TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Dunia Berhutangbudi Ke Jokowi

Amankan Pangan Dan Energi Di Tengah Perang Rusia Dan Ukraina

Oleh: AY/RM.ID
Senin, 04 Juli 2022 | 10:04 WIB
Presiden Joko Widodo dan Presiden Putin. (Ist)
Presiden Joko Widodo dan Presiden Putin. (Ist)

JAKARTA - Ada berkah besar yang dicapai Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Ukraina dan Rusia. Jokowi berhasil meyakinkan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia, Vladimir Putin untuk amankan pangan dan energi bagi dunia. Sehingga dunia tidak lagi khawatir soal krisis pangan dan energi. Ini yang membuat dunia berutang budi ke Jokowi.

Selain menggempur dengan senjata perang, Rusia juga menutup jalur perdagangan bagi Ukraina. Akibatnya, ekspor Ukraina berupa gandum dan pupuk ke seluruh dunia, tertutup. Padahal selama ini, banyak negara termasuk Indonesia, bergantung dari ekspor gandum dan pupuk daru Rusia.

Tak hanya pangan, perang Rusia-Ukraina juga berimbas pada ketersediaan energi. Dunia, khususnya negara-negara Eropa kelimpungan akibat pasokan minyak dan gas yang seret imbas pemangkasan impor dari Rusia.

Masalah itu, sudah menemui titik terang usai Jokowi bertemu dengan Presiden Putin, di Istana Kremlin, Rusia. Kepada Jokowi, Putin menjamin keamanan untuk pasokan pangan dan kemanusiaan. Kemudian, khusus untuk jalur ekspor produk pangan Ukraina, terutama melalui jalur laut, Jokowi mengungkapkan bahwa Putin telah memberikan jaminan untuk dibuka lagi.

Apa yang dicapai Jokowi itu, dibenarkan oleh Direktur Wahid Institut, Yenny Wahid. Putri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini mengaku heran, bila misi Jokowi ke Ukraina dan Rusia disebut gagal hanya karena Putin tetap melakukan serangan ke Ukraina.

Di akun Twitter miliknya, Yenny mengungkapkan, banyak sasaran yang ingin dicapai Jokowi selain konflik bersenjata. Salah satu yang tak kalah penting misalnya, mengamankan rantai pasokan bahan makanan dan energi. Misalnya, Indonesia adalah salah satu pengimpor terbesar tepung gandum karena rakyatnya doyan makan mie instan.

"Nah, Jokowi memperjuangkan agar pasokan gandum dari Ukraina bisa keluar ke pasar bebas termasuk ke Indonesia, agar tidak terjadi kenaikan harga bahan makanan seperti kasus minyak goreng. Termasuk juga pasokan pupuk dari Rusia dan Ukraina, karena ini akan berakibat pada nasib petani," cuitnya di akun @yennywahid, Sabtu lalu.

Menurut dia, apa yang dilakukan Jokowi sangat luar biasa. "Tidak banyak orang bisa diterima dua belah pihak, karenanya kita musti berbangga Presiden kita mampu melakukan terobosan itu," pujinya. 

Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini ikut memberikan acungan jempol dengan misi Jokowi berkunjung ke Ukraina dan Rusia. Menurut dia, selama 7 tahun terakhir ini, performa politik luar negeri Indonesia kurang begitu greget jika dibandingkan dengan masa Menteri Luar Negeri Adam Malik atau Ali Alatas.

"Jarang sekali saya memberikan pujian. Untuk ini, saya memberikan respek," kata Didik, saat memberikan sambutan dalam diskusi bertajuk "Harapan dari Misi Perdamaian Jokowi", yang digelar secara online, tadi malam. 

Didik mengatakan, perang Rusia-Ukraina memang tak langsung berhenti setelah Jokowi datang. Ada juga negara yang mengritik dan menyepelekan. Australia misalnya, menyebut apa yang dilakukan Jokowi sebagai "diplomasi mie goreng" karena hanya ingin agar Ukraina bisa lagi mengekspor gandumnya. 

Menurut dia, berbagai kritik itu biarkan saja. Jangan dipikirkan. Yang jelas, apa yang dilakukan Jokowi dengan membawa Ibu Iriana ke Ukraina sudah menjadi perhatian dunia. Gimmicknya sudah kuat. Namun, esensinya juga harus kuat.

"Jadi, kini menteri luar negeri, dan para diplomat yang ada di bawahnya harus memperkuat apa yang jadi misi Jokowi," sarannya. 

Di tempat yang sama, Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD), Shiskha Prabawaningtyas turut memberikan apresiasi. Kata dia, posisi Indonesia menjadi penengah Rusia-Ukraina sangat kuat. Indonesia saat ini menjadi presidensi G20. Selain itu, Indonesia juga menjadi anggota dari Global Crisis Response Group (GCRG), bersama Jerman, Senegal, dan Brazil. 

Tim yang dibentuk PBB ini bertugas memastikan ketahanan pangan global. Ada dua tugas pokok tim ini yaitu stabilisasi harga pangan yang tengah meroket, dan membantu negara-negara miskin untuk mendapatkan akses terhadap pangan.

"Jadi apa yang dilakukan Jokowi ini perlu diapresiasi," kata Shiskha. 

Soal mendamaikan Rusia-Ukraina, Shiskha bilang, memang tidak mudah. Sejarah konflik kedua negara ini panjang. Jadi, bukan kali ini saja Rusia melakukan serangan. Pada 2014 misalnya, Rusia sudah mencaplok semenanjung Krimea.  

Paling tidak, apa yang dilakukan Jokowi dengan mendatangi Ukraina sudah bisa menurunkan tekanan negara barat terhadap Indonesia yang "nekat" mengundang Rusia dalam acara Forum G20. "Dalam jangka pendek, harapannya KTT G20 berjalan sukses sesuai harapan," ujarnya. 

Pembicara berikutnya, Direktur Eksekutif Insitute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam ikut memberikan sanjungan. Menurut dia, kehadiran Jokowi di Forum G7, lalu berkunjung ke Ukraina dan Rusia, adalah double track strategy. 

Di satu sisi, Jokowi mencoba menyelesaikan persoalan ini di kalangan elite, yaitu kelompok negara G7. Kelompok G7 ini sangat powerfull karena pemegang kekuatan 30 persen ekonomi dunia.  Sudah jadi rahasia umum, konflik Rusia-Ukraina bukan   semata-mata konflik dua negara.

Ada kekuatan besar elite di balik konflik itu. Untuk misi pertama ini, Jokowi bisa dibilang sudah sukses. 

"Jokowi sudah melakukan komunikasi awal yang baik dengan menyukseskan di level elite," kata Khoirul.

Indikasi keberhasilannya, tekanan negara barat kepada Indonesia yang begitu besar karena tetap mengundang Rusia ke forum G20, sudah mereda. 

Nah, di sisi lain, Jokowi langsung menukik ke inti persoalan. Yaitu mengunjungi dua negara yang sedang berkonflik. Sejak perang pecah akhir Februari lalu, belum ada satu pun pemimpin negara yang menemui Zelensky dan Putin sekaligus.

"Jadi apa yang dilakukan Jokowi ini sebuah langkah strategis yang patut diapresiasi," ujarnya. 

Kenapa patut diapresiasi? Pertama, Jokowi sudah mengembalikan pentingnya multilateralisme dalam menyelesaikan persoalan dunia, tidak semata pertarungan ego antar elite. Kata dia, jika semua persoalan hanya urusan ego elite sangat berbahaya. Dampak ekonomi politiknya sangat besar. Selain itu, kunjungan Jokowi juga sudah memberikan jeda tempur.

Memang, kata dia, perang Rusia-Ukraina ini tidak langsung berhenti. Dalam paradigma hubungan internasional, tujuan perdamaian tidak bisa langsung terjadi. Ada proses. Nah, proses itu yang sudah dimulai Jokowi. Yaitu pentingnya multilateralisme.

"Jika terus kita rasionalisasikan ini akan menjadi kontribusi yang positif untuk perdamaian dunia," pungkasnya. (rm id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo