Ide Marketplace Guru, Solusi Atau Malah Jadi Masalah Baru
Dede Yusuf: Garis Besarnya Sudah Baik, Tapi...
JAKARTA - Gagasan “Marketplace Guru” oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memantik pro kontra.
Gagasan itu disampaikan Nadiem dalam rapat di Komisi X DPR, Rabu (24/5). Secara umum, rapat yang digelar bersama Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu, membahas tentang kesiapan Pemerintah Pusat dalam mendukung persiapan pengisian formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Nadiem lalu mengusulkan pembuatan platform berupa basis data, bernama Marketplace Guru. Menurut dia, itu akan sangat memudahkan untuk pencarian guru yang sesuai kebutuhan sekolah.
Marketplace Guru, diartikan sebagai basis data yang berisikan profil guru. Mereka adalah peserta seleksi PPPK yang lolos passing grade, tapi belum dapat formasi, atau lulusan pendidikan profesi guru (PPG) yang punya sertifikat pendidik.
Kepala sekolah dapat mengakses marketplace ini, agar dapat merekrut serta memenuhi kebutuhan guru secara langsung, tanpa harus menunggu perekrutan nasional. Pendanaannya direncanakan menggunakan dana alokasi umum yang ditransfer langsung ke sekolah. Peruntukannya hanya untuk membayar gaji guru.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kemudian mengubah nama Marketplace Guru dengan sebutan Ruang Talenta Guru. “Kemarin sudah saya sampaikan, namanya Ruang Talenta Guru,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Nunuk Suryani, seperti diberitakan Republika.co.id.
Gagasan Mendikbudristek ini menimbulkan pro kontra. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai, sistem rekrutmen guru dengan marketplace ini, mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Kedudukan guru yang seharusnya dimuliakan, menjadi tidak terhormat.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengatakan, garis besar gagasan Mendikbudristek itu sudah baik. Tetapi, dia mewanti-wanti agar tidak menjadikan guru seperti barang dagangan.
Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Dede Yusuf.
Bagaimana Anda melihat platform Marketplace Guru?
Saya menilai, garis besar ide Mendikbudristek Nadiem Makarim sudah baik. Namun, konsep marketplace menunjukkan kesan, guru sebagai sebuah produk atau objek.
Baiknya seperti apa?
Saya mengusulkan, konsepnya bukan marketplace, tapi Ruang Talenta, atau database talent. Jadi, bukan guru sebagai produk atau objek, melainkan sebagai subjek.
Apa alasan Anda?
Konsep marketplace tidak tepat, karena menjadikan guru sebagai objek seperti barang yang bisa dibeli oleh sekolah-sekolah. Perlu diingatkan, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, disebutkan bahwa guru merupakan profesi pekerjaan khusus. Jadi, guru bukan dipilih sebagai objek. Tapi, mempertemukan antara kebutuhan pendidikan dengan talenta yang ada.
Apa manfaat platform ini?
Sebetulnya, itu kan talent scout (pemandu bakat) ya, atau head hunter. Tapi, harus memprioritaskan bagaimana profesi guru agar mudah mendapatkan sekolah untuk mengajar.
Lantas, apa yang harus disiapkan Pemerintah jika serius melaksanakan ide ini?
Sebelum itu diberlakukan pada tahun depan, Pemerintah harus menyiapkan solusi berupa peraturan yang menjamin kesejahteraan para guru, khususnya di sekolah swasta, agar hidupnya tidak terkatung-katung.
Selain itu, kebijakan Pemerintah harus menjunjung tinggi nilai profesi guru yang tidak bisa disetarakan dengan barang dagangan, sebagaimana yang beredar di marketplace secara bebas. Jadi, konsepnya harus dielaborasi lebih baik.
Apa lagi saran Anda?
Rekrutmen guru melalui digital, juga tidak boleh mematikan guru existing yang sudah mengajar. Sehingga, program marketplace guru masih perlu dielaborasi lebih jauh dengan mempertimbangkan banyak hal.
Pemerintah perlu melakukan dengar pendapat dengan perwakilan guru, asosiasi guru, perwakilan sekolah dan pakar. Harus ada sosialisasi program yang jelas agar kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik.
Ada kekhawatiran terjadi kolusi jika sekolah diberikan kebebasan merekrut guru melalui sistem marketplace.
Tanggapan Anda?
Harus ada juga sistem pencegahan, agar sekolah melakukan perekrutan yang asal-asalan, tidak sesuai kebutuhan dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek utama yang mendukung kualitas pengajaran sekolah. Jangan sampai sistem baru mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas guru dan ketidakadilan lainnya bagi para guru honorer.
Sebagai penutup, apa yang ingin Anda sampaikan?
Terlepas dari program baru, Pemerintah sebaiknya menyelesaikan terlebih dahulu setumpuk permasalahan terkait guru yang sampai saat ini belum selesai. Khususnya, mengenai proses seleksi guru PPPK yang masih terkendala. Jangan sampai ada banyak program, tapi tidak dapat menjadi solusi berarti.
Selesaikan dulu persoalan tersebut, sebelum program lowongan melalui lokapasar dibuka. Saya juga mendorong Pemerintah menyelesaikan permasalahan penempatan guru di luar daerah provinsi.
Maksudnya?
Banyak penolakan dari guru-guru di Jawa Barat yang lolos seleksi ASN PPPK, tapi mendapat tawaran penempatan di Provinsi Gorontalo atau daerah lainnya.
Perlu ada keterangan resmi dari Kementerian Keuangan untuk menjamin adanya upah tambahan atau tunjangan, bagi guru yang bersedia menerima penempatan di luar provinsi tempat mereka tinggal.
Lifestyle | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu