39 Pegawai Kemenkeu Menuai Kritikan Tajam
JAKARTA - Sebanyak 39 pejabat Kemenkeu rangkap jabatan. Mayoritas, mereka menjadi komisaris BUMN maupun anak perusahaan BUMN.
Tim Kampanye dan Advokasi Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Gulfino Guevarrato mengatakan, banyaknya pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang rangkap jabatan menunjukkan adanya indikasi rangkap penghasilan. Karena, yang bersangkutan masih dalam status aktif menjabat secara struktural.
“Dari pantauan Seknas Fitra, setidaknya 39 pegawai Kementerian Keuangan dari eselon I dan II yang merangkap jabatan, mayoritas menjadi Komisaris di BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan anak perusahaan BUMN,” ungkap Gulfino dalam keterangan pers dikutip Senin (6/3).
Fino mencontohkan rangkap penghasilan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara yang saat ini menjabat sebagai Komisaris PLN. Kata dia, jabatan Wakil Menteri mendapatkan gaji sebesar Rp 121 juta.
“Sedangkan dengan jabatan komisaris di PLN bisa mendapatkan Rp 2,1 M setiap bulannya,” ungkap dia.
Fino mengatakan, meskipun rangkap jabatan tidak dapat dijadikan temuan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Namun, dengan adanya rangkap jabatan itu dikhawatirkan seorang pejabat kementerian tidak fokus melaksanakan tugasnya.
"Fungsi sebagai wakil Menteri berpotensi tidak dijalankan secara optimal karena lebih fokus mengurusi kepentingan di BUMN,” kata Fino.
Bahkan, kata Fino, jika ditelaah secara lebih luas, rangkap jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di BUMN tersebar hampir di seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L). Pada awal tahun 2023, Seknas Fitra melakukan uji petik pada 243 komisaris BUMN di seluruh BUMN.
Hasilnya ditemukan fakta, minimal terdapat 95 aparatur negara atau 45 persen yang rangkap jabatan menjadi Komisaris BUMN. Selain itu, ditemukan ada dominasi beberapa Kementerian dan Lembaga tertentu dalam penempatan Komisaris di BUMN.
FITRA menilai permasalahan tersebut dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja K/L dan BUMN yang ditempati. Sehingga, masyarakat luas bahkan negara berpotensi kehilangan manfaat atas kondisi seharusnya.
Dalam kasus BUMN, temuan Ombudsman RI pada tahun 2020 menunjukkan ada 397 komisaris BUMN rangkap jabatan dan 197 komisaris anak perusahaan, terindikasi rangkap jabatan dan penghasilan. Akibatnya, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan berpotensi tidak optimal.
Misalnya, karena adanya hubungan kedekatan emosional dengan yang diawasi, minimnya kompetensi dan tidak memiliki keahlian dengan jabatan yang didudukinya.
"Sehingga hanya menerima gaji saja tanpa melakukan apa-apa,” kata Fino.
Di samping itu, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 17 huruf (a) Undang-Undang (UU) Nomor 25/2009 Tentang Pelayanan Publik. Dalam pasal itu disebutkan ‘pelaksana pemerintahan dilarang merangkap sebagai Komisaris/Pengurus Organisasi usaha bagi pelaksana yang dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD’.
Di sisi lain, dalam UU Nomor 5/2014 tentang ASN, ASN diakui sebagai sebuah profesi. Sebagai orang yang bekerja di sektor publik dan tindak tanduknya berkaitan erat dengan hajat masyarakat umum, ASN adalah pekerjaan yang sangat rawan dengan jebakan dan perangkap konflik kepentingan.
Artinya pejabat/ASN Kementerian Keuangan yang merangkap jabatan di BUMN melanggar Pasal 1 ayat (14) UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (PerMenpan RB) No 12/2016 tentang Pedoman Umum Penanganan Konflik Kepentingan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal pejabat Kementerian Keuangan yang rangkap jabatan. Menurutnya, penunjukkan pejabat Kemenkeu sebagai komisaris BUMN biasanya didasarkan bahwa Pemerintah sebagai pemegang saham utama BUMN.
Namun, Sri Mulyani mengaku mempertanyakan alasan tersebut. Dia termasuk orang yang tidak percaya dan tidak menyetujui bahwa karena Kemenkeu ultimate shareholder BUMN, lalu punya jatah komisaris.
Apalagi kalau alasan rangkap jabatan itu adalah untuk menambah penghasilan jajarannya.
“Kalau kayak gitu, nggak benar juga,” ujar Sri Mulyani.
Meski begitu, dia setuju menugaskan jajarannya menjadi komisaris di BUMN jika diperlukan untuk mengawasi dan memberikan masukan1 kepada perseroan.
Bendahara negara itu pun mengaku akan menagih laporan dari jajarannya yang menjadi komisaris, terutama apabila perusahaan yang diawasi merugi, kolaps, bahkan terjadi penyelewengan.
“Sejujurnya saya sudah bilang sama Pak Erick (Menteri BUMN Erick Thohir) bahwa saya tidak bisa naruh orang, kalau kemudian dia tidak melakukan pengawasan,” tutur Sri Mulyani.
Dia pun menyadari, banyak hal di negara ini yang menimbulkan pro dan kontra. Namun, Sri Mulyani berujar, fokusnya saat ini adalah memperbaiki kementeriannya.
“Kalau ada hal yang dirasa tidak adil, atau membuat suatu risiko jadi meningkat, ya kami coba untuk koreksi saja,” ucap dia. rm.id
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 18 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 20 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 11 jam yang lalu
TangselCity | 10 jam yang lalu