Harus Dipikir Matang, Gubernur Dipilih DPRD
JAKARTA - Pemilihan gubernur oleh DPRD yang diwacanakan Presiden Prabowo Subianto direspons kalangan ulama. Mereka menyarankan para pemangku kepentingan untuk duduk bersama mendiskusikan secara matang untung ruginya cara pemilihan gubernur yang dulu dilakukan di era Orba tersebut.
Saran itu disuarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IV, di Grand Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024). MUI mendukung usulan Prabowo, asalkan ada kajian mendalam antar stakeholder agar bisa mengambil keputusan yang terbaik.
"Saya kira, imbauan Presiden itu sangat penting dan harus diseriusi. MUI meminta supaya ada diskusi yang matang di masyarakat, sehingga nanti ketika diambil keputusan, sudah sangat matang," ujar Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, KH Masduki Baidlowi, dalam Mukernas tersebut.
Ketua Steering Committee (SC) Mukernas IV MUI ini menyatakan, sistem Pilkada langsung saat ini banyak mendatangkan kemudaratan. Di antaranya, biaya politik yang tinggi, menimbulkan praktik politik uang, serta terjadinya polarisasi di tengah masyarakat.
Namun, Masduki mengingatkan, mengembalikan pemilihan kepala daerah ke tangan wakil rakyat juga dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif. Seperti, potensi terjadi "main mata" antar anggota DPRD untuk memilih kepala daerah.
"Kita juga melihat sisi gelap dari model pemilihan permusyawaratan. Nah itu yang harus dikaji," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menyampaikan sikap serupa. Dia menegaskan, usulan untuk mengubah sistem Pilkada perlu dikaji dari berbagai aspek. Termasuk mempertimbangkan masukan dari kalangan akademisi dan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) besar.
"Jadi, semuanya, apa pun, dikaji secara multi-aspek," ucap Haedar, di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Rabu (18/12/2024).
Pakar hukum tata negara, Prof Mahfud MD, ikut memberi pandangan soal usulan ini. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini berpendapat, persoalan sebenarnya bukan di sistem pemilihan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung, tapi proses penegakan hukum di lapangan.
"Kalau kita mau mengevaluasi, menurut saya tidak pada soal langsung atau tidak langsung. Namun, pelaksanaan di lapangan, netralitas aparat penegak hukum, dan netralitas birokrasi," tutur Mahfud, dalam podcast Terus Terang Mahfud MD, di Kanal YouTube Mahfud MD Official,
Mantan Menko Polhukam ini menerangkan, saat Pilkada, petahana biasanya masih punya banyak kekuatan untuk menggunakan fasilitas negara maupun bantuan sosial (bansos) dan program-program lain untuk mendulang simpati. Hal itu banyak terbukti saat kasusnya dibawa ke MK, tapi bukan pelanggaran hukum tata negara melainkan hukum pidana.
Dia menekankan, ke depan, yang perlu dievaluasi adalah sektor birokrasi, terutama netralitas aparat. Sebab, tak menutup kemungkinan di satu daerah aparatnya sudah tergiring ke satu parpol tertentu.
Oleh karenanya, Mahfud menegaskan perlunya evaluasi di pimpinan-pimpinan institusi. Untuk melakukannya, butuh kemauan dari Presiden sebagai institusi tertinggi.
Dia pun mengakui, Pilkada langsung selama ini banyak menimbulkan dampak negatif. Apalagi, berdasarkan informasi yang diperolehnya, dalam pemilihan calon gubernur dibutuhkan minimal Rp 100 miliar sampai Rp 1 triliun. Biaya untuk pemilihan bupati atau wali kota juga tidak jauh berbeda.
Terlebih lagi, berdasarkan data KPK, dalam Pilkada 2020, ada 84 persen calon kepala daerah yang dibiayai cukong-cukong dan dilakukan tanpa cuma-cuma. Ditambah lagi ada perpecahan di tengah masyarakat.
"Kadangkala, Pilkadanya sudah selesai, perpecahannya sampai 5 tahun berikutnya. Nah, apakah kesimpulannya harus kembali ke pemilihan lewat DPRD atau tidak, itu nanti hasil evaluasi yang akan menentukan," pungkas Mahfud.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 20 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu