TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kasus Komoditas Timah Negara Rugi Rugi Rp 300T

Oleh: Farhan
Kamis, 14 November 2024 | 11:52 WIB
Sidang kasus Timah. Foto : Ist
Sidang kasus Timah. Foto : Ist

JAKARTA - Kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk pada 2015-2022, sejumlah Rp 300 triliun lebih. Kerugian itu terbagi ke tiga sektor, yaitu kerugian atas sewa smelter swasta, kerugian pembelian bijih timah, dan kerugian kerusakan lingkungan.

“Total kerugiannya sebesar Rp 300.003.263.938.131,14,” ungkap Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi, saat menjadi saksi, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 13 November 2024.

Suaedi memaparkan, nilai kontrak sewa PT Timah dengan smelter swasta untuk processing penglogaman timah sebesar Rp 3 triliun lebih. Uang dari perusahaan pelat merah itu, un­tuk pembayaran 63,16 ton logam timah yang diolah.

Berikutnya, untuk pemba­yaran bijih timahnya, baik yang dikirim ke smelter swasta mau­pun ke PT Timah, uang yang dibayarkan Rp 11,1 triliun untuk 68,01 ton logam timah yang diolah smelter swasta.

“Sedangkan pembayaran yang dilakukan PT Timah untuk yang diolah oleh PT Timah sebanyak 85,99 ton itu, sebesar 15,5 triliun sekian,” bebernya.

Suaedi menambahkan, bijihtimah itu, diperoleh dari para penambang bijih timah ilegal. Pasalnya, mereka menambangdi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Sehingga keseluruhan nilai keru­gian dari biaya kontrak sewa smelter swasta dan pembelian bijih timah yang diderita PT Timah sekitar Rp 29 triliun.

Penyimpangan yang kami temukan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pembayaran kerja sama sewa peralatan processingpenglogaman dengan sewa smelter swasta tidak sesuai ketentuan. Kemudian, mitra pertambangan dan PT Timah tidak melakukan kegiatan per­tambangan sesuai ketentuan,” ungkapnya.

Selain itu, nilai kerugian kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan bijih timah tersebut sejumlah Rp 271 triliun.

Dalam sidang, Suaedi mema­parkan adanya anomali laporan keuangan tahun 2019. Laporan itu menuangkan bahwa penjualan timah PT Timah menga­lami kenaikan cukup tinggi. Ironisnya, nilai kerugiannya pun sangat tinggi.

Menurutnya, hal itu lantaran nilai harga pokok peleburan (HPP) terlalu tinggi dibanding­kan dengan angka penjualannya. Salah satu penyebabnya, karena nilai kerja sama sewa smelter swasta yang dilakukan PT Timah juga tinggi.

Kami sampaikan pada pimpi­nan bahwa pada saat itu terdapat penerbitan obligasi dan sukuk PT Timah yang diduga, kami duga untuk pendanaan bijih timah kepada para penambang timah ilegal,” papar Suaedi.

Selain itu, Suaedi bersama timnya dari BPKP menyambangiempat perusahaan smelter swasta, yakni PT SBS, PT SIP, PT RBT, dan CV VIP. Audit yang dilakukan berdasar permintaan dari Kejaksaan Agung RI tanggal 14 November 2023 perihal bantuan perhitungan kerugian keuangan negara dan permintaan keterangan ahli. Namun, penugasan kepada timnya berlandaskan surat tugas tertang­gal 26 Februari 2024.

Dalam persidangan ini, duduk sebagai terdakwa yakni Manager PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim; Direktur Utama (Dirut) PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB. Gunawan; dan dua mantan direksi PT Timah Tbk yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Dirut, dan Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan.

Dalam sidang, Mochtar me­nyampaikan biaya sewa smelter sebesar 3.700 sampai 4 ribu dolar Amerika Serikat (AS), PT Timah tetap untung.

Lalu, terkait kerugian akibat adanya aktivitas penambangan ilegal. Mochtar bilang, pihaknya tak pernah mentolerir penam­bangan ilegal tersebut. Selain itu, pihaknya memang memberikan kuasa penambangan rakyat di wilayah konsesi PT Timah.

Sementara soal kerugian akibat kerusakan lingkungan, Mochtar berdalih, sejak ia memimpin PT Timah sejak 2016, kondisinya tetap sama. Dia menyatakan, telah melakukan program reklamasi secara intensif. “Jadi, itu sudah kami laksanakan,” akunya.

Sementara terdakwa Emil menyatakan, semua pembayaran yang dilakukan PT Timah telah sesuai berita acara pembayaran maupun standard operational procedure (SOP) di perusahaan tersebut. Menurutnya, pemba­yarannya juga legal dan me­menuhi syarat secara korporasi. Dia juga mengaku tak pernah mengeluarkan HPP sebagaimana disampaikan Suaedi.

Sedangkan terdakwa Helena dan MB Gunawan, tidak mem­berikan tanggapannya atas keterangan Suaedi dalam persidangan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo