Banjir Terjang Bogor, Jakarta, Bekasi, Tangerang, Kenapa Terus Berulang?

JAKARTA - Banjir di wilayah Bogor, Jakarta, Bekasi dan Tangerang pada Selasa (4/3/2025), menimbulkan keprihatinan yang mendalam.
Pasalnya, wilayah yang terdampak sangat luas.
Dihimpun dari beberapa media, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi misalnya, mencatat jumlah warga terdampak banjir, per Rabu (6/3/2025), sebanyak 16.371 Kartu Keluarga (KK). Dengan total keseluruhan 61.648 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 48.000 jiwa mengungsi di 14 posko pengungsian.
Ada pun banjir tersebar di 24 desa dari 16 kecamatan, yakni Babelan, Sukawangi, Tambun Utara, Cibitung, Tambun Selatan, Cikarang Selatan, Serang Baru, Sukatani, Cikarang Barat, Cikarang Utara, Kedungwaringin, Cikarang Timur, Bojongmangu, Cibarusah, Cikarang Pusat dan Setu.
Di Kota Bekasi, korban banjir sebanyak 22.856 ribu KK. Jumlah itu tersebar di delapan kecamatan, dan lebih dari 26 kelurahan.
Sementara itu, BPBD Jakarta melaporkan, pada Selasa (4/3/2025), ada 105 RT dan lima ruas jalan terimbas banjir. Untuk saat ini, banjir di Jakarta sudah surut.
Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Dwi Sawung menilai, penyebab utama banjir yang melanda wilayah Jabodetabek adalah, perubahan tata ruang yang tidak memperhatikan dampak lingkungan.
"Banyak wilayah yang seharusnya tidak dibangun, semestinya merupakan kawasan resapan air, tapi dibangun. Cara bangunnya pun tidak mempertimbangkan dampak lingkungan," ujar Sawung.
Sedangkan Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo menyoroti penyebab lainnya, seperti tambang ilegal dan jalur drainase di Jakarta, Bekasi dan Tangerang.
Untuk menyelesaikan persoalan ini harus bareng-bareng. Jangan dianggap hanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat," ujar Firman, Jumat (7/3/2025).
Untuk membahas topik tersebut lebih lanjut, berikut ini wawancara selengkapnya dengan Dwi Sawung.
Apa penyebab banjir di Bogor, Bekasi, Jakarta dan Tangerang ini versi WALHI?
Melihat dampak yang terjadi, ini bukan sekadar krisis iklim. Tapi, ada perubahan tata ruang yang besar di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Lihat curah hujan harian yang dirilis BMKG, saat ini bukan curah hujan terbesar sepanjang pencatatan. Bahkan, lebih besar curah hujan tahun 2020.
Apakah maksud Anda, pembangunan di wilayah hulu, kawasan hutan tempat resapan air, menjadi penyebab banjir ini?
Memang pembangunan di Bogor menjadi penyebab utama dari banjir ini. Ini bisa dilihat hasil pemantauan muka sungai oleh Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas (KP2C).
Sungai Cikeas paling tinggi muka airnya, padahal curah hujan tidak setinggi itu. Ini tandanya, di hulu, lahan resapan air sudah banyak yang tertutup bangunan. Lebih banyak lahan terbangunnya. Ini kelihatan juga dari cepatnya air naik. Kebetulan, saya juga korban banjir di Bekasi.
Apakah banjir saat ini sama dengan banjir yang pernah terjadi sebelumnya?
Pada tahun 2020, di kawasan pemukimanan saya, dari awal mula ada yang terendam hingga ke rumah kami itu, perlu waktu lebih dari 12 jam. Pada tahun 2025, empat jam saja.
Dulu lahan resapan air di hulu sekitar 75 persen. Ini lebih dari 20 tahun lalu. Namun sekarang, kira-kira tinggal 25 persen saja.
Ini untuk aliran sungai yang ke mana ya?
Ini yang ke kali Bekasi.
Wilayah mana saja yang menurut WALHI ada permasalahan tata ruang?
Bisa dilihat di Sentul, Hambalang, Cibinong, Cikeas, Cileungsi yang penuh perumahan dan kawasan komersil. Belum lagi, Sentul dulu kan masih kebun dan hutan, sekarang banyak perumahan. Hambalang begitu juga.
Apa solusi dari WALHI ?
Perlu penertiban tata ruang, terutama dari Pemerintah. Pemerintah jangan membiarkan dan memberikan izin perubahan tata ruang yang tidak mempertimbangkan bencana.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 15 jam yang lalu
Nasional | 12 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 10 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Internasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu