Polusi Udara Jangan Cuma Ditangani Di Hulu, Sektor Hilir Juga Kudu Diperhatikan
SERPONG - Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama kembali menyoroti polusi udara terus berkecamuk di Jakarta dan sekitarnya. Terlebih, dampaknya terhadap kesehatan, juga sudah mulai terlihat.
Menurutnya, penanganan yang paling tepat adalah mengidentifikasi faktor penyebab dan segera mengatasinya.
"Apa pun dan bagaimanapun caranya, yang jelas harus segera ada tindakan yang berdampak nyata, tanpa perlu terlalu mengorbankan masyarakat," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Kamis (24/8).
Penanganan di hulu, memang menjadi hal yang utama. Tapi masalahnya, di hilir, masyarakat Jakarta dan sekitarnya sudah "terpaksa" menghirup udara kotor penuh polutan.
Karena itu, selain di hulu, Prof. Tjandra menilai perlunya pelayanan di sektor hilir, tentang kesehatan masyarakat.
Mengingat di Jakarta dan sekitarnya, tersedia jaringan Puskesmas yang lengkap, Prof. Tjandra mengusulkan tujuh langkah untuk dilaksanakan di Puskesmas.
"Pertama, sanitary kit yang ada di Puskesmas harus diaktifkan, untuk menilai kualitas udara setempat. Jadi, akan ada data polusi per kecamatan. Bahkan, per kelurahan. Meski mungkin, kualitas udaranya tidak lengkap sempurna," papar Prof. Tjandra yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI.
Kedua, Prof. Tjandra mengusulkan kegiatan practical approach on lung health (PAL) yang digagas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diaktiflan kembali. Sebab menurutnya, kegiatan ini akan amat berperan dalam deteksi, evaluasi, dan tindakan kesehatan paru di lapangan.
Saya ikut memulainya di Kyrgystan, sekitar 10 tahun. Saya kira, Puskesmas di Jakarta dan sekitarnya sudah mengenal PAL. Jadi, tinggal mengaktifkannya saja," ujar Prof. Tjandra.
Ketiga, surveilan keluhan respirasi dan sebagainya, perlu terus dijaga. Baik dalam gedung Puskesmas, di lapangan wilayah kerja, maupun oleh kader. Perlu ada tindak lanjut segera, kalau memang ada tren peningkatan.
Saat ini, di media sosial juga beredar informasi tentang kemungkinan dampak polusi pada saluran cerna, mata, kulit, dan sebagainya.
Keempat, promosi kesehatan atau Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) jelas harus ditingkatkan. Baik tentang berbagai kemungkinan dampak kesehatan, atau akses informasi polutan setempat, bila mungkin.
Kelima, pasien-pasien penyakit kronik yang biasanya ditangani Puskesmas, perlu diberi perhatian khusus.
Bila memungkinkan, dihubungi untuk tanya keadaannya, telemedisin, diminta datang ke Puskesmas, atau dilakukan kunjungan rumah.
Keenam, kalau ada peningkatan kasus ISPA dan sebagainya, Puskesmas harus memberi pengobatan yang baik.
Bila perlu, dilakukan rujukan ke RSUD DKI Jakarta atau RS lainnya.
Ketujuh, akan baik kalau di semua Puskemas di Jakarta dan sekitarnya dibuat semacam "Pojok Polusi", yang dapat memberi informasi kepada masyarakat, tentang berbagai aspek polusi udara di wilayahnya.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu