Selain Hasto, Yasonna Laoly Juga Dicegah Ke Luar Negeri
JAKARTA - Selain Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, eks Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly juga dicegah bepergian ke luar negeri.
Pencegahan ini terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR dan perintangan penyidikan Harun Masiku yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang Warga Negara Indonesia, yaitu YHL dan HK,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika lewat pesan singkat, Rabu (25/12/2024).
Dia mengungkapkan, pencegahan ke luar negeri tersebut dilakukan penyidik karena keberadaan Hasto dan Yasonna di Tanah Air dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan korupsi tersebut.
“Keputusan ini berlaku untuk 6 bulan,” imbuhnya.
Sebelumnya Yasonna Laoly diperiksa KPK pada 18 Desember 2024 lalu. Pemeriksaan terhadap politikus PDIP itu berlangsung sekitar 7 jam.
Yasonna mengaku diperiksa penyidik dalam dua kapasitas yang berbeda. Pertama, sebagai Ketua DPP PDIP. Kedua, sebagai mantan Menkumham periode 2014-2024.
Dalam kapasitas sebagai Ketua DPP PDIP, Yasonna diperiksa terkait permohonan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) ihwal putusan MA-RI Nomor 57.P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019.
Permintaan fatwa diajukan karena ada perbedaan tafsir antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan DPP PDIP tentang suara caleg yang meninggal.
Selanjutnya, dalam kapasitas sebagai mantan Menkumham, Yasonna mengaku diminta menjelaskan mengenai data perlintasan Harun Masiku yang masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Yasonna menyebutkan, Harun pernah terpantau masuk ke Indonesia pada 6 Januari 2020, dan kembali melintas ke luar negeri pada keesokan harinya.
“Baru belakangan keluar pencekalan,” paparnya.
Namun, dia tidak mengetahui lebih lanjut mengenai keberadaan Harun Masiku saat ini. Sebab, penyidik juga tidak menyinggungnya dalam pemeriksaan yang berlangsung hampir 7 jam tersebut.
“Tidak ada sama sekali,” singkatnya.
Untuk diketahui bahwa per tanggal 9 Januari 2020, KPK melakukan penyidikan kasus dugaan suap PAW Anggota DPR periode 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku sebagai tersangka.
Proses penyidikan berkembang dengan penetapan tersangka terhadap Hasto dan Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, yang diumumkan komisi antirasuah pada Selasa (24/12/2024) kemarin.
Hasto menyandang status tersangka dalam dua perkara. Pertama, kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR.
KPK menyebut, Hasto bersama Harun Masiku lewat orang kepercayaannya, Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina sejumlah 19 ribu dolar AS (Rp 307 juta dalam kurs saat ini) dan 38.350 dolar Singapura (Rp 456 juta) pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019.
Uang suap itu untuk memuluskan caleg PDIP Harun Masiku untuk melenggang ke DPR menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, sebagian uang suap tersebut berasal dari Hasto.
“Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap saudara Wahyu berasal dari saudara HK,” ujar Setyo dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Hasto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara perkara kedua, Hasto ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan Harun Masiku.
KPK menyebut, pada saat OTT pada 8 Januari 2020, Hasto memerintahkan salah satu pegawainya, Nur Hasan, di Jl. Sutan Syahrir, untuk menelepon Harun Masiku dan memerintahkan merendam handphone di dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi, dia memerintahkan salah satu pegawainya untuk menenggelamkan handphone agar tidak ditemukan KPK.
Selain itu Hasto juga mengumpulkan beberapa saksi dan mengarahkan, memberikan doktrin, memberikan penekanan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Dalam perkara ini, Hasto dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Advertorial | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu