Soroti Kasus 894 Penyelenggara Pemilu Meninggal
Komnas HAM Siapkan Rekomendasi
JAKARTA - Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melihat adanya penambahan beban kerja yang berat panitia Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Pasalnya, pemilu dilakukan secara serentak dan membuat panitia bekerja secara maraton.
Komisioner Komnas HAM Bidang Pengkajian dan Penelitian, Saurlin P Siagian mengatakan, pihaknya akan membuat sejumlah rekomendasi yang akan diberikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tujuanya, agar pihak penyelenggara pemilu membuat skenario pencegahan terhadap petugas pemilu yang meninggal.
“Mungkin mempersiapkan soal jaminan kesehatan, bagaimana kecukupan sumber daya manusia (SDM) dan dari segi kesehatan,” ujar Saurlin dalam keterangannya, kemarin.
Saurlin menyebut, 894 penyelenggara pemilu 2019 yang meninggal disebabkan oleh sejumlah faktor. Seperti dipengaruhi oleh penyakit bawaan dan faktor usia. Dia pun mengusulkan agar proses seleksi terhadap panitia pemilu dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan riwayat penyakit serta batasan usia.
“Dua syarat ini harus dijadikan indikator dalam perekrutan petugas waktu pelaksanaan pemilihan,” pinta Saurlin.
Selanjutnya, kata Saurlin, Komnas HAM juga berpendapat untuk memberi jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kepada petugas pemilu dengan asuransi. Mungkin secara sistematik, kata dia, belum ada dari penyelenggaraan.
“Tapi itu perlu disiapkan secara komprehensif,” saran dia.
Selain itu, Saurlin mengungkap sembilan kelompok rentan yang berpotensi tidak dapat menyalurkan hak suaranya pada Pemilu 2024. Kelompok-kelompok tersebut, kata dia, terancam tidak dapat mengikuti pemungutan suara bila tidak mendapatkan perhatian serius penyelenggara pemilu dan Pemerintah.
Mereka adalah kelompok disabilitas dan orang dengan disabilitas mental (ODOM), tahanan, narapidana, pekerja rumah tangga (PRT), serta kelompok sexual orientation, gender identity, dan gender expression (SOGIE). Kemudian, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), pengungsi konflik sosial/bencana alam, perempuan dan pekerja buruh.
“Meskipun belum tentu tidak diperhatikan. Tapi kami asumsikan less attention terhadap mereka,” ujar dia.
Menurut Saurlin, kurangnya perhatian penyelenggara pemilu terhadap sembilan kelompok itu menjadi basis Komnas HAM menyusun peraturan. Kata dia, harus ada kebijakan tindakan sementara untuk memberi kompensasi kepada kelompok yang selama ini terdiskriminasi serta tidak memiliki sumber daya memadai.
“Komnas HAM ingin bekerja untuk kelompok yang paling termarginalkan dan perlu perhatian khusus, bukan kelompok umum, apalagi kelas menengah,” tandasnya.
Kendati demikian, kata Saurlin, hingga saat ini Komnas HAM belum menyampaikan rekomendasi apapun kepada penyelenggara pemilu serta Pemerintah. Sebab, kata dia, Komnas HAM masih pada tahap mengumpulkan informasi dan observasi di beberapa provinsi. Seperti, di Jawa Timur Komnas HAM mengumpulkan data-data di Surabaya, Sidoarjo dan Sampang.
“Kami mendatangi Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, lembaga pemasyarakatan, pengungsi Syiah Sampang, kelompok transgender serta pemerintah daerah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Saurlin menuturkan, Komnas HAM telah membentuk tim pemantau persiapan penyelenggaraan pemilu serentak. Kebijakan tersebut sebagai bentuk partisipasi aktif terhadap pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih.
“Upaya itu dilakukan sejak 2018 hingga 2020. Ini merupakan kelanjutan dari upaya-upaya dalam pemenuhan hak asasi warga negara,” pungkas Saurlin. rm.id
Nasional | 21 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Nasional | 20 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu