TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Beda Sikap Soal PPN, Dirjen Pajak Kena Semprot DPR

Reporter: Farhan
Editor: Redaksi
Sabtu, 04 Januari 2025 | 09:07 WIB
Suryo Utomo Dirjen Pajak. Foto : Ist
Suryo Utomo Dirjen Pajak. Foto : Ist

JAKARTA  - DPR menyemprot Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, karena dinilai beda sikap soal PPN 12 persen.

Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun mengkritisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 tentang Pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurutnya, peraturan itu menimbulkan multitafsir dan membingungkan, terutama bagi dunia usaha.

 

Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah. Barang dan jasa mewah tersebut adalah kategori yang selama ini sudah dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Merah (PPnBM) dan hanya dikonsumsi oleh golongan mampu.

 

Menurut Misbakhun, perintah yang sudah jelas tersebut tidak bisa diterjemahkan dengan jelas oleh Ditjen Pajak (DJP). Aturan pelaksanaannya di PMK sangat membingungkan dan menimbulkan kerancuan dalam penerapannya karena menggunakan dasar pengenaan dengan nilai lain 11/12.

 

“Ada penafsiran tunggal seakan-akan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tidak bisa menerapkan PPN dengan multitarif,” ujar Politisi Golkar itu, dalam keterangannya, Jumat (3/1/2025).

 

Padahal dalam Pasal 7 UU HPP tidak ada larangan soal multitarif PPN, sehingga penerapan tarif PPN 11 persen dan PPN 12 persen bisa diterapkan bersamaan sekaligus. Tarif PPN 11 persen untuk yang tidak naik, sedangkan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah.

Dia juga mengatakan, dunia usaha resah dengan penerapan aturan ini. Beberapa perusahaan ritel dilaporkan telah memungut PPN sebesar 12 persen. Persiapan yang mepet menjelang implementasi kebijakan ini juga dinilai menyulitkan pelaku usaha dalam menyesuaikan sistem mereka.

 

Misbakhun menyampaikan, meskipun pengusaha dapat melakukan penghitungan ulang PPN melalui SPT Masa, kebijakan ini tetap membebani masyarakat. Ia menekankan, aturan yang multitafsir dan tidak sesuai dengan arahan Presiden dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah.

 

Misbakhun mendesak, Ditjen Pajak membuat peraturan yang lebih sederhana dan tidak menimbulkan multitafsir. Ia juga meminta, mekanisme penyusunan peraturan dilakukan dengan cermat sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat maupun dunia usaha.

 

Sebelumnya, media sosial juga diramaikan oleh keluhan netizen yang menyebutkan masih ada beberapa toko ritel yang masih mengenakan PPN 12 persen untuk barang bukan mewah.

 

Dirjen Pajak, Suryo Utomo menjelaskan, penggunaan dasar pengenaan pajak (DPP) berupa nilai lain dalam perhitungan tarif PPN bertujuan untuk menjalankan amanat UU HPP. Dalam UU tersebut, tarif PPN ditetapkan sebesar 12 persen dan wajib diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025. Namun, dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat, Pemerintah memutuskan untuk mempertahankan tarif sebesar 11 persen untuk barang dan jasa di luar kategori barang mewah.

 

“Apa yang ada di undang-undang tidak berubah. Sekarang, bagaimana kami mengimplementasikan kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait PPN tetap 11 persen? Kami memanfaatkan opsi lain, yaitu penggunaan DPP nilai lain,” kata Suryo dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

 

Menurutnya, pemerintah memilih skema DPP nilai lain karena mekanisme ini sudah tercantum dalam Pasal 8A UU PPN. Dengan menggunakan nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian, pemerintah bisa menetapkan tarif efektif PPN sebesar 11 persen tanpa harus merevisi undang-undang.

 

Perhitungan PPN untuk barang non-mewah tidak mengalami perubahan meskipun tarif PPN diatur naik menjadi 12 persen. Penggunaan DPP nilai lain dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024 memungkinkan tarif 12 persen tersebut menjadi efektif 11 persen untuk barang non-mewah.

 

Terkait masih adanya toko ritel yang mengenakan PPN 12 persen, Suryo menjamin akan mengembalikan dana konsumen yang sudah telanjur kena pungutan PPN 12 persen. Suryo mengatakan, pihaknya masih membahas mekanisme pengembalian pungutan tersebut.

 

“Prinsipnya kalau sudah kelebihan dipungut, ya mesti dikembalikan,” ujar Suryo.

Lebih lanjut, Suryo mengaku, pihaknya akan mencari sumber pendapatan baru sebagai pengganti. Suryo mengatakan DJP akan memaksimalkan sumber penerimaan pajak lain.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit