TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Rupiah Terus Lemah, Membuat Pengusaha Ketar-ketir

Oleh: Farhan
Kamis, 20 Juni 2024 | 08:47 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat ketar-ketir para pengusaha. Mereka khawatir biaya bahan baku dan produksi membengkak.

Kemarin, rupiah ditutup pada level Rp 16.365 dolar AS. Sedangkan di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup pada level 16.368 per dolar AS.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, pelemahan rupiah mengancam rantai pasok yang berdampak pada biaya operasional. Di antaranya, bahan baku, logistik, dan transportasi.

"Kondisi pelemahan nilai tukar juga dapat meningkatkan beban utang, khususnya dalam dolar AS. Serta berpotensi dapat meningkatkan inflasi," ulas Arsjad, di Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Ia berharap, pemangku kebijakan terus mewaspadai efek domino pelemahan rupiah. Pemerintah harus memiliki formula agar bisa menjaga inflasi, daya saing pelaku usaha, dan daya beli masyarakat.

Arsjad berpesan, agar pelaku usaha mengambil langkah antisipatif jangka pendek. Seperti melakukan kalkulasi ulang atas beban usaha, tetapi mengedepankan prinsip efisiensi.

Pelaku usaha juga harus mencari bahan baku alternatif guna mengurangi ketergantungan atas bahan baku impor. Serta berhati-hati dalam merealisasikan keputusan berinvestasi dan mengembangkan usahanya.

"Kadin Indonesia juga mendorong seluruh pihak untuk bekerja sama dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam menghadapi tantangan ini," imbuh Arsjad.

Ketum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), Andi Rukman Nurdin mengungkapkan, pelemahan ini membuat harga besi, baja, semen, dan alat-alat berat yang diimpor akan meningkat. Imbasnya, biaya produksi terkerek signifikan.

Dampak lainnya, keterbatasan likuiditas. Lagipula, kenaikan biaya impor bisa mempengaruhi aliran kas perusahaan. Utamanya, bagi kontraktor yang bergantung pada bahan baku impor dalam jumlah besar. Lalu ada risiko penundaan proyek, kredit, dan inflasi biaya operasional. 

"Kenaikan biaya bahan baku yang tidak terduga ini perlu diakomodasi agar proyek-proyek dapat berjalan sesuai dengan rencana tanpa menurunkan kualitas," pinta pengusaha yang akrab disapa ARN ini.

Harapannya, pemerintah dapat mempertimbangkan skema untuk meredam dampak pelemahan rupiah ke sektor konstruksi. Salah satunya dengan eskalasi atau peningkatan nilai kontrak proyek untuk diajukan ke Kementerian Keuangan. 

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam juga mengatakan, pelemahan rupiah sangat berdampak pada industri. Salah satunya industri otomotif.

Menurut dia, dengan melemahnya rupiah, harga bahan baku akan melonjak. Alhasil, biaya produksi akan naik. Namun, industri tidak bisa seenaknya menaikkan harga karena daya beli masyarakat sedang lemah. “Karena itu, untuk menekan kerugian, industri memilih melakukan efisiensi,” katanya.

Senada dikatakan Direktur Eksekutif Core Indonesia, Muhammad Faisal. Dia menilai, tekanan terhadap dunia usaha kian besar dengan kondisi pelemahan rupiah. Mengingat, masih banyak industri yang bergantung dengan impor.

"Karena banyak industri manufaktur itu masih bergantung pada bahan baku dan bahan penolongnya dari luar negeri. Baik industri makanan, minuman, obat-obatan, elektronika, otomotif, dan lain-lain," ulas Faisal.

Mendengar kondisi ini, komentar netizen beragam. "Rupiah makin melemah, semoga Indonesia terhindar dari krisis," ujar @Urrangawak. "Tolong dicatat ya. Ini bukan rupiah yang melemah. Hanya saja, dolar yang menguat terhadap rupiah," ujar @AiringDatangLagi.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo