TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Jokowi Pulihkan Luka Korban Pelanggaran HAM Berat

Pelakunya Diapain?

Laporan: AY
Rabu, 28 Juni 2023 | 08:24 WIB
Foto : Setpres
Foto : Setpres

ACEH - Presiden Jokowi serius menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Salah satunya dengan melakukan pemulihan luka korban pelanggaran HAM. Jika korbannya dipulihkan, lalu pelakunya diapain?

Kemarin, Jokowi terbang ke Aceh. Jokowi berangkat dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, sekitar pukul 6.40 WIB menggunakan pesawat Kepresidenan Indonesia-1.

Jokowi mengenakan setelan kemeja putih lengan panjang dan celana bahan hitam. Ikut mendampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Jokowi tiba di Bandar Udara Inernasional Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, sekitar pukul 10.00 WIB. Jokowi langsung melanjutkan perjalanan dengan menggunakan helikopter Super Puma TNI AU menuju Kabupaten Pidie.

Helikopter Jokowi mendarat di Stadion Persimura Beureunuen. Kemudian, Jokowi melanjutkan perjalanan naik Mercedes-benz warna hitam menggunakan pelat Indonesia menuju ke Rumoh Geudong, Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie. Sepanjang jalan Jokowi disambut warga Pidie.

Saat sampai di Rumoh Geudonh Jokowi dipeusijuek atau ditepungtawari oleh Ketua MPU Pidie, Tgk Muhamma Ismi A Jalil atau Abu Ilot. Setelah itu, Jokowi bersama rombongan langsung memasuki tenda besar tempat acara peluncuran program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat di Aceh.

Pada kesempatan ini, Jokowi menyerahkan secara simbolis program pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu. Dalam penyerahan ini Jokowi didampingi oleh Menko Polhukam Mahfud MD.

Jokowi menyerahkan pemulihan pelanggaran HAM kepada 8 perwakilan korban. Perwakilan korban ini terdiri dari korban pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh hingga eks mahasiswa Indonesia yang tidak bisa pulang ke Tanah Air akibat peristiwa 1965.

Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan, Indonesia merupakan negara besar sehingga wajar jika memiliki sejarah baik dan buruk. Namun, Jokowi memastikan, Pemerintah memiliki niat tulus untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Negara kita ini memang negara besar, jadi ada peristiwa-peristiwa yang mengikuti juga kadang-kadang peristiwanya baik, tetapi juga ada yang tidak baik dan saya kira normal di negara-negara lain juga pasti memiliki sejarah-sejarah,” kata Jokowi.

Lalu bagaimana dengan pelakunya? Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, Pemerintah sebenarnya telah mengupayakan menempuh jalur yudisial untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Namun, jalur tersebut mendapat banyak hambatan.

Upaya membawa pelanggaran HAM berat masa lalu itu selalu gagal dibuktikan di pengadilan. Sehingga dari empat peristiwa dengan 35 terdakwa yang diajukan ke pengadilan, semuanya pada akhirnya dibebaskan oleh pengadilan,” ungkap Mahfud.

Empat kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah dibawa ke pengadilan adalah kasus Tanjung Priok 1984, Timor Timur 1999, Abepura 2000, dan Paniai 2014.

Mahfud menyebutkan, masalah pembuktian berdasarkan hukum acara pidana sangat sulit dipenuhi. Sementara itu, upaya membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) juga kandas. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 yang dibuat oleh Pemerintah bersama DPR dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Karena itu, kata Mahfud, Presiden mengambil kebijakan dan langkah-langkah pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu atau biasa disebut tim PPHAM.

“Itulah sebabnya daripada berdiam diri dan menunggu selesainya kerumitan-kerumitan,” cetus mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Adapun 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu adalah peristiwa 1965-1966, peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985, peristiwa Talangsari Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh 1989, peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.

Lalu, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, peristiwa Wasior Papua 2001-2002, peristiwa Wamena, Papua 2003, dan peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003

Ketua Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM), Letjen Teguh Pudjo Rumekso mengatakan, penyelesaian non-yudisial tersebut fokus kepada pemulihan hak-hak korban. Selain itu, untuk mencegah agar tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

“Pemulihan hak korban ini meliputi dua kategori, yaitu secara individual dan komunal,” ujarnya.

Teguh menjelaskan, untuk kategori individual, Kemenkes akan memberikan jaminan kesehatan prioritas. Menurutnya, dikatakan prioritas lantaran jaminan kesehatan itu tidak seperti yang diberikan kepada yang reguler.

“Seperti korban dan keluarga korban akan mendapatkan layanan kesehatan, itu tingkat I. Jadi bisa mengakses ke seluruh rumah sakit Pemerintah, biaya pelayanan ini dalam satu tahun dapat berkisar Rp 28 juta sekian,” jelasnya

Usai acara, Jokowi bersama rombongan mengunjungi stand kementerian yang menampilkan program pemulihan korban HAM. Stand tersebut terletak di dalam kompleks Rumoh Geudong.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo