Titiek Prabowo: Pagar Bambu 30 KM Di Laut Tangerang Habiskan Rp 12 M
JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR Titiek Soeharto meragukan pengakuan kelompok nelayan soal kepemilikan pagar bambu di laut Tangerang. Karena dari hasil temuan Mbak Titiek, pagar bambu sepanjang 30 km itu, bisa habiskan anggaran sekitar Rp 12 miliar. Duit sebanyak itu, mustahil kalau dimiliki kelompok nelayan kecil.
Pernyataan Titiek itu, menanggapi pengakuan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang mengklaim pagar laut tersebut merupakan ulah mereka. Sementara dari pihak Pemerintah, hingga saat ini belum mau mengungkap siapa dalang dari pemasangan pagar bambu tersebut.
“Ini biayanya mahal, sudah dihitung-hitung, ada yang hitung katanya 12 miliar gitu ya,” ungkapnya, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Menurutnya, pemasangan pagar bambu yang membentang dari garis Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, hingga pesisir Pantai Kronjo, Kecamatan Kronjo, bukanlah perkara mudah. Apalagi, kalau pekerjaan itu dilakukan dan dibiayai sendiri oleh nelayan. Sedangkan, para nelayan di lokasi justru merasa dirugikan dengan keberadaan pagar laut tersebut.
Putri mendiang Soeharto itu mengatakan, informasi yang diterima DPR, kehidupan nelayan perlu dibantu. Sebab lebih banyak kesulitan ketimbang kebahagiaan.
“Ini dari Komisi IV sedang berusaha untuk menyejahterakan kehidupan para nelayan. Kok tiba-tiba nelayan itu punya duit segitu-gitu ya. Ini kan sangat mengada-ada,” ujar Titiek.
Politisi Partai Gerindra itu pun geram, dan meminta Pemerintah segera mengungkap pemilik pagar laut di Tangerang. Ia lalu mempertanyakan tindakan yang dilakukan Pemerintah, karena polemik ini berjalan lama.
“Jadi kami mendesak supaya Pemerintah segera mencari tahu. Kasus ini sudah satu bulan lebih ramainya, masa enggak dapet-dapet. Ini aparat ke mana?” pinta mantan istri Prabowo Subianto ini.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, rencananya, Pemerintah bersama TNI AL akan kembali melanjutkan pembongkaran pagar laut.
Rabu sama-sama (pagar laut akan dibongkar),” ujar Wakil Ketua Umum PAN ini dilansir YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (21/1/2025).
Sebelumnya, Trenggono dipanggil Presiden Prabowo Subianto ke Istana Negara, Jakarta, Senin (20/1/2025). Melalui kesempatan itu, ia melaporkan ke Presiden soal duduk permasalahan pagar laut yang menjadi perhatian publik.
Diungkapkan Trenggono, praktik ini masif dilakukan pada 2024, dengan melibatkan terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang ia tegaskan sebagai tindakan ilegal.
Menurutnya, pagar laut ini dirancang untuk menahan sedimentasi agar tanah secara perlahan muncul di permukaan. “Di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat, jadi itu sudah jelas ilegal juga. Pemagaran itu dilakukan agar tanah semakin naik karena sedimentasi tertahan,” terangnya.
Trenggono menyebut, pagar laut yang dibangun secara terstruktur memiliki potensi untuk mengubah lautan menjadi daratan seiring waktu. Hal ini dikarenakan fungsi pagar tersebut yang menahan abrasi, sehingga tanah yang terbawa oleh ombak dapat tertahan dan mengendap.
Ia menjelaskan bahwa reklamasi alami ini dapat menghasilkan daratan dalam jumlah yang signifikan hingga puluhan ribu hektar. “Saya melaporkan kepada Bapak Presiden, dari 30 hektar itu bisa menjadi sekitar 30 ribu hektar. Itu angka yang sangat besar,” urainya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengatakan, pihaknya tengah menginvestigasi untuk mengungkap kebenaran hal tersebut. Nusron telah mengutus Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Virgo Eresta Jaya untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) terkait garis pantai kawasan Desa Kohod.
Langkah ini bertujuan memastikan apakah bidang-bidang tanah tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai. “Data dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan sejak tahun 1982 akan dibandingkan dengan data garis pantai terbaru hingga tahun 2024,” ungkap Nusron.
Dari hasil penelusuran awal, Nusron mengungkapkan bahwa di lokasi tersebut telah diterbitkan sebanyak 263 bidang sertifikat. Rinciannya, 234 bidang berupa SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Selain itu, terdapat pula 17 bidang Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut.
Jika hasil koordinasi dan pengecekan membuktikan bahwa sertifikat-sertifikat tersebut berada di luar garis pantai, evaluasi dan peninjauan ulang akan segera dilakukan.
“Apabila ditemukan cacat material, cacat prosedural, atau cacat hukum, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan tanpa harus melalui proses pengadilan, selama usianya belum mencapai lima tahun,” pungkasnya.p
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 8 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu