China Produksi Pesawat Komersil, Laik Terbang Tapi Beda Teknologi Dengan Boeing
JAKARTA - Pesawat terbang buatan Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) dinyatakan layak terbang. Namun, jika PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk jadi membeli pesawat made in Negeri Tirai Bambu itu, memerlukan penyesuaian alias adaptasi dari sisi teknologinya karena berbeda dengan buatan Boeing.
Terbatasnya ketersediaan pesawat di pasar global, mendorong Garuda Indonesia menjajaki pabrikan pesawat buatan COMAC.
Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan, Garuda Indonesia memang perlu menambah armadanya untuk mengantisipasi potensi peningkatan jumlah penumpang tahun ini.
Karenanya, tak heran bila Garuda melakukan penjajakan ke sejumlah negara yang memproduksi burung besi.
Yang saya tahu, ke China itu masih tahap penjajakan. Yang sudah pasti itu ke Boeing karena pembicaraan soal pengadaan pesawat dengan mereka sudah lama, tinggal eksekusinya (pembelian),” ujar Gatot kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Gatot, bila Garuda Indonesia ingin mendatangkan armada buatan China, maka memerlukan penyesuaian atas teknologi pesawat besutan COMAC.
Gatot menceritakan, ia sempat berkunjung ke pabrikan yang didirikan pada 11 Mei 2008 itu di Pudong, Shanghai. Menurut dia, pesawat itu sudah memenuhi standar kelaikan dari otoritas China.
“Kalau ditanya soal safety, ya aman. Tapi, pasti ada perbedaan dari segi teknologi yang diterapkan. Yang punya China itu ada sistem (perakitan) robot. Nah, itu kan harus dipelajari dan pilot perlu penyesuaian karena selama ini terbiasa dengan Boeing,” bebernya.
Selain soal teknologi pada pesawat, lanjut Gatot, Garuda juga harus mempertimbangkan soal maintenance pesawat dan layanan after sales-nya.
“Setahu saya, kalau perlu maintenance, pesawatnya harus dibawa ke China. Tapi tergantung kesepakatan, apakah kalau beli banyak (pesawat) maka bisa dicek atau perbaiki di Indonesia,” katanya.
Gatot menggarisbawahi, penambahan armada pada saat ini sangatlah penting. Namun ingat, imbuhnya, maskapai juga harus mempertimbangkan tingkat keterisian (load factor) dari masing-masing pesawat.
“Kalau tahun ini dikatakan mau menambah 20 armada, memang cukup. Tapi lihat juga load factor-nya. Jadi, penting juga mengoperasikan pesawat ke rute-rute yang load factor-nya tinggi,” katanya.
Ia menyarankan, upaya menjaga keterjangkauan masyarakat terhadap harga tiket pesawat, tetap bisa dilakukan pasca periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Karena dikhawatirkan, harga tiket pesawat naik karena imbas dari penerapan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12 persen. Padahal, pesawat terbang termasuk transportasi umum layaknya angkutan darat dan laut.
Sayangnya, pesawat kerap dinilai sebagai barang atau angkutan mewah,” keluh Gatot.
Apalagi kehadiran pesawat sangat penting untuk konektivitas wilayah-wilayah yang tak terjangkau angkutan darat dan laut.
Makanya, sambung Gatot, harus terus didorong agar tiket pesawat tidak lagi dikenakan pajak.
Ketentuan harga batas atas dan bawah pesawat kan tidak berubah sejak 2019. Artinya, tiket pesawat itu bisa murah, kalau tidak ada biaya-biaya lain yang dikenakan,” sambungnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani Pandjaitan menyampaikan, masih ada proses yang panjang untuk memastikan pembelian pesawat buatan COMAC.
“Ini masih dalam kajian kami. Kalau komunikasi sudah dimulai. Namun kalau sampai betul-betul pesawatnya kita operasikan, itu prosesnya panjang sekali,” kata Wamildan di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengakui, jumlah pesawat saat ini tidak cukup melayani seluruh masyarakat.
“Indonesia memerlukan 750 pesawat, saat ini baru ada 400-an. Memang kurang, makanya Dirut (Direktur Utama) Garuda, Pelita, dan Citilink, berusaha menambah pesawat,” terang Erick di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Hal ini sebagai salah satu upaya untuk menangkap peluang di sektor penerbangan, yang jumlah penumpangnya diramal naik dari 56 juta orang ke 90 juta orang tahun ini.
Sebagai informasi, COMAC adalah perusahaan milik Pemerintah China. Dikutip dari situs resmi COMAC, perusahaan tersebut telah memproduksi tiga tipe pesawat. Yakni C909 yang merupakan pesawat jarak pendek-menengah (short-medium range), C919 pesawat jet pertama yang dikembangkan China secara independen dan C929 pesawat jet jarak jauh berbadan besar (long-range widebody).
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 9 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu