ist

JAKARTA - Senayan memberikan catatan kritis atas kinerja sektor pendidikan di era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim. Salah satunya, angka putus sekolah di Indonesia masih sangat tinggi.

Ketua Komite III DPD Filep Wamafma menuturkan tingginya angka putus sekolah bisa dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Pada tahun 2022, angka tidak sekolah yaitu SD/Sedera­jat sebesar 0,71, SMP/Sederajat 6,94, dan SMA/Sederajat 22,52. Sementara pada tahun 2023 masing-masing jenjang menun­jukkan angka tidak sekolah yaitu SD/Sederajat 0,67, SMP/Sederajat 6,93, dan SMA/Sederajat 21,61.

Dijelaskannya, data tersebut menunjukkan angka penurunan angka tidak sekolah di tingkat SD dan SMP cenderung stabil walau terjadi penurunan. Namun sayangnya, angka putus sekolah di tingkat SMA justru tergolong masih sangat tinggi.

“Kondisi ini menunjukkan perlunya perhatian lebih untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang menghambat anak-anak dalam melanjutkan pendidikan. Agar setiap warga negara dapat memanfaatkan hak atas pendidikan secara optimal,” kata Filep dalam keterangannya, kemarin.

Filep bilang, tingginya angka putus sekolah ini karena masih ada kesenjangan antara masyara­kat mampu secara ekonomi dan yang tidak mampu. Dia kembali mengutip data BPS per Maret 2024 dimana sekitar 9,03 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin sebesar 25,22 juta orang. Adapun persentase penduduk miskin perkotaan sebesar 7,09 persen dan persentase penduduk miskin perdesaan sebesar 11,79 persen.

Untuk itu, Filep mendorong agar di era Pemerintahan baru nanti, pemenuhan pendidikan harus dipantau dan dievaluasi secara berkala. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap warga negara, terutama anak-anak, dapat memanfaatkan hak atas pendidikan dengan optimal.

“Kondisi masyarakat yang didukung data ilmiah linier dan menunjukkan perlunya perhatian lebih untuk mengawal sektor pendidikan, utamanya pada pemenuhan hak atas pendidi­kan,” katanya

Filep mendorong para koleganya di DPD mengambil peran lebih konkret dalam mengawasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat di tingkat daerah, terutama dalam sek­tor pendidikan. DPD memiliki tanggung jawab untuk mengu­sulkan dan mendukung kebi­jakan pendidikan yang berpihak kepada masyarakat.

“Upaya ini sangat penting untuk memastikan bahwa setiap daerah, terutama yang terpinggirkan, mendapatkan perhatian yang me­madai dalam program-program pendidikan,” sebutnya.

Selain itu, DPD dapat men­jalankan kewenangannya untuk melakukan pengawasan ter­hadap pelaksanaan program pendidikan yang didanai melalui anggaran pendidikan, termasuk dana abadi. Pengawasan ini mencakup evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam penyelengga­raan pendidikan di daerah.

“DPD perlu memastikan bahwa dana yang dialokasikan digunakan untuk tujuan yang benar, seperti perbaikan infra­struktur pendidikan, penyediaan buku, dan pelaksanaan program beasiswa,” harapnya.

Yang tidak kalah pentingnya, lanjut Filep, DPD dapat ber­peran dalam mendorong inovasi pendidikan melalui dukungan terhadap program-program yang menggunakan teknologi dan metode pembelajaran modern. Inovasi ini dapat dilakukan dengan menggandeng pihak BUMN dan sektor swasta yang memiliki kapasitas dalam bidang teknologi pendidikan.

Sementara, anggota DPR Fraksi Golkar Hetifah Sjaifudian menilai, masih banyak pekejaan rumah yang harus dituntaskan untuk meningkatkan kinerja sektor pendidikan. Terutama me­mastikan seluruh anak Indonesia dapat memperoleh pendidikan yang layak.

Dijelaskan Hetifah, semakin tinggi jenjang pendidikan, sema­kin melorot angka penyelesaian­nya. Dia lalu mengutip data BPS di mana indeks penyelesaian pendidikan untuk SD menyentuh angka 97,88. Di tingkat SMP sederajat, turun menjadi nya sebesar 94,85 persen. Sementara begitu menyentuh ke jenjang pendidikan SMA, justru turun sisgnifikan di angka 73,63. “Sehingga untuk bisa mencapai 100 persen, perlu pondasi yang kokoh,” kata Hetifah.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo