Indonesia Darurat Rokok Pada Anak
Pramono Anung: Aturan Ini Tak Melarang Orang Untuk Merokok

JAKARTA - Pemerintah menegaskan komitmennya untuk mempercepat penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di seluruh Indonesia.
Hal ini dibahas dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bertajuk “Posisi dan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pasca Diundangkannya PP No. 28 Tahun 2024” pada Kamis (12/6/2025) di Jakarta.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja, dari paparan rokok dan asap rokok. Serta memperkuat implementasi regulasi turunan dari Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa Pemerintah telah menyelesaikan sebagian besar peraturan pelaksana dari UU Kesehatan tersebut. Salah satu fokus penting adalah pengendalian konsumsi rokok.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 berhasil disusun dalam waktu kurang dari satu tahun, termasuk dua Peraturan Presiden dan 18 Peraturan Menteri Kesehatan. Ini penyederhanaan luar biasa dari ratusan regulasi sebelumnya,” ujar Budi.
Meski demikian, ia mengakui bahwa regulasi terkait rokok adalah isu yang rumit karena melibatkan berbagai kepentingan. “Dalam isu rokok, kami mengambil posisi yang cukup agresif. Tapi ini persoalan multidimensi. Ada aspek kesehatan, ekonomi, hingga ketenagakerjaan. Pemerintah harus menyeimbangkan semuanya,” tegasnya.
Budi juga menyoroti tingginya prevalensi merokok di Indonesia. Sebanyak 73 persen laki-laki dewasa adalah perokok aktif, dan 7,4 persen anak usia 10–18 tahun juga merokok. Sementara itu, penggunaan rokok elektronik meningkat pesat di kalangan remaja.
“Kalau kita ingin hidup sehat, melihat anak tumbuh besar, dan menikmati masa tua bersama cucu, harus bisa mengendalikan, jangan sampai merokok. Rokok adalah faktor risiko utama kanker paru,” ucapnya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menambahkan bahwa tantangan implementasi KTR berasal dari kuatnya budaya merokok dan pengaruh iklan. Ia menyampaikan perlunya intervensi Pemerintah secara sistematis.
“Kita akan siapkan model Perda yang dapat diadaptasi oleh daerah, disertai batas waktu implementasi. Apresiasi juga akan diberikan bagi daerah yang telah menerapkan KTR secara optimal,” ujar Tito.
Saat ini, sebanyak 209 kabupaten/kota telah memiliki Perda dan Perkada KTR. Namun, masih ada 28 kabupaten/kota yang belum memiliki regulasi apa pun. Untuk itu, Kemendagri dan Kemenkes akan mengeluarkan surat edaran bersama dan mendorong DPRD agar mempercepat proses legislasi.
Tito juga mendorong agar kementerian, lembaga, dan institusi Pemerintah menjadi teladan dalam pelaksanaan KTR. Termasuk menyediakan ruang khusus merokok agar tidak mencemari area kerja publik.
Salah satu daerah yang sedang menyiapkan Perda KTR adalah Jakarta. Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) KTR Jakarta, diatur sanksi administrasi bagi pelanggaran larangan merokok di area yang ditetapkan. Dendanya berkisar antara Rp 250 ribu hingga Rp 50 juta.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) KTR DPRD Jakarta, Ali Lubis Hakim mengatakan, sanksi lainnya yang memungkinkan dimasukkan dalam Raperda KTR adalah pidana penjara maksimal enam bulan. “Supaya peraturan ini ada muruah (marwah), bersifat mengikat,” ujarnya.
Lubis menyampaikan, sanksi pidana itu berlaku bagi pelanggar yang tidak ingin membayar sanksi denda. "Jadi sanksi itu nanti akan saya sampaikan bersifat pilihan, bayar denda atau masuk penjara," katanya.
Soal Raperda KTR, banyak masyarakat bertanya-tanya, apakah peraturan ini akan melarang orang merokok sama sekali?
Oh, tidak. Perda rokok itu bukan berarti orang nggak boleh merokok. Bukan. Ini soal penataan, bukan pelarangan total. Kita ingin mengatur agar masyarakat tidak merokok di tempat-tempat publik yang ramai orang.
Artinya akan ada pembatasan di ruang publik?
Betul. Orang tidak bisa merokok di tempat-tempat publik yang banyak orangnya. Itu prinsipnya. Tapi bukan berarti hak perokok dihilangkan. Kami akan sediakan fasilitas khusus untuk mereka yang ingin merokok.
Apakah konsep fasilitas khusus ini mengikuti praktik di negara lain?
Ya, tentu. Di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, atau Amerika Serikat, sudah diatur dengan rapi. Bahkan di tempat terbuka pun, ada kawasan tertentu yang tetap melarang merokok. Di Jakarta, kedepan, kita akan menuju ke arah itu juga. Tapi kita sesuaikan dengan konteks lokal.
Ada wacana KTR ini akan mencakup juga tempat hiburan malam. Bagaimana pandangan Anda?
Kami setuju dengan usulan DPRD. Tempat hiburan seperti karaoke, kelab malam, dan kafe live music itu masuk ke dalam definisi tempat umum dalam Ranperda ini. Di kota-kota global, bar dan diskotik sudah termasuk kawasan tanpa rokok. Kita ingin Jakarta setara dengan kota-kota seperti Tokyo, Seoul, atau San Jose.
Apakah Perda ini tidak akan berbenturan dengan peraturan perundangan lain?
Tidak. Justru kita merujuk pada banyak regulasi nasional. Mulai dari UUD 1945, Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, UU Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014, hingga PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Juga Pedoman Pelaksanaan KTR yang dikeluarkan bersama oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.
Lalu bagaimana dengan industri rokok itu sendiri?
Kami tidak melarang produksi atau ekspor tembakau. Industri itu tetap bisa berjalan. Tapi yang kami atur adalah konsumsi rokok di ruang publik dan fasilitas tertentu. Harus ada keseimbangan antara kepentingan industri dan perlindungan kesehatan masyarakat.
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 10 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Internasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu