TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

China Produksi Pesawat Komersil, Laik Terbang Tapi Beda Teknologi Dengan Boeing

Reporter & Editor : AY
Sabtu, 11 Januari 2025 | 10:21 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Pesawat terbang buatan Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) dinyatakan layak terbang. Namun, jika PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk jadi membeli pesawat made in Negeri Tirai Bambu itu, memerlukan penyesuaian alias adaptasi dari sisi teknologinya karena berbeda dengan buatan Boeing.

 

Terbatasnya ketersediaan pesawat di pasar global, men­dorong Garuda Indonesia men­jajaki pabrikan pesawat buatan COMAC.

 

Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan, Garuda Indonesia memang perlu me­nambah armadanya untuk mengantisipasi potensi peningkatan jumlah penumpang tahun ini.

 

Karenanya, tak heran bila Garuda melakukan penjajakan ke sejumlah negara yang mem­produksi burung besi.

 

Yang saya tahu, ke China itu masih tahap penjajakan. Yang sudah pasti itu ke Boeing karena pembicaraan soal pengadaan pesawat dengan mereka sudah lama, tinggal eksekusinya (pembelian),” ujar Gatot ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

 

Menurut Gatot, bila Garuda Indonesia ingin mendatangkan ar­mada buatan China, maka memer­lukan penyesuaian atas teknologi pesawat besutan COMAC.

 

Gatot menceritakan, ia sem­pat berkunjung ke pabrikan yang didirikan pada 11 Mei 2008 itu di Pudong, Shanghai. Menurut dia, pesawat itu sudah memenuhi standar kelaikan dari otoritas China.

 

“Kalau ditanya soal safety, ya aman. Tapi, pasti ada perbedaan dari segi teknologi yang diterap­kan. Yang punya China itu ada sistem (perakitan) robot. Nah, itu kan harus dipelajari dan pilot perlu penyesuaian karena selama ini terbiasa dengan Boeing,” bebernya.

 

Selain soal teknologi pada pesawat, lanjut Gatot, Garuda juga harus mempertimbangkan soal maintenance pesawat dan layanan after sales-nya.

 

“Setahu saya, kalau perlu maintenance, pesawatnya harus dibawa ke China. Tapi tergan­tung kesepakatan, apakah kalau beli banyak (pesawat) maka bisa dicek atau perbaiki di Indone­sia,” katanya.

 

Gatot menggarisbawahi, penambahan armada pada saat ini sangatlah penting. Namun ingat, imbuhnya, maskapai juga ha­rus mempertimbangkan tingkat keterisian (load factor) dari masing-masing pesawat.

 

“Kalau tahun ini dikatakan mau menambah 20 armada, memang cukup. Tapi lihat juga load factor-nya. Jadi, penting juga mengoperasikan pesawat ke rute-rute yang load factor-nya tinggi,” katanya.

 

Ia menyarankan, upaya men­jaga keterjangkauan masyarakat terhadap harga tiket pesawat, tetap bisa dilakukan pasca periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).

 

Karena dikhawatirkan, harga tiket pesawat naik karena imbas dari penerapan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12 persen. Padahal, pesawat terbang terma­suk transportasi umum layaknya angkutan darat dan laut.

 

Sayangnya, pesawat kerap dinilai sebagai barang atau angkutan mewah,” keluh Gatot.

 

Apalagi kehadiran pesawat sangat penting untuk konektivi­tas wilayah-wilayah yang tak ter­jangkau angkutan darat dan laut.

 

Makanya, sambung Gatot, harus terus didorong agar tiket pesawat tidak lagi dikenakan pajak.

 

Ketentuan harga batas atas dan bawah pesawat kan tidak berubah sejak 2019. Artinya, tiket pesawat itu bisa murah, kalau tidak ada biaya-biaya lain yang dikenakan,” sambungnya.

 

Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani Pandjaitan menyampai­kan, masih ada proses yang panjang untuk memastikan pem­belian pesawat buatan COMAC.

 

“Ini masih dalam kajian kami. Kalau komunikasi sudah dimulai. Namun kalau sampai betul-betul pesawatnya kita operasikan, itu prosesnya pan­jang sekali,” kata Wamildan di Jakarta, Kamis (2/1/2025).

 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tho­hir mengakui, jumlah pesawat saat ini tidak cukup melayani seluruh masyarakat.

 

“Indonesia memerlukan 750 pesawat, saat ini baru ada 400-an. Memang kurang, makanya Dirut (Direktur Utama) Garuda, Pelita, dan Citilink, berusaha menam­bah pesawat,” terang Erick di Jakarta, Kamis (2/1/2025).

 

Hal ini sebagai salah satu upaya untuk menangkap peluang di sektor penerbangan, yang jumlah penumpangnya diramal naik dari 56 juta orang ke 90 juta orang tahun ini.

 

Sebagai informasi, COMAC adalah perusahaan milik Pemerintah China. Dikutip dari situs resmi COMAC, perusahaan tersebut telah memproduksi tiga tipe pesawat. Yakni C909 yang merupakan pesawat jarak pendek-menengah (short-medium range), C919 pesawat jet pertama yang dikembangkan China secara independen dan C929 pesawat jet jarak jauh berbadan besar (long-range widebody).

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit