TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Ditunjukkan Saat Blusukan Di Cianjur

Ganjar Tak Berjarak Dengan Rakyat

Laporan: AY
Sabtu, 07 Oktober 2023 | 08:25 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAWA BARAT - Ganjar Pranowo yang selama ini dikenal sebagai tokoh sederhana kembali menunjukkan sikapnya yang tak pernah berjarak dengan rakyat. Hal itu bisa dilihat saat Ganjar blusukan ke Desa Tegallega, Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat. Ganjar benar-benar dekat dengan rakyat. Ganjar tidur di rumah warga, makan bareng warga, salat minta hujan (istisqo) bareng warga, temui petani milenial, juga sowan ke kiai.

Warga kampung yang terletak di kaki Gunung Gede Pangrango itu, senang bisa bertemu Ganjar. Sandi Octa Susila, warga Cianjur yang kini menjadi Duta Petani Milenial, misalnya, memanfaatkan kehadiran Ganjar untuk berbagi mimpinya membangun mini pabrik teh celup dan teh kualitas premium. Usai bertemu Ganjar, Sandi yang berusia 30 tahun ini, senang bukan main. Keinginannya menggerakkan roda ekonomi warga desa itu, mendapat support penuh dari Ganjar.

Kabar kedatangan Ganjar ke Desa Tegallega membuat Sandi antusias dan bersemangat. Petani yang sudah merintis usaha di sektor pertanian ini, tahu betul Ganjar punya perhatian penuh kepada warga milenial. Ia pun berharap, kedatangan sosok capres berambut putih ini, ikut men-support agar kerakyatan bisa tumbuh.

Karena itu, saat Ganjar tiba di desa, Sandi memanfaatkan betul kehadiran eks Gubernur Jawa Tengah dua pe­riode itu. Sandi misalnya, mengajak Ganjar berkeliling melihat berbagai usaha yang terlah dirintisnya sejak 2015. Ia mengajak Ganjar melihat Green House, Agro Edu Wisata, dan Smart Farming. Smart farming adalah konsep pertanian yang menggunakan teknologi digital dan informasi untuk meningkat usaha yang terlah dirintisnya sejak kan efisiensi, dan produktivitas.­

Sebagai Duta Petani Milenial, Sandi memang punya tugas menghimpun anak-anak muda yang tertarik bergerak di sektor pertanian.

Sandi mengajak Ganjar bertatap muka dan berdiskusi dengan para generasi muda.

Setelah berkeliling, Ganjar tampak happy. "Mas Ganjar melihat apa yang sudah kami kembangkan ini sudah bagus. Harus dipertahankan. Dan kalau perlu bisa menjadi role model untuk diterapkan di daerah lain," kata Sandi, saat berbincang dengan Rakyat Merde­ka ( Tangsel Pos Group), Jumat (6/10/2023).

Setelah itu, Sandi kemudian menceri­takan mimpinya membangun mini pabrik teh celup dan teh premium. Ketua Umum Duta Petani Andalan ini bercerita, di Desa Tegallega ini punya potensi alam, yaitu kebun teh yang luas. Ia menceritakan, pihaknya sudah menyewa perkebunan teh seluas 45 hektar ke PTPN VIII. Di lahan itu, ia kemudian membuat program PMDK (Pemberdayaan Masyarakat Desa Ke­bun). Nah, menurut dia, potensi besar itu masih belum teroptimalkan dengan baik. Muncullah ide membangun pabrik kecil untuk mengolah teh menjadi teh celup dan teh premium. Harapannya, dengan keberadaan pabrik tersebut ekonomi desa bergerak sehingga petani lokal bisa hidup sejahtera.

Keinginannya itu mendapat sambutan hangat dari Ganjar. Lulusan S1 jurusan Agronomi dan Holtikultura di IPB Bogor ini mengatakan, produk teh yang akan diproduksi itu nantinya bernama Teh Gunung Pangrango disingkat jadi Teh GP.

Kata dia, pabriknya saat ini dalam proses pembangunan. Letaknya, tak sampai 500 meter dari perkebunan teh. Kata dia, pabrik sengaja dibangun dekat perkebunan agar bisa memangkas ong­kos transportasi. Ia belajar bagaimana industrialisasi di China. Di negeri Panda itu, semua didekatkan antara hulu dan hilir. Sehingga harga produk bisa murah. Pembangunan pabrik teh GP ini bekerja sama dengan Koperasi Desa Sejahtera Indonesia (Kodesi) milik Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI), di mana Ganjar menjabat sebagai Dewan Pembina.

Pabrik rencananya akan beroperasi pada pertengahan November 2023. Se­banyak 4 hektare kebun teh diberdayakan oleh para petani milenial dengan kapasitas produksi 200 kg per hari.

Teh premium merk Teh GP itu nantinya akan dijual dengan harga tinggi. Per 50 gram, dijual dengan harga Rp150.000 dan per kilogramnya sekitar Rp800.000 hingga Rp 2 juta. Di­perkirakan, pabrik teh akan beromset Rp200 juta per bulan dan akan terus bertambah dengan penambahan luas lahan dan kapasitas produksi.

"Mudah-mudahan pabrik ini men­jadikan minimal desa kita sendiri bisa mandiri," tutup Sandi.

Ganjar Nginep Di Rumah Warga

Ganjar tiba di Desa Tegallega pada Rabu (4/10/2023) malam. Di sana, Gan­jar yang datang bersama istrinya, Siti Atikoh, menginap di salah satu rumah warga. Kegiatan Ganjar dimulai pada Kamis pagi. Sekitar pukul 5.30 pagi, Ganjar dah istri sudah berjalan menelu­suri lereng Gunung Gede Pangrango. Warga dengan hangat menyapa Ganjar.

Ganjar kemudian berjalan menelu­suri perkebunan teh, lalu diajak Sandi Octa berkeliling melihat green house dan rumah produksi Teh GP.

Ganjar mengaku senang melihat anak milenial turun tangan menggerakkan petani agar sejahtera. Kata dia, pabrik teh itu contoh konkret hilirisasi perta­nian yang bisa mensejahterakan warga. Ia berharap, jika program mini pabrik teh itu berhasil, bisa diterapkan di dae­rah lain. Tentu dengan unit usaha dan kearifan lokal masing-masing. Tentu saja, pemerintah harus mendukung usaha tersebut dengan menjadi offtaker.

"Kalau semua bisa melakukan itu, maka bisa kita bayangkan betapa be­sarnya pendapatan yang dihasilkan. Ini bagian dari hilirisasi produk pertanian yang kita inginkan, dan endingnya cita-cita kita mewujudkan kedaulatan pangan bisa tercapai," kata Ganjar.

Dari sana, Ganjar bertemu dengan para eks butuh migran. Di acara ini, suasana penuh haru saat para eks pahla­wan devisa itu, menceritakan kisah nestapa selama bekerja di luar negeri.

Siti Sukaesih misalnya, menceritakan pengalamannya menjadi buruh migran di Dubai. Ia mengatakan mendapat perlakuan tidak senonoh oleh sang ma­jikan. "Saat saya menolak, saya dilapor­kan pada polisi. Saya minta tolong pada KBRI, tapi tidak ada jawaban. Telpon juga tidak pernah diangkat. Akhirnya saya dipulangkan pak, tanpa membawa uang sepeserpun," ungkapnya.

Hal senada disampaikan Yogi, eks bu­ruh migran yang bekerja di Arab Saudi. Kepada Ganjar, Yogi mengaku tidak dibayar selama bekerja di Arab Saudi.

Dia juga mengaku kecelakaan dan dirawat di rumah sakit, tapi pihak perusahaan tidak mau mengurusi. "Akhirnya, saya kabur dan mencari pekerjaan baru, tapi saya tidak dibayar selama lima bulan," kenangnya.

Selain Yogi dan Siti, di tempat itu ada belasan eks buruh migran yang mengalami nasib sama. Mereka saat ini berkumpul menjadi relawan dan membantu teman-temannya yang mengalami nasib serupa. Koordina­tor eks butuh migran, Nining, me­ngatakan, saat ini pihaknya sedang me­nangani buruh migran asal Bali yang bermasalah di Polandia. Buruh migran itu sedang sakit dan diduga menjadi korban malpraktik. Nining mengaku sudah mencoba menghubungi pihak terkait agar si butuh migran itu bisa pulang ke Indonesia. Namun, usahanya itu belum membuahkan hasil.

Mendengar cerita itu, Ganjar lang­sung meminta nomor hanpdhone pihak keluarga yang ada di Polandia untuk mengetahui kronologi sebenarnya. Ia juga meneruskan info itu pada Guber­nur Bali dan Kepala BP2MI Benny Ramdhani untuk mencari informasi itu.

"Semua Pekerja Migran yang mendapat kekerasan dan perlakuan tidak baik, mereka harus dilindungi. Negara harus hadir memberikan perlindungan," kata Ganjar.

Setelah itu, Ganjar bersilahturahmi dengan pimpinan dan pengurus Ponpes se-Kabupaten Cianjur di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ittihad Cianjur. Sesampainya di lokasi, Ganjar disam­but hangat para pengasuh Ponpes se-Kabupaten Cianjur. Ia merasa senang karena bisa bersilahturahmi dengan beberapa kelompok masyarakat hingga ulama yang ada di Cianjur.

Usai berdiskusi, Ganjar langsung diajak ke Masjid untuk melangsungkan salat Zuhur bersama. Setelah salat, Gan­jar yang mengenakan pakaian berwarna putih dengan peci hitam ini, bergegas ke area terbuka di Ponpes Al-Ittihad untuk melangsungkan Salat Istisqa.

Salat Istisqa merupakan salat yang dilakukan umat Islam untuk meminta hujan kepada Allah SWT. Apalagi belakangan hujan belum mengguyur Kabupaten Cianjur dan mengakibat­kan kekeringan di wilayah tersebut.

“Inilah bagian dari ikhtiar yang bisa kita lakukan, mudah-mudahan terka­bul,” harap Ganjar setelah mengikuti Salat Istisqa.

Alhamdulillah, sekitar pukul 3 atau 4 sore, hujan turun selama kurang lebih 15 menit di sekitar Desa Tegal­lega. Menurut pengakuan Sandi Octa, intensitas hujan memang tak lebat. Namun, sudah cukup membasahi jalanan. Warga pun ikutan senang dan mengabadikan turunnya hujan itu, dengan merekam lewat handphone.

"Alhamdulillah, saat hujan turun saya langsung berdoa. Karena sudah lama tak turun hujan," kata Sandi.

Foto : Ist
Pos Sebelumnya:
Pemilu Dengan Riang Gembira
Pos Berikutnya:
Soal Mentan Tersangka
Foto : Ist
Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo