Menteri Pertanian Ngamuk, Harga Singkong Ambruk
JAKARTA - Harga singkong di Lampung ambruk. Penyebabnya, singkong impor menyerbu Tanah Air. Mendapati kenyataan ini, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, ngamuk.
Saat ini, harga singkong di Lampung hanya berkisar Rp 1.000 per kilogram. Hal ini terjadi karena perusahaan pengolahan tepung tapioka tidak menyerap singkong petani dengan maksimal, akibat banyaknya impor.
Para petani singkong pun menjerit. Pekan lalu, ribuan petani singkong menggelar demostrasi di DPRD Lampung. Mereka menuntut agar perusahaan mau menyerap singkong petani dengan harga sesuai kesepakatan, yaitu Rp 1.400 per kilogram.
Amran amat berang dengan membajirnya singkong impor ini. Dia memastikan akan menindak tegas importir singkong yang lebih memilih produk luar daripada petani dalam negeri.
"Kami akan undang industri, undang petaninya. Kami minta kepada importir, tegas, jangan zalimi petani," kata Amran, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/1/2025).
Amran menegaskan, importir tidak boleh berpikir sebagai penjajah. Industri yang lebih memilih produk dari negara lain daripada dalam negeri diragukan patriotismenya.
Mengimpor produk pangan dari negara lain lebih dari produk dalam negeri, diragukan patriotismenya. Tandanya itu mereka lebih sayang petani luar," ucapnya.
Dia juga mengingatkan, pihak yang menzalimi petani akan ditindak. Sebab, pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menekankan untuk melindungi dan menyejahterakan petani ataupun rakyat kecil.
"Menzalimi petani, menzalimi rakyat Indonesia itu adalah pengkhianat bangsa," tegasnya.
Kamis (23/1/2025), ribuan petani singkong dari wilayah Kabupaten Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Mesuji, kembeli menggelar demostrasi. Mereka menggeruduk tiga pabrik tapioka di Lampung. Mereka menuntut harga singkong sesuai Surat Edaran (SE) yang diterbitkan Pj Gubernur Lampung Samsudin.
Sebelumnya, Samsudin menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pembinaan Petani dan Monitoring Harga dan Kualitas Ubi Kayu di Provinsi Lampung. Dalam surat edaran itu disebutkan harga singkong ditetapkan sebesar Rp 1.400 per kilogram (kg) dengan rafaksi maksimal 15 persen.
Ribuan petani singkong tersebut berunjuk rasa di tiga pabrik tapioka yang ada di Tulangbawang. Mereka menuntut agar ketiga perusahaan segera menerapkan harga singkong sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) yang disepakati, yaitu Rp 1.400 per kilogram.
Dalam SKB itu disepakati perusahaan membeli singkong dari petani seharga Rp 1.400 per kilogram. Kawan-kawan di kabupaten mendatangi perusahaan tapioka di daerah mereka," kata Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin.
Dasrul menjelaskan, sejak SKB ditandatangani pada 23 Desember 2024, pihak perusahaan belum menjalankan kesepakatan tersebut. Hingga kini, perusahaan masih membeli singkong dengan harga lama yang lebih rendah.
"Sudah sebulan, sampai sekarang belum dijalankan. Jadi perusahaan masih membeli pakai harga lama, bukan harga baru yang disepakati," ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengapresiasi reaksi yang ditunjukkan Amran ketika mengetahui ada pabrik tepung tapioka yang lebih mengutamakan singkong dari luar dibanding petani lokal. Firman bilang, komoditas pangan seperti singkong tumbuh subur di Indonesia. Jumlahnya melimpah.
"Tanpa impor aja, harga singkong terpukul apalagi ada impor. Buat apa program swasembada pangan digembor-gemborkan sedangkan bahan komoditas pangan yang melimpah aja diimpor," ucap Firman.
Sementara, peneliti Indef Sugiyono Madelan tak bisa menyalahkan industri dalam membanjirnya impor singkong. Kata dia, singkong impor punya keunggulan. Selain lebih murah, singkong impor juga sesuai kebutuhan industri. Terutama dalam segi kualitas, ukuran, dan keberlanjutan pasokan.
Sugiyono menyatakan, karena bukan produk utama pertanian, singkong di dalam negeri kurang terurus, khususnya dari sisi pemupukan. Alhasil, produktivitasnya rendah, dan keberlanjutan produksinya kurang terjamin.
"Kontrak farming yang jelas dan bekelanjutan antara konsumen, pabrik, dan petani tidak ada. Sehingga harganya tidak terjamin," ulasnya.
Dengan kondisi ini, Sugiyono berpesan agar Pemerintah lebih fokus mengurus perdagangan singkong. Kementerian Pertanian (Kementan) harus memandang singkong sebagai usaha tani yang profesional.
Dia menerangkan, selama ini singkong ditanam di tanah marjinal. Sehingga kejadian ini merupakan alarm agar budidaya singkong menjadi lebih baik, baik dar sisi produksi maupun kualitas. "Tidak baik memusuhi importir. Apalagi menggunakan isu nasionalisme," ucap Sugiyono.
Dia menambahkan, persoalan ini menjadi bukti bahwa relasi petani dan pengusaha kurang berjalan lancar. "Pabrik tepung tapioka mesti senantiasa menjaga hubungan yang baik dengan para kelompok tani dan petani dalam negeri," pesannya.
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu