TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Keputusan Baru Seumur Jagung, KPU Batalkan Keputusan Aturan Rahasia Dokumen Capres dan Cawapres

Reporter & Editor : AY
Rabu, 17 September 2025 | 08:06 WIB
Ketua KPU Ketua KPU Mochammad Afifuddin. Foto : Ist
Ketua KPU Ketua KPU Mochammad Afifuddin. Foto : Ist

JAKARTA - Tak kuat menghadapi kritik, KPU dengan cepat membatalkan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 tentang aturan rahasia dokumen Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Ibaratnya, KPU pagi dele sore tempe.

 

Keputusan yang dibatalkan itu baru seumur jagung. KPU menetapkannya pada 21 Agustus 2025 dan dipublikasikan pada 25 Agustus 2025. Artinya, belum genap satu bulan. Namun, karena keputusan ini menuai gelombang kritik, KPU balik arah dan menarik aturannya.

 

Pembatalan keputusan itu diumumkan langsung Ketua KPU Mochammad Afifuddin, dalam konferensi pers, di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (16/9/2025). Jajaran Komisioner KPU yaitu Parsadaan Harahap, Iffa Rosita, August Mellaz, Idham Holik, dan Yulianto Sudrajat ikut mendampingi. Hadir pula Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno.

 

"Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025," ujar Afif.

 

Dia menjelaskan, Keputusan 731/2025 sebenarnya tidak dimaksudkan untuk melindungi calon tertentu. Aturan itu merupakan bentuk penyesuaian terhadap ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Pemilu, Peraturan KPU, maupun regulasi yang terkait lainnya. 

 

“KPU harus memedomani aturan tersebut,” terangnya.

 

Sebelum mencabut keputusan, KPU menggelar rapat internal khusus dan melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk Komisi Informasi Pusat (KIP). Menurut Afif, langkah itu penting mengingat persoalan yang dibahas berkaitan erat dengan pengelolaan data dan keterbukaan informasi publik.

 

Kebijakan merahasiakan dokumen Capres, sejak awal memang menuai kritik keras. Sejumlah kalangan menilai aturan itu bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi yang dijunjung tinggi dalam proses demokrasi. Gelombang penolakan tersebut mendorong KPU meninjau kembali keputusannya.

 

Afif mengaku, masukan publik menjadi salah satu pertimbangan penting dalam mengambil langkah pembatalan. “Tentu ini tidak hanya berkaitan dengan Pilpres, tapi juga terkait data lain yang bisa diakses sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

 

Afif memastikan, tidak ada campur tangan dari Istana maupun DPR dalam proses pembatalan ini. “Tidak ada diskusi dari pihak yang tadi disebutkan. Yang ada, uji konsekuensi,” tegasnya.

 

Dia menerangkan, uji konsekuensi itu dilakukan secara internal untuk memastikan apakah sebuah informasi pantas dikecualikan atau tidak. Dari proses tersebut, ditambah dengan masukan masyarakat, KPU memutuskan mencabut aturan yang sempat menimbulkan kontroversi tersebut.

 

Di kalangan internal kami bahas dan kami merasa perlu mendapat perspektif dari pihak lain juga untuk kemudian memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh,” terangnya.

 

Afif juga membantah bahwa keputusan itu berkaitan dengan strategi KPU menghadapi Pemilu 2029. Menurutnya, regulasi tersebut hanya dibuat dalam konteks pengelolaan data saat ini.

 

“Jadi bukan untuk mengatur Pemilu 2029, bukan. Ini murni bagaimana pengelolaan data ini,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 menuai kritik karena mengatur bahwa dokumen persyaratan Capres dan Cawapres, seperti ijazah, keterangan sehat jasmani dan rohani, surat keterangan tidak pernah dipidana, hingga dokumen kependudukan seperti KTP dan daftar riwayat hidup, tidak bisa diakses publik selama 5 tahun. Keputusan tersebut dianggap bertolak belakang dengan prinsip keterbukaan informasi dan memicu sorotan luas dari masyarakat sipil hingga akademisi. 

 

Pembatasan keputusan ini disambut baik Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda. Menurutnya, dokumen persyaratan untuk menjadi peserta Pemilu, baik di Pileg, Pilpres, maupun Pilkada merupakan sesuatu yang bisa diakses publik.

 

Dengan dibukanya dokumen, kata Rifqi, publik bisa mengetahui sejauh mana kelengkapan berkas yang disiapkan para kandidat. "Sudah sewajarnya sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas Pemilu, seluruh tahapan kepemiluan itu bisa diakses oleh publik," ujarnya, Selasa (16/9/2025). 

 

Dia menilai, aturan terkait Pemilu seharusnya dibuat jelang pelaksanaan agar tidak menimbulkan persepsi negatif. Bukan setelah prosesnya selesai. “Idealnya KPU menerbitkan keputusan berkaitan kandidat sebelum tahapan Pemilu dilaksanakan," ucap politisi Partai NasDem itu.

 

Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menilai, Keputusan KPU Nomor 731/2025 sejak awal memang bermasalah. Aturan itu tidak mempertimbangkan dampak strategis terhadap keterbukaan informasi publik maupun kredibilitas kelembagaan KPU. 

 

"Padahal, setiap kebijakan yang menyangkut hak publik dalam Pemilu semestinya dibuat dengan analisis hukum yang matang dan memperhatikan implikasi politiknya terhadap kepercayaan masyarakat," ulasnya, Selasa malam (16/9/2025).

 

Dalam merumuskan keputusan atau regulasi yang sangat penting, kata Titi, KPU tidak bisa bekerja secara eksklusif atau hanya mendasarkan pada tafsir internal. Keterlibatan pihak-pihak terkait, baik masyarakat sipil, akademisi, maupun lembaga atau pemangku kepentingan lainnya, menjadi sangat penting agar produk kebijakan KPU tidak menimbulkan kontroversi dan resistensi publik. 

 

"Transparansi dalam proses perumusan aturan juga merupakan bagian dari tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pemilu yang independen," ujarnya.

 

Terkait perubahan sikap yang begitu cepat, kata Titi, ibarat pagi dele sore tempe. Meski diakui menyelamatkan KPU dari krisis yang lebih dalam, hal tersebut tetap meninggalkan kesan bahwa KPU kurang berhati-hati, tidak konsisten, dan rawan dianggap tidak berintegritas. 

 

"Hal ini harus menjadi pelajaran penting, bahwa setiap langkah kebijakan KPU perlu didasarkan pada prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi publik sejak awal, bukan setelah kritik ramai bermunculan," pungkasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit