Jelang Akhir Tahun, APBN Aman Dan Stabil
JAKARTA - Jelang akhir tahun, anak buah Menkeu Sri Mulyani kasih kabar bahagia. Katanya, dompet negara dalam kondisi aman dan stabil meskipun kondisi Timur Tengah (Timteng) memanas.
Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu kepada wartawan, Jumat (4/101/2024).
Febrio memastikan, kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap aman di tengah ketidakpastian ekonomi global dan memanasnya kondisi Timur Tengah.
"Terkait dampaknya dengan APBN, karena ini sudah jelang akhir tahun, untuk 2024 relatif cukup aman," ujarnya.
Febrio menjelaskan, penguatan rupiah yang terjadi belakangan ini, dan penurunan suku bunga turut mempengaruhi kestabilan APBN. Terlebih, harga komoditas yang melandai dibandingkan pertengahan tahun kemarin, sehingga menjaga pelaksanaan APBN tetap aman hingga akhir tahun.
Namun, ia memastikan, Kemenkeu tetap akan memantau perkembangan ekonomi ke depannya. APBN akan terus disiapkan sebagai shock absorber agar mampu meredam dampak guncangan global terhadap perekonomian nasional.
Tantangan berikutnya tentu bagaimana kita mengantisipasi dan mitigasi untuk 2025 yang mungkin situasinya akan tetap sama," tuturnya.
Untuk diketahui. Per 31 Agustus 2024, realisasi pendapatan negara tercatat Rp 1.777 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.379,8 triliun, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 383,8 triliun.
Adapun penerimaan pajak mencapai Rp 1.196,5 triliun, sedangkan kepabeanan dan cukai Rp 183,2 triliun. Sementara belanja negara terealisasi Rp 1.930,7 triliun.
Realisasi belanja pemerintah pusat tercatat Rp 1.368,5 triliun. Rinciannya, belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp 703,3 triliun, dan belanja non-K/L Rp 665,2 triliun. Sedangkan transfer ke daerah (TKD) Rp 562,1 triliun.
Sementara, pada tahun depan, Pemerintah dan DPR menetapkan target pendapatan negara Rp 3.005,1 triliun, belanja negara Rp 3.621,3 triliun, defisit Rp 616,19 triliun dengan keseimbangan primer defisit sebesar Rp 63,33 triliun, serta pembiayaan anggaran sebesar Rp 616,2 triliun.
Kemudian penerimaan perpajakan untuk 2025 ditargetkan mencapai Rp 2.490,9 triliun. Sementara PNBP ditargetkan Rp 513,6 triliun.
Untuk asumsi dasar ekonomi makro 2025, ditetapkan yakni target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, laju inflasi 2,5 persen, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 7 persen, nilai tukar rupiah Rp 16 ribu per dolar AS. Kemudian, harga minyak mentah Indonesia 82 dolar AS per barel, lifting minyak 605 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1,005 juta barel setara minyak per hari.
Lalu, apa kata pengamata soal kepercayaan Kemenkeu? Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengamini, konflik Timteng belum bisa mengerek harga minyak, dan pelebaran subsidi energi. Namun, dampak tidak langsungnya akan terasa di pelemahan kinerja ekspor Indonesia ke Timteng. Hal ini akan berdampak pada pendapatan negara dari ekspor.
Selain itu efek geopolitik akan membuat investor beralih ke investasi yang dipandang aman. "Yang jelas rupiah sempat menguat, tapi saat ini melemah kembali 2,28 persen dalam sepekan terakhir ke level 15.480 per dolar AS," ulas Bhima saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Dengan menguatnya tensi geopolitik di Timteng, Pemerintah perlu menyiapkan mitigasi. Salah satunya lewat percepatan transisi energi sehingga ketergantungan pada impor minyak bisa berkurang.
Kemudian berikan insentif lebih besar ke industri manufaktur yang berorientasi pasar timur tengah. "Bisa dalam bentuk fasilitasi perdagangan ke negara alternatif, memperbesar serapan pasar domestik hingga keringanan bea keluar," pesan Bhima.
Sementara, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet juga mengatakan, ketegangan geopolitik akan berdampak, terutama melalui perubahan harga komoditas. Di satu sisi, perubahan harga untuk komoditas bisa berdampak positif, terutama pada penerimaan. Di mana terjadi penyesuaian dari penerimaan negara.
Jika harga komoditas mengalami peningkatan itu relatif berada di atas prakiraan asumsi makro. Misalnya komoditas minyak.
Dalam APBN 2024, kata dia, asumsi makro ICP di APBN mencapai 82 dolar AS per barel. Angka ini masih pada kisaran harga komoditas saat ini.
Sementara untuk sisi belanja, perubahan harga komoditas global bisa memberikan dampak, terutama untuk subsidi yang disalurkan oleh pemerintah. Perubahan subsidi juga akan tergantung dari realisasi harga minyak, apakah di atas asumsi makro atau di bawah.
"Kalau melihat dari pencapaian APBN terutama di semester pertama, potensi pelebaran defisit memang akan terjadi. Namun, pelebaran defisit ini saya kira deviasinya tidak akan terlalu berbeda jauh dari prakiraan yang telah disusun Pemerintah," ulas Yusuf.
Ia meminta, Pemerintah terus memantau seberapa jauh eskalasi konflik geopolitik di Timteng. Tak kalah pentingnya adalah, respons yang perlu disiapkan apabila eskalasi mengalami peningkatan.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 15 jam yang lalu
TangselCity | 13 jam yang lalu